Latest Post



SANCAnews.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan hingga kini belum memutuskan menerima atau tidaknya permohonan perlindungan dari Bhayangkara Dua Richard Eliezer atau Bharada E.

 

Hal itu dipastikan secara langsung oleh Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu yang menyatakan kalau sejauh ini proses assessment perlindungan masih berjalan.

 

"Jadi kami belum memutuskan menerima atau menolak permohonan Bharada E," kata Edwin saat dikonfirmasi awak media, Kamis (4/8/2022).

 

Sebagai informasi, sejauh ini proses permohonan perlindungan untuk Bharada E masih berproses di LPSK.

 

Kekinian LPSK telah melengkapi proses pemeriksaan assessment psikologis untuk Bharada E namun hasilnya masih belum keluar dari tim psikolog.

 

Edwin menyatakan, hasil tersebut diperkirakan baru akan didapati pihaknya sekitar 2 pekan ke depan.

 

"Iya, dua Minggu lagi (hasil assessment psikologis Bharada E keluar) kata psikolog," ucap dia.

 

Sejauh ini proses hukum terhadap Bharada E atas insiden yang menewaskan Brigadir J telah memasuki babak baru.

 

Di mana pada Rabu (3/8/2022) malam, tim Khusus yang dibentuk oleh Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan Bharada E sebagai tersangka dari kejadian tersebut.

 

Bharada E disangkakan pasal 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

 

Terkait proses permohonan perlindungan yang dilayangkan Bharada E dengan statusnya sebagai tersangka ini, Edwin juga buka suara.

 

Edwin menyatakan, LPSK masih bisa menerima permohonan perlindungan itu meski yang bersangkutan sudah menjadi tersangka.

 

"Tetapi yang ingin saya sampaikan bahwa seseorang dalam status tersangka bisa saja dilindungi oleh LPSK tapi punya syarat," ucap Edwin.

 

Adapun persyaratannya, Bharada E harus menjadi pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius atau dalam kata lain Justice Collaborator.

 

Terlebih dalam kasus ini, Bharada E ditetapkan menjadi tersangka sebagai orang yang turut serta melakukan pembunuhan yang disangkakan pasal 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

 

"Syaratnya dia menjadi justice Collaborator atau saksi pelakunya," beber Edwin.

 

Kendati demikian, Edwin memastikan kalau sejauh ini Bharada E belum mengajukan diri sebagai Justice Collaborator dalam perkara ini.

 

Tak hanya itu, pihak LPSK juga kata Edwin masih akan menelaah lebih dalam keterangan dari Bharada E saat menjalani pemeriksaan assessment psikologis dan mencocokkannya dengan temuan penyidik Bareskrim.

 

"Sejauh ini tidak ada, tetapi, tetapi, tetapi beberapa keterangan Bharda E ini masih butuh klarifikasi, konfirmasi dari sumber-sumber lainnya dan salah satunya dari hasil otopsi," tukas dia. (tribun)




SANCAnews.id – Tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menetapkan Bharada RE (E) sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat pada Rabu malam, 3 Agustus 2022.

 

Penetapan tersangka Bharada E ini diumumkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi. Usai menyampaikan Bharada E sebagai tersangka, Brigjen Andi langsung mundur ke belakang bergeser dari mikrofon.

 

Kemudian, Andi Rian tampak tertawa ekspresinya setelah umumkan Bharada E jadi tersangka sambil bincang dengan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi  Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan. Selanjutnya, Andi Rian berbincang-bincang dengan Ramadhan.

 

Sebelumnya diberitakan, Tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menetapkan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E sebagai tersangka kasus penembakan terhadap Brigadir J.

 

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengatakan penetapan Bharada E sebagai tersangka kasus kematian Brigadir J ini setelah Polisi memeriksa sejumlah saksi dan memeriksa sejumlah barang bukti.

 

Setelah tim khusus memintai keterangan sejumlah saksi dan mengumpulkan sejumlah bukti, maka tim khusus menetapkan Bharada E sebagai tersangka.

 

“Dari hasil penyelidikan tersebut, pada malam ini penyidik sudah melakukan gelar perkara dan pemeriksaan saksi juga sudah kita anggap cukup untuk menetapkan Bharada E sebagai tersangka,” kata Andi pada Rabu malam, 3 Agustus 2022.

 

Sementara, kata Andi, Bharada E disangkakan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. “Pemeriksaan ataupun penyidikan tidak berhenti sampai di sini. Ini tetap berkembang," ujarnya. (viva)



 

SANCAnews.id – Satu fakta baru tentang Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer atau Bharada E terungkap setelah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan. Diketahui, Bharada E baru memegang senjata api atau pistol pada akhir tahun 2021.

 

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi.

 

Edwin mengatakan, Bharada E juga pernah berlatih menembak pada Maret 2022 di Senayan.

 

"Dia baru pegang pistol itu November tahun lalu dan latihan menembak itu Maret 2022 di Senayan," ujar Edwin saat dikonfirmasi wartawan, Kamis, 4 Agustus 2022.

 

Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh LPSK, Bharada E bukan merupakan orang atau anggota polisi yang masuk dalam kategori jago menembak. Namun, Edwin enggan membuka sosok pihak yang memberikan informasi itu ke LPSK.

 

"Berdasarkan informasi yang kami dapat, Bharada E bukan termasuk kategori mahir menembak. Soal menembak ini, kami dapat informasi lain yag diperoleh, yang bisa dipercaya," ungkapnya.

 

Sebagaimana diberitakan, Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer atau Bharada E resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofryansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Diketahui, Brigadir J tewas usai ditembak oleh Bharada E di rumah dinas Kadiv Profesi dan Pengamanan (Propam) nonaktif Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.

 

"Dari hasil penyidikan tersebut pada malam ini penyidik sudah melakukan gelar perkara, dan pemeriksaan saksi juga sudah kita anggap cukup untuk menetapkan Bharada E sebagai tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi dalam konferensi pers, Rabu, 3 Agustus 2022.

 

Dalam kasus ini, Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Pasal 338 KUHP itu berbunyi, "Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun," ujarnya. (viva)




SANCAnews.id – Logam yang diduga puing roket China ditemukan jatuh di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kekhawatiran ilmuwan AS terbukti.

 

Dua potongan besi besar yang diduga kuat serpihan roket milik China dilaporkan jatuh di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar). Tim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pun akan melakukan identifikasi terhadap benda tersebut.

 

"Iya sudah kita amankan di Polsek Sekayam, dan rencananya besok tim dari BRIN akan datang melakukan identifikasi terhadap serpihan ini," ujar Wakapolres Sanggau Kompol Novrial Alberti Kombo, dikutip dari Detikcom, Rabu (3/8/2022).

 

Novrial mengaku belum berani memastikan apakah kedua serpihan besi itu merupakan roket milik China yang jatuh ke bumi pada Sabtu (30/1) lalu.

 

"Kami belum berani berspekulasi mengenai benda ini sebelum ada pemeriksaan mendalam oleh pihak yang berkompeten," kata Novrial.

 

Novrial mengatakan tim Jibom dan KBR Detasemen Gegana Satbrimob Polda Kalbar juga telah memeriksa serpihan itu menggunakan alat sertech dan Riideye. Pemeriksaan ini untuk memastikan logam itu tidak mengandung unsur peledak maupun paparan radiasi.

 

Temuan ini membuktikan kekhawatiran para ilmuwan Amerika bahwa serpihan roket Long March 5B milik China jatuh tak terkendali dan bisa membahayakan masyarakat awam.

 

Core stage roket berbobot 22 ton itu jatuh so terkendali ke Bumi pada akhir pekan lalu. Sebagian besar roket itu terbakar di atmosfer, tapi sekitar 20-40% serpihan akan jatuh ke Bumi.

 

Beberapa bagian roket yang ditemukan berukuran cukup besar sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan parah jika jatuh di area pemukiman. Untungnya rongsokan itu jatuh di wilayah terbuka.

 

"Tidak ada korban atau kerusakan properti yang dilaporkan, tetapi puing-puing berada di dekat desa dan jika meleset beberapa ratus meter saja bisa menjadi cerita yang berbeda," kata ahli astrofisika dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics Jonathan McDowell.

 

Biasanya, para ilmuwan di Amerika mengatur supaya roket jatuh di lautan. Itu sebabnya China mendapat kritik perkara puing roket Long March 5B ini.

 

"Semua negara yang melakukan perjalanan ke luar angkasa harus mengikuti standar yang sudah ada, dan melakukan tugasnya untuk memberi informasi semacam ini agar bisa menghadirkan prediksi yang akurat terkait risiko kejatuhan serpihan, terutama untuk kendaraan besar seperti Long March 5B, dengan risiko besar kehilangan nyawa dan kerusakan bangunan," kata ADMINISTRATOR NASA Bill Nelson. (lawjustice)




SANCAnews.id – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Hermanto meminta Pemerintah menghormati fungsi budgeting DPR, khususnya dalam pengalokasian anggaran.

 

Hal itu disampaikan Hermanto dalam menanggapi permintaan Tiongkok (China) kepada Indonesia. Agar APBN turut serta menanggung pembengkakan biaya proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

 

“Pemerintah juga jangan bertindak sendiri. Perhatikan mekanisme di DPR sebagai lembaga yang berfungsi budgeting negara dalam mengalokasikan anggaran,” kata Hermanto dalam keterangan tertulis diterima awak media, Rabu, 3 Agustus 2022.

 

Karena itu, Politikus PKS ini meminta Pemerintah agar tidak serta-merta memenuhi keinginan Tiongkok tersebut. Sebab, menurut Hermanto, hal tersebut sudah masuk masalah yang sensitif soal kedaulatan Indonesia dalam kebijakan APBN.

 

“Indonesia negara berdaulat, upaya asing mengintervensi kebijakan dalam negeri merupakan bentuk hubungan subordinasi. Jelas sekali amanat konstitusi bahwa hubungan antar negara bersifat bebas, aktif, setara dan kerja sama,” ujarnya.

 

Anggota Komisi IV DPR RI ini juga mengingatkan Pemerintah bahwa proyek pembangunan KCJB itu berdasarkan kesepakatan business to business bukan goverment to goverment.

 

“Bila saat ini mengalami pembengkakan biaya mestinya tidak dibebankan pada APBN. Bila terjadi risiko, mestinya sudah diperhitungkan secara matang dan kemudian masuk dalam business plan untuk mengatasinya,” kata Hermanto.

 

Saat ini, ungkap Hermanto, Indonesia sedang menghadapi masalah anggaran dan ekonomi dalam negeri. Kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur pertanian dan memberantas kemiskinan jauh lebih penting.

 

Dalam kondisi tersebut tiba-tiba ada permintaan agar pembengkakan biaya pembangunan KCJB dibebankan pada APBN. HAl tersebut harus dipertimbangkan secara mendalam.

 

“Sepertinya ini proyek ada hiden agenda. Awalnya murah tetapi kemudian membengkak. Karena itu, mestinya APBN sepenuhnya diperuntukkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” kata legislator daerah pemilihan Sumatera Barat I itu.

 

Sebelumnya ramai diberitakan, China Development Bank (CDB) meminta Pemerintah Indonesia turut menanggung pembengkakan biaya proyek KCJB. Hal ini karena terjadi kelebihan biaya atau cost overrun dalam pengerjaan konstruksi proyek KCJB tersebut. Proyek tersebut mengalami cost overrun US$1,176 miliar atau setara dengan Rp16,8 triliun. (viva)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.