Latest Post

 

SANCAnews.id Ribuan hektare kawasan hutan HPK (Hutan Prroduksi Konversi) di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, tepatnya di Tapan dan Lunang secara ilegal menggunakan alat berat, Senen, (1/8)

 

Penebangan liar hutan HPK ini sudah lama dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, namun kegiatannya seolah-olah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten.

 

Kalaupun ada tindakan atau penangkapan yang dikorbankan, hanya operator alat berat yang ke pengadilan, sedangkan pelaku utama tidak tersentuh hukum dan mengulangi kegiatannya sampai berita ini diturunkan, mereka tetap membuka hutan HPK.

 

Kemudian salah satu pemerhati kawasan hutan TNKS, Kabupaten Pesisir Selatan, Yaparudin. MJ dengan menunjukkan koordinat kawasan hutan HPK yang ditebang secara liar dan pada saat lahan hutan ditebang, lahan hutan tersebut diperdagangkan kepada orang-orang dari luar kawasan oleh otak pelaku dan bekerja seolah-olah ada yang merestuinya.

 

"Saya minta kepada Penegakan Hukum (GAKKUM) KLH agar benar benar dan jujur melakukan tindakan hukum kepada otak pelakunya dan jangan hanya operator alat berat yang sekedar mencari segantang beras untuk makan yang ditangkap," sebut Yaparudin dengan kesal. (sanca/Z.Hs)



SANCAnews.id Hingga hari ke-24 kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brihadir J, Senin (1/8/2022), sejumlah fakta terkait peristiwa tembak menembak di rum
ah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mulai terkuak.

 

Fakta yang terkuak itu mulai dari hasil autopsi, rekaman CCTV beberapa jam sebelum kejadian hingga pengakuan Bharada E.

 

Fakta yang terungkap ini berasal dari keterangan sejumlah pihak seperti kuasa hukum Brigadir J dan Komnas HAM.

 

Keterangan itu bersumber dari hasil autopsi ulang Brigadir J dan rekaman CCTV yang diperlihatkan kepada Komnas HAM.

 

Sementara itu, tim khusus yang dibentuk Kapolri hingga saat ini belum menyampaikan hasil penyelidikannya.

 

Berikut fakta-fakta terkait kematian Brigadir J yang terungkap hingga saat ini, sebagaimana dirangkum Tribunnews.com:

 

1. Pengakuan Bharada E 

Bharada E, ajudan Ferdy Sambo yang menembak Brigadir J hingga tewas memberikan keterangan saat diperiksa Komnas HAM pada Selasa (26/7/2022).

 

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi dan Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mengatakan, dalam keterangannya kepada Komnas HAM, Bharada E menceritakan kronologi terjadinya tembak menembak antara dirinya dengan Brigadir J.

 

Secara garis besar, kronologi yang disampaikan Bharada E sama dengan kronologi yang disampaikan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto di awal kasus ini mencuat.

 

Ahmad Taufan Damanik, dalam rekaman CCTV yang dilihat Komnas HAM, tampak Bharada E tiba bersama rombongan lainnya dari Magelang, Jawa Tengah, tiba di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo, Jumat.

 

Setelah itu, Bharada E dan para rombongan pergi menuju rumah dinas untuk menjalani isolasi mandiri (isoman).

 

Kemudian, Bharada E langsung naik ke kamarnya di lantai dua untuk beristirahat.

 

"Dia (Bharada E) menjelaskan secara kronologis versi dia ya. Mereka (rombongan) setelah sampai di rumah pribadinya Pak Sambo, di CCTV juga keliatan, mereka kemudian menuju rumah dinas untuk isoman."

 

"Setelah itu, dia (Bharada E) naik ke atas, ke lantai dua, dia bilang masuk ke ruangan ADC (aide de camp atau ajudan), dia bersih-bersih, tidur. Tiba-tiba dia mendengarkan suara teriakan dari Ibu P," terang Taufan dalam tayangan di YouTube metrotvnews, yang dikutip Tribunnews.com, Minggu (31/7/2022).

 

Taufan mengungkapkan, Bharada E bergegas turun ke lantai satu karena mendengar teriakan istri Irjen Ferdy Sambo yang memanggil namanya.

 

Tetapi, ketika turun, Bharada E melihat ada Brigadir J.

 

Ketika mencoba bertanya pada Brigadir J mengenai apa yang terjadi, Bharada E justru ditembak.

 

"Kemudian setelah mendengar teriakan yang menyebut namanya, dia turun, dia lihat saudara Brigadir J."

 

"Kemudian, dia bertanya dengan bahasa, suara yang lebih kuat karena kaget (mendengar teriakan). 'Ada apa ini?'."

 

"Dia kemudian menyaksikan saudara Brigadir J mengarahkan senjata ke dia dan menembak," urai Taufan mengulangi kronologi yang disampaikan Bharada E.

 

Lantaran merasa terancam, Bharada E memilih mundur untuk mengambil senjatanya.

 

Setelahnya, ia pun melepaskan tembakan ke arah Brigadir J untuk melindungi diri.

 

"Nah, setelah beberapa tembakan itu dia mundur ke belakang, dia mengambil senjatanya, mengokang, dan membalas tembakan itu," kata Taufan.

 

Sempat beberapa kali adu tembak, Bharada E berhasil melumpuhkan Brigadir J hingga tersungkur.

 

Tetapi, Bharada E kembali melepaskan dua tembakan pada Brigadir J, meski seniornya itu sudah tak sadarkan diri.

 

Alasannya, kata Taufan, Bharada E ingin memastikan Brigadir J telah berhasil dilumpuhkan.

 

"Menurut dia, kena tembakannya. Setelah itu masih adu tembak lagi, sampai kemudian saudara Brigadir J ini tersungkur."

 

"Dia datang ke jarak lebih dekat, kira-kira satu, dua meter, lalu menembak dua kali lagi untuk memastikan orang yang menyerang dia ini betul-betul bisa dilumpuhkan."

 

"Itu kesaksian dia sebagai terduga pelaku penembakan," terang Taufan.

 

2. Hasil autopsi 

Fakta kedua yang terungkap yakni soal hasil autopsi Brigadir J.

 

Hasil autopsi Brigadir J ini dibocorkan oleh kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak.

 

Gambaran umum hasil autopsi ini didapatkan Kamaruddin dari dua orang perwakilan keluarga yang ahli di bidang medis atau kesehatan yang dipersilahkan untuk ikut melihat jalannya autopsi.

 

Dua orang tersebut yakni Martina Aritonang atau Rajagukguk dan Herlina Lubis.

 

Mengutip Wartakota, ada empat tembakan yang mengenai tubuh Brigadir J dan masuk secara datar dan garis lurus.

 

"Sebab dari 4 tembakan yang mengenai tubuh korban Brigadir J semua peluru masuk secara datar dan garis lurus."

 

"Bahkan tembakan dari leher tembus ke bibir, dilakukan dari agak ke bawah ke atas," ujar Kamaruddin Simanjuntak yang merupakan kuasa hukum keluarga Brigadir J kepada Wartakotalive.com, Sabtu (30/7/2022).

 

Dalam autopsi ulang ini, ahli forensik menemukan adanya lubang yang diduga tembakan dari belakang kepala tembus ke hidung Brigadir J.

 

Kamaruddin menjelaskan, hal tersebut terlihat dari adanya dua bekas jahitan di hidung Brigadir J.

 

"(Dari hasil pemeriksaan) tembakan itu tegak lurus dari belakang ke hidung, makanya di hidung ada jahitan dua yang selama ini saya persoalkan."

 

"Itu yang kemudian membantah (adanya) tembak-menembak dari arah atas."

 

"Kalau dari atas harusnya dari hidung tembus ke belakang, dan harusnya tidak datar, harusnya kan miring (karena penembakan) dari (lantai rumah bagian) atas."

 

"Karena Bharada E menurut cerita kan berada di atas, Brigadir J di bawah, harusnya (tembakan peluru) itu miring, (tapi ternyata) sudutnya datar, "jelas Kamaruddin.

 

Tim forensik juga menemukan adanya lubang di bawah rahang Brigadir J.

 

"Lalu ada (lubang diduga) tembakan di bawah rahang tembus ke bibir, makanya ada sobekan di bibir."

 

"Kemungkinan pistolnya dari arah bawah rahang tembus ke bibir, sehingga membuat giginya (Brigadir J) berantakan."

 

"Karena kalau dari tembakan atas, (peluru) mengenai bibir, tembus ke rahang, harusnya kena juga di bagian dada samping, tapi tidak ditemukan (peluru sampai ke bagian dada samping), itu dugaan dokter sementara," lanjut Kamaruddin.

 

Kamaruddin juga menambahkan, ada lubang bekas tembakan yang terlihat di dada sebelah kiri.

 

"Di dada kiri itu ada lubang yang ditemukan ada jaringan plastik yang di dalamnya ada otak (Brigadir J), apakah ini standart dari autopsi saya kurang tau, otak harusnya di kepala ditaruh ke dada."

 

"Lidah, paru dan jantung menjadi satu bagian," lanjut Kamaruddin.

 

Ia menegaskan, bahwa ini adalah hasil pemeriksaan secara kasat mata dan selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan hasilnya akan disampaikan hingga 8 minggu ke depan.

 

"Catatan ini baru yang bisa dilihat dari kasat mata, selanjutnya akan dilakukan (pemeriksaan) di laboratorium yang menurut (kabar) akan disampaikan sampai 8 minggu ke depan," lanjut Kamaruddin.

 

3. Ferdy Sambo tiba lebih dulu, tidak satu rombongan dengan istri 

Fakta lainnya yang terungkap yakni Irjen Ferdy Sambo tidak berada satu rombongan dengan sang istri saat pulang dari Magelang ke Jakarta pada hari kejadian penembakan, Jumat (8/7/2022).

 

Ferdy Sambo pulang ke Jakarta dengan menggunakan pesawat, sementara istrinya bersama beberapa ajudan menggunakan jalur darat.

 

Menurut rekaman CCTV yang dilihat Komnas HAM, Irjen Ferdy Sambo tiba lebih dulu di rumah pribadinya yang satu komplek dengan rumah dinas, di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

"Rombongan ini (rombongan istri Irjen Ferdy Sambo,-Red) ada dua, pertama rombongan Ibu P dua mobil, warna hitam, ada mobil Patwal (mengawal) di depannya, (berangkat) dari Magelang sekitar jam 10.00 lewat, sampai di Jakarta di rumahnya sekitar 16.00 lewat."

 

"Sebelum mereka (rombongan Ibu P) sampai di rumah pribadi Pak Sambo, kelihatan dari CCTV Pak Sambo masuk ke dalam rumah pribadi didampingi satu ADC-nya (aide de camp atau ajudan)."

 

"Baru kemudian, jam 16.00 lewat datang ibu dengan rombongan ADC, asisten rumah tangga (ART), dll itu," urai Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, dalam tayangan YouTube metrotvnews, dikutip Tribunnews.com, Minggu (31/7/2022).

 

Lebih lanjut, Taufan mengungkapkan Irjen Ferdy Sambo pulang ke Jakarta hanya bersama satu orang ajudannya menggunakan pesawat.

 

"Dari informasi yang kami dapatkan, Pak Sambo ini dari Jogja, naik pesawat. Jadi berbeda dengan rombongan Ibu P ini," ungkapnya.

 

"Ini mengklarifikasi pemberitaan yang mengatakan seolah-olah mereka (Ferdy Sambo, istri, Brigadir J, dan Bharada E) bersama-sama."

 

"Di dua mobil itu (rombongan istri Ferdy Sambo dari Magelang) tidak ada Pak Ferdy Sambo. Dia dari kota yang berbeda, naik pesawat, didampingi satu ADC-nya," tegas Taufan.

 

4. Istri Ferdy Sambo, Brigdir J dan Bharada E tes PCR 

Dalam rekaman CCTV lainnya, terlihat istri Irjen Ferdy Sambo, Brigadir J, dan Bharada E memang melakukan tes PCR setibanya mereka di Jakarta.

 

Taufan mengatakan, Brigadir J adalah orang paling terakhir yang melakukan PCR, tepat setelah Bharada E.

 

"Dalam CCTV itu, yang melakukan PCR adalah Ibu P, ART-nya, ada satu lagi asisten orang situ, Brigadir J paling terakhir, sebelumnya ada Bharada E, dan satu lagi ADC namanya Riki," kata Taufan.

 

5. Usai tes PCR, istri Ferdy Sambo masuk ke rumah dinas 

Seusai melakukan PCR, istri Irjen Ferdy Sambo pergi ke rumah dinas.

 

Sementara, Ferdy Sambo pergi ke arah lain.

 

"Nah, setelah PCR itu ibu masuk ke kamar lagi bersiap-siap, kemudian mereka bersama-sama pergi ke rumah dinas."

 

"Setelah beberapa lama mereka ke rumah dinas, terlihat Pak Ferdy Sambo keluar dari kamarnya menuju mobil, didampingi satu ADC dan mobil Patwal, bergerak ke arah yang berbeda, bukan ke rumah dinas," tutur Taufan.

 

6. Ferdy Sambo balik ke rumah dinas setelah ditelepon istri

 

Menurut Ahmad Taufan Damanik, setelah Ferdy Sambo meninggalkan rumah dan pergi ke arah lain, beberapa menit kemudian Ferdy Sambo balik ke rumah.

 

Dalam rekaman CCTV, terlihat mobil Ferdy Sambo dan pengawalnya berhenti di suatu tempat.

 

Ahmad Taufan Damanik mengatakan berhentinya mobil Ferdy Sambo karena saat itu Ferdy Sambo ditelepon istri setelah terjadinya penembakan.

 

"Baru berapa menit berjalan, kelihatan motor Patwal berhenti, mobil berhenti. Kata penyidik, itu karena ada telepon dari ibu (Putri Candrawathi) ke Pak Ferdy yang menjelaskan ada masalah itu,"jelas Damanik.

 

Penjelasan Damanik ini berdasarkan rekaman CCTV milik tetangga Ferdy Sambo.

 

Namun, ia tidak mengingat pukul berapa mobil Ferdy Sambo dan motor Patwal berhenti.

 

Setelah menerima telepon dari istri, Damanik menjelaskan mobil Ferdy Sambo pun berusaha berbalik bersama dengan motor Patwal.

 

Hanya saja, mobil rombongan Ferdy Sambo itu kesulitan karena jalan yang sempit.

 

Damanik pun mengungkapkan setelah mengetahui hal itu, Ferdy Sambo pun langsung berlari ke rumah dinas.

 

Kemudian, dirinya menjelaskan pada CCTV yang berbeda, Putri terlihat menangis dengan didampingi asistennya.

 

"Ga berapa lama, ibu kembali ke rumah didampingi asisten yang menunjukkan wajahnya menangis. Kenapa kami bisa mengatakan menangis? Karena CCTV-nya sangat clear, kualitas tinggi," ungkapnya.

 

Selanjutnya, Damanik mengatakan datangnya mobil Provost hingga mobil lain untuk bergerak ke Rumah Sakit Kramat Jati. (tribunnews)



 

SANCAnews.id Menteri Sosial Tri Rismaharini memastikan bahwa bantuan sosial (bansos) yang terkubur dan ditemukan di kawasan Kampung Serab, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, tidak dilakukan dari masa dia menjabat.

 

"Jadi yang jelas itu bukan zaman saya, karena waktu saya jadi menteri, Bapak Presiden sudah menyampaikan 'Bu Risma, jangan bantuan berupa barang,'" kata dia melalui pesan suara diterima di Jakarta, Senin.

 

Ia mengatakan pesan dari Presiden tersebut menjadi alasan saat mulai menjabat, di mana dia menyalurkan bansos dalam bentuk uang.

 

"Tapi itu salah satu, dan itu memang aturannya boleh di perpres tentang bantuan itu boleh dalam bentuk uang dan barang," kata dia.

 

Sebelumnya, warga dikejutkan dengan penemuan barang diduga bansos presiden di Kawasan Kampung Serab, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, pada Minggu, 31 Juli 2022.

 

Penemuan barang diduga bansos presiden untuk warga terdampak COVID-19 yang tertimbun di dalam tanah itu terungkap setelah ahli waris pemilik lahan, Rudi Samin, melakukan penggalian menggunakan alat berat dan tengah ditangani Polrestro Depok.

 

Rudi menegaskan akan menempuh jalur hukum terkait temuan "kuburan" bansos dan penggunaan lahan tanpa izin tersebut.

 

Klarifikasi JNE 

Pihak manajemen perusahaan logistik PT JNE, angkat bicara soal temuan bansos dari presiden untuk masyarakat terdampak COVID-19. Bansos tersebut diketahui dibuang dan dikubur dekat gudang di kawasan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat.

 

Head of Media Relation Departement JNE, Kurnia Nugraha mengatakan, tindakan penguburan bansos tersebut tidak ada yang menyalahi aturan. Menurut Kurnia, pihaknya telah memiliki perjanjian dengan pihak Pemerintah terkait prosedur penanganan barang rusak.

 

"Terkait dengan pemberitaan temuan beras bantuan sosial di Depok, tidak ada pelanggaran yang dilakukan, karena sudah melalui proses standar operasional penanganan barang yang rusak. Sesuai dengan perjanjian kerja sama yang telah disepakati dari kedua belah pihak," kata Kurnia melalui keterangan persnya, Minggu, 31 Juli 2022.

 

Kurnia mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan tindakan itu, apabila tidak ada kesepakatan sebelumnya. "Sebagai perusahaan Nasional yang bergerak di bidang jasa kurir ekspres dan logistik sejak tahun 1990, JNE terus berkomitmen memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh pelanggan, masyarakat serta pemerintah," katanya.

 

Kurnia mengatakan, dalam menjalankan bisnisnya, JNE selalu mengedepankan nilai-nilai berbagi, memberi, menyantuni dan saling menghargai serta menghormati seluruh pihak baik internal maupun eksternal perusahaan.

 

Meski begitu, Kurnia menambahkan, pihaknya siap menjalani setiap proses yang berlaku, apabila temuan bansos yang ditimbun itu menimbulkan permasalahan.

 

"JNE selalu berkomitmen untuk mengikuti segala prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku apabila diperlukan," katanya. (viva)




SANCAnews.id Istri Kadiv Propam nonaktif Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo yang berinisial PC kembali tak hadir dalam proses asesmen atas pengajuan perlindungan di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jakarta Timur. Ini merupakan kali kedua PC dijadwalkan pemeriksaan asesmen.

 

Salah satu tim kuasa hukum istri Irjen Ferdy Sambo, Arman Hanis membeberkan alasan dibalik kliennya tidak hadir dalam proses asesmen di LPSK. Kata Arman, kondisi psikologi PC menjadi alasan utama ketidakhadiran dalam proses ini.

 

"Berdasarkan hasil komunikasi atau konsultasi kami dengan psikolog, makanya kami meminta psikolog hadir mendampingi untuk menjelaskan kondisi klien kami yang saat ini masih keadaan terguncang dan trauma berat," ujar Arman kepada wartawan di LPSK, Senin, 1 Agustus 2022.


"Sehingga tadi di dalam sudah kami jelaskan, psikolog sudah menjelaskan kondisi klien kami. Psikolog sudah menjelaskan," sambungnya.

 

Dalam agenda tersebut, diketahui terdapat tiga orang psikolog yang ikut hadir dan menyampaikan kondisi terkini PC.

 

"Secara jelasnya kami tidak bisa menjelaskan, makanya kami hadirkan ibu-ibu ini selaku psikolog yang menangani. Ada tiga orang (psikolog) ya," jelasnya.

 

Saat disinggung mengenai kemungkinan pengajuan perlindungan gagal karena ketidakhadiran PC, Arman tidak bicara banyak. Ia hanya menegaskan pihaknya akan mengikuti segala prosedur yang ditetapkan LPSK.

 

"(Khawatir tidak gugurnya permohonan perlindungan?) semua prosedur tetap dilakukan di LPSK, bukan kami yang menentukan gugur atau tidaknya ya. (Agenda selanjutnya) nanti diatur LPSK," tandas Arman.

 

Sebagai informasi, istri Kadiv Propam nonaktif Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo yang berinisial PC mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Permohonan itu diajukan pada pertengahan Juli 2022 lalu.

 

PC diduga menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J di rumah dinas sang suami di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Aksi pelecahan tersebut berujung pada penembakan dan menewaskan Brigadir J.

 

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan aksi pelecehan itu terjadi ada Jumat, 8 Juli 2022 lalu. Selain melakukan dugaan pelecehan seksual, Brigadir J juga menodongkan senjata api berupa pistol ke arah kepala istri Kadiv Propam. Sontak, istri Kadiv Propam berteriak minta tolong.

 

"Akibat teriakan tersebut, Brigadir J panik dan langsung lari keluar dari kamar. Mendengar teriakan itu, Bharada E menghampiri dari arah atas tangga. Kemudian bharada E bertanya ada apa, direspon dengan tembakan oleh Brigadir J. Akibat tembakan tersebur terjadilah saling tembak, dan akibatnya Brigadir J meninggal dunia," ujar Ramadhan. (viva)



 

SANCAnews.id Kinerja Polri dalam menangani kasus penembakan antar polisi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J sudah benar dengan menempatka  dua korban.

 

Dikatakan intelektual Rocky Gerung, korban pertama adalah Brigadir J dan korban kedua adalah istri Ferdy Sambo.

 

Brigadir J menjadi korban dan punya hak diautopsi untuk mengetahui apa yang terjadi pada tubuhnya. Dengan keahlian forensik, korban berbicara kepada para ahli.

 

"Jadi ini yang kita harus hormati, bahwa hak korban meski telah menjadi jenazah, dia bisa tetap mengucapkan pengetahuan dia tentang apa yang terjadi pada tubuhnya melalui ilmu forensik," jelas Rocky Gerung kepada wartawan, Senin (1/8).

 

Oleh karenanya, scientific research akan menjadi cara yang digunakan untuk mengungkapkan peristiwa kematian Brigadir J.

 

Adapun korban kedua adalah istri Ferdy Sambo. Perlindungan terhadap korban kedua harus dihargai sebagai hak privasi yang memerlukan proteksi hukum sebagaimana prinsip human rights, terutama yang disebut hak asasi perempuan.

 

Hal tersebut perlu diproteksi karena perempuan rentan dibully, dimanfaatkan tubuhnya melalui prinsip yang disebut femme fatale, suatu doktrin dalam peradaban yang menganggap tiap kejahatan di belakangnya selalu ada perempuan.

 

"Ini yang mesti kita hindari. Jadi sensasi terhadap femme fatale, yaitu keterlibatan perempuan dan biasanya berkaitan dengan isu sensasi seksual itu mesti kita hilangkan dulu," katanya.

 

Hal tersebut penting dilakukan agar semua pihak bisa masuk dalam kasus ini lewat penelitian yang betul-betul scientific.

 

Di sisi lain, ia menekankan agar pers memberlakukan peristiwa ini sebagai peristiwa kriminal tanpa bumbu-bumbu sensasi, apalagi politik.

 

"Ini penting kita ucapkan sejak sekarang, izinkan Polri untuk melakukan scientific research berdasarkan prinsip ilmu pengetahuan kriminal, yaitu pembuktian berdasarkan fakta, bukan asumsi," demikian Rocy Gerung. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.