Latest Post



SANCAnews.id Sesuai dengan optimisme Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), gugatan praperadilan Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan (Kalsel), Mardani H. Maming ditolak oleh Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

 

Hal itu merupakan putusan Hakim tunggal yang dibacakan pada hari ini, Rabu sore (27/7) di PN Jaksel. Putusan itu terkait permohonan praperadilan Maming terkait pengujian keabsahan penetapan tersangka terhadap Maming selalu Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018.

 

"Menyatakan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," ujar Hakim tunggal, Hendra Utama Sutardodo di PN Jaksel, Rabu sore (27/7).

 

Untuk itu, KPK diperintahkan untuk melanjutkan penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel yang menjerat Maming yang juga merupakan Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

 

Seluruh permintaan Maming dalam praperadilan ini ditolak. Hakim menilai KPK sudah sesuai prosedur dalam menetapkan Mardani H. Maming sebagai tersangka.

 

Dengan putusan itu, Maming masih berstatus sebagai tersangka. Bahkan, status buronannya pun juga masih berlaku.

 

Selain itu, Hakim menilai bahwa praperadilan Maming masuk ke dalam pokok perkara. Seharusnya, protes dari kubu Maming disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

 

"Menetapkan biaya perkara nihil," ujar Hendra.

 

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengaku sangat optimis bahwa Hakim akan menolak gugatan praperadilan Maming.

 

"Tentu kami sangat optimis bahwa permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka ini akan ditolak oleh Hakim," ujar Ali kepada wartawan, Rabu pagi (27/7).

 

Karena kata Ali, jawaban-jawaban KPK melalui tim Biro Hukum di sidang praperadilan sebelumnya sudah sangat jelas, bahwa KPK sudah mempunyai dan membeberkan 129 dokumen, 18 keterangan saksi, dan bukti elektronik.

 

"Lebih dari dua alat bukti sudah kami tunjukkan di depan (Hakim Praperadilan), sehingga kami optimis gugatan permohonan praperadilan oleh tersangka ini akan ditolak persidangan," kata Ali.

 

Sehari sebelum sidang praperadilan ini, KPK sudah memasukkan Maming ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada Selasa (26/7).

 

Maming disebut tidak kooperatif karena sudah dua kali mangkir dari panggilan tim penyidik KPK sebagai tersangka.

 

Dalam sidang praperadilan, KPK mengungkapkan banyak fakta baru saat membeberkan jawaban atas praperadilan Maming yang diungkapkan di hadapan Hakim pada Rabu (20/7).

 

Di mana, KPK membeberkan bahwa penetapan tersangka Maming sudah sesuai prosedur hukum, yakni sudah memiliki lebih dari dua alat bukti permulaan.

 

Penanganan perkara yang menjerat Maming ini berawal dari laporan masyarakat yang diterima KPK pada Februari 2022. Dari hasil telaah, laporan masyarakat itu belum pernah ditangani oleh penegak hukum lainnya. Sehingga, KPK melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan dan klarifikasi terhadap beberapa pihak.

 

Saksi-saksi yang telah dimintai keterangan dan klarifikasi, di antaranya pihak Dinas ESDM Tanah Bumbu, pihak ESDM Propinsi Kalsel, pihak PT PCN serta analisis berbagai dokumen terkait kasus dimaksud.

 

Dari serangkaian penyelidikan itu, KPK melakukan pengumpulan data, informasi, dan dokumen sebagai bukti permulaan. Sehingga disimpulkan telah lebih ditemukan dua alat bukti. Di antaranya, surat atau dokumen berjumlah 129 dokumen dan 18 orang yang telah memberikan keterangan yang dituangkan dalam Berita Acara Permintaan Keterangan.

 

Termasuk permintaan keterangan terhadap Maming serta alat bukti petunjuk berupa bukti elektronik. Berikutnya dari bukti permulaan tersebut maka sekitar Juni 2022 KPK meningkatkan ke tahap penyidikan.

 

Selain itu, dari proses penyelidikan juga telah ditemukan fakta adanya dugaan penerbitan perizinan pertambangan dengan peran Maming selaku Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018.

 

KPK juga menemukan fakta ada dugaan pelimpahan izin usaha pertambangan operasi produksi batubara PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang dilakukan Maming selaku Bupati Tanah Bumbu. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

Setelah PT PCN beroperasi dalam penambangan batubara, Maming diduga mendirikan beberapa perusahaan yang difasilitasi dan dibiayai oleh PT PCN.

 

Beberapa perusahaan dimaksud, susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dengan Maming yang kemudian dalam aktifitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama "underlying" guna memayungi adanya aliran uang dari direktur PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming tersebut sekitar sejumlah Rp 104.369.887.822 (Rp 104,3 miliar).

 

Maming yang juga merupakan Ketua Umum (Ketum) BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2019-2022 telah dicegah oleh KPK untuk berpergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan bersama dengan adiknya, Rois Sunandar Maming yang juga menjabat sebagai Direktur PT Batulicin Enam Sembilan Pelabuhan. (rmol)              



SANCAnews.id – Paradigma masyarakat dalam melihat dinamika politik di tanah Air perlu diperbaiki. Seperti halnya dalam memaknai politik.

 

Pimpinan Pondok Pesantren Darurahman Jakarta, Prof KH Syukron Mamun mengurai, pada dasarnya politik adalah ilmu yang mulia.

 

"Setiap orang bicara negara itu namanya politik. Sekarang disalahgunakan, (disebut) politik kotor, salah besar itu," kata KH Syukron dikutip dari tayangan YouTube Redaksi Islam, Selasa (26/7).

 

Penelusuran redaksi, pernyataan KH Syukron tersebut disampaikan saat acara Halal Bihalal Bersama Ulama dan Habib dengan mengusung tema "Mewujudkan Jakarta Bermartabat", Senin (20/6).

 

"Kalau politik itu kotor, tolong fakultas politik bubarkan semua se-Indonesia itu. Mengapa ada fakultas politik kalau politik itu (dikatakan) kotor," kritiknya.

 

Baginya, politik pada dasarnya adalah ilmu yang mulia. Sebab dikatakan politik, adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara mengatur suatu negara.

 

"Ilmu politik itu suatu yang mulia, di semua negara diajarkan ilmu politik," tegas pendiri Partai Persatuan Nahdlatul Ulama Indonesia ini.

 

Namun demikian, kemuliaan ilmu politik itu memang dewasa ini sudah disalahgunakan oleh para pelaku politik.

 

"Yang tidak bagus itu bukan politik, (tapi) pelaku politik. Mari kita adakan klarifikasi, jangan cuma emosi-emosi. Yang jahat itu bukan politik, tapi pelaku politik. Itu yang jahat," tandas ulama yang kerap dijuluki 'singa podium' ini. (rmol)




SANCAnews.id – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinilai tidak berhak mengadili perkara berita “Jin Buang Anak” dengan terdakwa Edy Mulyadi. Pasalnya, Edy yang berprofesi sebagai wartawam dilindungi oleh UU Pers yang lex specialis.

 

Begitu tegas Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, DR. Rizal Ramli saat menghadiri sidang Edy Mulyadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan agenda menghadirkan keterangan saksi ahli bahasa dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Jalan Bungur Raya, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Selasa (26/7).

 

Atas dasar itu, Rizal Ramli meminta Dewan Pers memberi pendidikan kepada hakim dan jaksa di pengadilan negeri tentang UU Pers. Sehingga tidak asal mengadili wartawan yang dinilai offside dalam membuat berita.

 

"Saya minta untuk Dewan Pers supaya aktif menyosialisasikan dan mendidik hakim jaksa supaya UU Pers itu lex specialis,” kata Rizal Ramli di lokasi.

 

Menurutnya, kasus Edy Mulyadi yang diadili di pengadilan negeri adalah preseden buruk bagi sistem peradilan di Indonesia, khususnya bagi kebebasan pers itu sendiri.

 

“Padahal kebebasan pers kita hari ini diperjuangkan oleh tokoh-tokoh besar wartawan Indonesia yang menyatakan pers perjuangan independensi, tokohnya itu Tirto Adhisuryo dan Mark Marco itu tokoh perjuangan yang berjuang supaya pers itu, jadi alat perjuangan,” ucapnya.

 

"Namanya saja pers perjuangan, dilanjutkan oleh Mochtar Lubis, Rosihan Anwar, oleh B.M. Diah, jadi pengadilan ini betul-betul error, memalukan, enggak pantas di negara demokrasi,” demikian Rizal Ramli. (rmol)



 

SANCAnews.id – Hasil pemeriksaan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap sejumlah pihak berhasil menemukan potongan-potongan fakta yang mulai tersingkap.

 

Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Umam menjelaskan, berdasarkan laporan hasil otopsi pihak kepolisian dan keterangan keluarga Brigadir J, Komnas HAM menemukan adanya identifikasi luka tembak di tubuh ajudan Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo tersebut.

 

"Kalau dari karakter luka, jaraknya memang tidak terlalu jauh. Tetapi ada beberapa karakter jarak yang berbeda-beda. Itu dari hasil pendalaman kami," ujar Anam saat ditemui wartawan di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/7).

 

Anam mengatakan, pihak Polri yang dipanggil Komnas HAM untuk menerangkan sejumlah hal terkait kejadian tewasnya Brigadir J di kediaman dinas Sambo, di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, sudah cukup transparan.

 

"Jadi proses kemarin itu satu proses yang menurut kami itu sangat transparan. Kalau kita hanya ditunjukan hasil otopsi disuruh baca, ya enggak begitu di kami," katanya.

 

Dalam penelahaan hasil otopsi pihak kepolisian, Anam mengatakan bahwa timnya melihat luka jenazah Brigadir J juga terdapat kakinya.

 

"Jadi sebelum jenazah itu di otopsi ya kami lihat detil semuanya, termasuk yang kami konfirmasi dari keluarga di sini (kaki) ada lebam," paparnya.

 

Di samping itu, Anam juga mengaku telah mengidentifikasi alat yang digunakan untuk melukai Brigadir J hingga tewas.

 

"Dan itu kami sudah lihat dengan detail, dan sangat mendalam. Ditunjukan bagaimana cara kerjanya dan pakai alat apa dan sebagainya, termasuk kami juga ditunjukan karena itu foto ya, kameranya pakai kamera profesional yang memang untuk kerja-kerja forensik," paparnya.

 

Untuk hari ini, Komnas HAM melakukan pemanggilan kepada 7 ajudan Sambo, termasuk Bharada E untuk mendalami perihal sebab meninggalnya Brigadir J. (rmol)




SANCAnews.id – Pemeriksaan yang dilakukan terhadad ajudan Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo, termasuk salah satunya Bharada E, selesai dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

 

Terdapat 6 ajudan Sambo yang diperiksa Komnas HAM di kantornya, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/7), sejak pukul 10.00 hingga 18.22 WIB.

 

Berdasarkan pantuan Kantor Berita Politik RMOL, lima orang ajudan Sambo yang diperiksa terlebih dahulu keluar kantor Komnas HAM pada pukul 17.19 WIB. Sementara, khusus Bharada E selesai diperiksa pada pukul 18.12 WIB.

 

Saat keluar dari kantor Komnas HAM, seluruh ajudan Sambo, termasuk Bharada E, enggan berkomentar kepada awak media.

 

Bahkan, Bharada E yang sempat ditahan keluar oleh puluhan awak media, setelah turun dari tangga lantai 2 menuju lantai 1, sempat dicecar beberapa pertanyaan, tak juga bergeming.

 

Dia nampak terus menunduk, menghindari sorotan kamera awak media yang berusaha menangkap wajahnya. Namun, hingga diiikuti sampai ke mobil yang dia tumpangi, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya.

 

Di sela-sela pemeriksaan siang tadi, Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik menuturkan, pihaknya mendalami sejumlah hal yang dianggap sebagai dugaan atas kejadian tewasnya Brigadir J.

 

"Sekarang ini baru memeriksa penyebab kematian ada spekulasi bahwa salah satu penyebab kematian ada penyiksaan. Kita mau membuktikan itu," demikian Taufan mengungkap.

 

Meninggalnya Brigadir J masih menyisakan tanda tanya di publik. Pasalnya, dia yang merupakan salah seorang ajudan Sambo tewas di rumah dinas Kadiv Propam, di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.