Latest Post


SANCAnews.id – Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa diharapkan dapat bermurah hati mengirimkan dokter untuk melakukan autopsi ulang terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI) yang menjadi korban KM 50.

 

Imbauan itu disampaikan setelah Jenderal Andika Perkasa mengirimkan dokter untuk melakukan autopsi terhadap Brigadir J, yang tewas dalam kasus baku tembak di kediaman Irjen Ferdy Sambo.

 

Begitu harapan yang disampaikan oleh pakar kesejahteraan sosial, Syahganda Nainggolan. Dia memberikan apresiasi terhadap langkah Andika Perkasa yang mengirimkan dokter autopsi untuk membongkar kejadian sebenarnya terhadap Brigadir J.

 

Menurut Syahganda, langkah itu dapat membantu pemerintah mendapatkan kepercayaan publik kembali. Apalagi, Polisi saat ini menjadi salah satu elemen utama bagi pemerintahan Joko Widodo.

 

"(Pengiriman dokter) ini kan bagus, kita mengapresiasi, karena Panglima ini masih menunjukkan sikap-sikap sebagai negarawan," ujar Syahganda kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (25/7).

 

Di lain sisi, kata Syahganda, masyarakat hingga saat ini juga masih bertanya-tanya terhadap kematian enam laskar FPI dalam peristiwa KM 50.

 

Sehingga, masyarakat juga mengharapkan agar Panglima TNI mengirimkan dokter untuk mengautopsi ulang terhadap enam laskar FPI tersebut.

 

"Jadi saya mengimbau kepada Panglima TNI untuk bermurah hati juga mengirimkan dokter untuk melakukan autopsi ulang terhadap korban-korban KM 50," pungkas Syahganda. *



 

SANCAnews.id – Satu dari beberapa keanehan yang paling sering disorot dalam kasus penembakan Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J adalah soal luka.

 

Pihak keluarga dan pengacara mengklaim menemukan adanya luka aneh yang disebut tak mirip dengan luka bekas tembakan senjata api.

 

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, kini jurnalis senior Kompas yakni Aiman Witjaksono menemukan fakta baru dalam keanehan jenazah Brigadir J.

 

Fakta baru ini didapat setelah Aiman menemui langsung keluarga Brigadir J mulai dari orangtua dan sanak saudara.

 

Aiman menjelaskan, berdasarkan kesaksian keluarga, lutut kaki kanan Brigadir J ternyata tidak bisa diluruskan.

 

"Tak payah (bisa) pula kami lakukan," ujar salah satu bibi Brigadir J kepada Aiman.

 

Pihak keluarga diketahui sudah beberapa kali mencoba meluruskan lutut Brigadir J namun tetap tidak bisa.

 

Menurut keterangan dari Polri, Brigadir J tewas seusai baku tembak melawan Bharada E tepat setelah Brigadir J melakukan pelecehan seksual terhadap PC yang merupakan istri dari Irjen Ferdy Sambo yang pada saat kejadian menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

 

Dilansir TribunWow.com dari Tribunnews.com dan Kompas.com, namun kini pihak kuasa hukum keluarga Brigadir J telah mengeluarkan bukti seputar luka aneh yang ada di jenazah Brigadir J.

 

Berikut ini adalah sejumlah keanehan luka Brigadir J menurut keluarga dan kuasa hukum:

 

1. Kuku Dicabut

Kamaruddin Simanjuntak selaku kuasa hukum Brigadir J menduga kuat terjadi penyiksaan terhadap Brigadir J sebelum dibunuh.

 

"Kemudian kukunya dicabut, nah kita perkirakan dia masih hidup waktu dicabut jadi ada penyiksaan," ujar Kamaruddin saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (21/7/2022).

 

2. Jeratan di Leher

Selain kuku yang dicabut, Kamaruddin turut menyoroti adanya luka bekas jeratan di bagian leher Brigadir J.

 

"Di leher ada jeratan semacam tali, itu diduga dari belakang kemudian ada sayatan, di hidung ada sayatan sampai dijahit, di bawah mata ada beberapa sayatan, kemudian di bahu ada perusakan hancur ini," ungkap Kamaruddin.

 

"Oleh karena itu saya sangat yakin betul bahwa ini adalah ulah psikopat, atau penyiksaan. Oleh karena itu kita menolak cara-cara seperti ini di negara Pancasila," imbuh Kamaruddin.

 

3. Rahang Bergeser

Sebelumnya keinginan autopsi ulang terhadap Brigadir J disuarakan oleh Roslin Simanjuntak selaku bibi Brigadir J.

 

"Tentu kita tidak terima ya karena disebut mati karena peluru. Tapi di tubuh dia (Brigadir J), ditemukan luka sayatan, pukulan benda tumpul, dan rahangnya bergeser," kata Roslin, Senin (18/7/2022).

 

"Untuk membuktikan kalau memang Yosua mati ditembak, maka perlu autopsi dan visum ulang," kata Roslin.

 

4. Luka Sayatan hingga Memar

Sebelumnya, Kamaruddin menunjukkan potret jenazah Brigadir J yang diambil diam-diam oleh pihak keluarga.

 

Ia mengatakan bahwa luka-luka yang muncul di situ terindikasi sebagai hasil tindak penganiayaan.

 

Kamaruddin meyakini bahwa Brigadir J menjadi korban dari pembunuhan berencana yang dilakukan sekelompok orang.

 

Karenanya, pada Senin (18/7/2022), ia berserta tim melaporkan dugaan tersebut serta membawa bukti berkas dan sejumlah foto ke Bareskrim Polri, Jakarta.

 

"Barang bukti berikutnya itu adalah berupa foto. Jadi foto ini (diambil-red) ketika polisi lengah, dengan alasan mau menambah formalin maka tiba-tiba para wanita saksi-saksi yang pemberani mereka buru-buru membuka bajunya kemudian memfoto dan memvideokan," ungkap Kamaruddin seperti ditayangkan kanal YouTube KOMPASTV, Senin (18/7/2022).

 

Keluarga pun menemukan sejumlah luka sayatan, luka tembak, memar dan pergeseran rahang serta luka patah di bagian jari manis Brigadir J.

 

"Ada luka di bahu, ada luka sayatan di kaki, ada luka di telinga, kemudian ada luka sayatan di belakang, kemudian ada luka di jari, kemudian membiru di kanan kiri, dan tulang rusuk," beber Kamaruddin.

 

"Kemudian ada luka menganga di bahu."

 

Ia lalu menunjukkan luka bekas peluru di bagian dada Brigadir J, dan memperlihatkan bekas jahitan panjang di dekat leher.

 

"Ada lagi ditemukan luka di bawah dagu, sama jahitan juga," tutur Kamaruddin.

 

Tak hanya itu, bagian telinga kanan korban juga dikatakan mengalami pembengkakan dengan luka bekas senjata tajam di bagian belakangnya.

 

"Kemudian ditemukan lagi luka yang sangat menganga dan masih mengeluarkan darah di bagian perut," imbuhnya.

 

Terakhir, Kamaruddin menunjukkan luka lebam yang cukup besar di daerah tulang rusuk jenazah. (tribun)



 

SANCAnews.id – Sosok yang diduga mengancam akan membunuh Brigadir J alias Nofryansah Yosua Hutabarat disebut-sebut merupakan salah satu ajudan Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo. Namun, sosok tersebut diklaim bukanlah Bharada E. Fakta baru itu diungkap pengacara keluarga Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak.

 

Terkait hal itu, Kamarrudin mengklaim telah mengantongi nama terduga pelaku teror pembunuhan terhadap Brigadir J. Sosok terduga pelaku menurutnya ada di foto Ferdy Sambo ketika berfoto bersama para ajudannya.

 

"Orang yang mengancam ini saya sudah kantongi namanya. Kalau pernah lihat sejumlah foto yang mereka foto bersama itu salah satu yang mengancam itu ada dalam foto itu. Yang jelas bukan Bharada E," kata Kamaruddin saat dihubungi, Senin (25/7/2022).

 

Ketakutan hingga  Menangis 

Kamarudin menyebut ancaman pembunuhan ini diterima Brigadir J sejak Junin 2022. Brigadir J, bahkan sempat curhat hingga menangis saking takutnya dibunuh.

 

Kamaruddin mengklaim memiliki bukti rekaman elektronik terkait adanya ancaman tersebut. Ancaman terakhir diterima Brigadir J satu hari sebelum kematiannya, yakni pada 7 Juli 2022.

 

"Ada saksi yang sangat spektakuler. Nah saksi ini menyimpan rekaman elektronik di dalam rekaman elektronik ini ada ancaman pembunuhan dari bulan Juni 2022. Ancaman pembunuhan itu terus berlanjut hingga akhir tanggal 7 Juli 2022," kata dia.

 

Menurut Kamaruddin, Brigadir J sempat menyampaikan salam perpisahan kepada orang yang menjadi tempatnya bercerita terkait adanya ancaman ini. Kamaruddin masih merahasiakan sosok teman curhat Brigadir J tersebut dengan pertimbangan faktor keselamatan.

 

"Saking takutnya almarhum ini sampai dia menangis curhat dia akan dibunuh. Dan dia sudah mengucapkan kata-kata perpisahan bahwa dia sudah yakin dia dibunuh," katanya.

 

Kamaruddin menyebut bukti rekaman elektronik ini telah disita oleh penyidik siber yang didatangkan dari Jakarta.

 

"Ancamannya adalah kata-katanya begini 'kalau dia berani naik ke atas dihabisi dia, dibunuh dia' begitu. Dia itu maksudnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat," ungkapnya.

 

"Kalau kita kaitkan dengan terjadinya kemarin pembunuhan itu kan kata Karopenmas kan di depan tangga. Berarti kalau analisanya kan dia mau naik tangga makanya dibunuh. Itu kan analisa tapi saya nggak mau dulu mengatakan itu, yang saya paparkan itu fakta faktanya dulu. Kalau fakta kan tidak pernah berubah," imbuhnya.

 

Naik Penyidikan 

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah meningkatkan status perkara kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Peningkatan status perkara dilakukan setelah penyidik mengklaim menemukan adanya unsur pidana.

 

"Iya sudah (naik penyidikan), barusan selesai gelar perkaranya," kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian saat dikonfirmasi, Jumat (22/7/2022).

 

Keluarga Brigadir J melaporkan kasus dugaan pembunuhan berencana ke Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Senin (18/7/2022). Dalam laporannya, mereka turut menyertakan barang bukti foto luka-luka sayatan, memar, hingga luka tembak pada tubuh jenazah Brigadir J.

 

Kamaruddin ketika itu menyebut laporan ini telah diterima dan teregistrasi dengan Nomor: STTL/251/VII/2022/Bareskrim Polri. Dalam laporannya mereka mempersangkakan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana Juncto Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto Pasal 351 tentang Penganiayaan hingga Menghilangkan Nyawa Seseorang.

 

"Kemudian barang bukti berikutnya itu adalah berupa foto. Jadi foto ini ketika polisi lengah dengan alasan mau menambah formalin maka tiba-tiba para wanita saksi-saksi yang pemberani mereka buru-buru membuka bajunya kemudian memfoto dan memvideokan," kata Kamaruddin di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

 

Dalam kesempatan itu, keluarga Brigadir J juga meminta tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan autopsi ulang terhadap jenazah anaknya. Sebab, mereka meragukan hasil autopsi yang sebelumnya telah dilakukan oleh penyidik.

 

Polri sendiri belakang telah menyetujui permohonan autopsi ulang. Autopsi rencananya digelar di Jambi pada (27/7/2022) lusa dengan melibatkan Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia (PKFI). (suara)



SANCAnews.id – Sebelum tewas di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.00 WIB. Brigadir Yosua atau Brigadir J yang terlibat dalam baku tembak dengan rekan kerjanya, Bharada E sempat mengirimkan pesan kepada sang kekasih.

 

Pasca kematian Brigadir J dalam insiden baku tembak, sosok wanita bernama Vera Simanjuntak yang merupakan kekasih korban menjadi sorotan.

 

Vera Simanjuntak dipanggil polisi untuk menjalankan pemeriksaan pada Minggu (24/7/2022).

 

Kekasih Brigadir J tersebut datang ke Mapolda Jambi didampingi oleh 2 kuasa hukumnya bernama Ferdi dan Ramos Hutabarat. Dalam pemeriksaan tersebut, diketahui ponsel atau HP milik Vera Simanjuntak disita polisi sebagai barang bukti.

 

Kuasa Hukum Vera Simanjuntak Ferdi mengatakan bahwa sebelum insiden tewasnya Brigadir J dalam baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, korban sempat menghubungi Vera beberapa menit sebelum insiden berdarah terjadi yakni pada Jumat (8/7/2022) pukul 16.43 WIB. Ramos mengatakan Vera dicecar 32 pertanyaan selama pemeriksaan dan hari ini hanya mendalami pertanyaan yang ditanyakan penyidik kemarin.

 

"Dalam pemeriksaan yang dilakukan selama 2 hari, penyidik menanyakan terkait percakapan terakhir mereka," kata kuasa hukum Vera, Ramos Hutabarat, usai mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan di Mapolda Jambi. Kekasih Brigadir J, Vera Simanjuntak mengungkapkan komunikasi terakhir dirinya dengan Brigadir J pada hari terakhir sebelum kekasihnya tersebut tewas tertembak.

 

Menurutnya, komunikasi dilakukan tanpa ada kejanggalan. "Sebelum kejadian itu tidak ada kejanggalan, kami berkomunikasi seperti biasa, tidak ada tanda-tanda hanya sebatas tanya-tanya kabar," ungkap Vera. Menurut sosok wanita yang akan dinikahi Brigadir J dalam beberapa bulan ke depan, sosok mantan sniper Polda Jambi itu adalah pria yang baik dan sopan.

 

Brigadir J Sempat Menangis Ketakutan Setelah Diancam Akan Dihabisi  

Kuasa Hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak membeberkan bahwa Brigadir J telah menerima ancaman sejak bulan Juni 2022 dan terulang kembali 7 Juli 2022, tepat sehari sebelum akhirnya dia dilaporkan tewas tertembak. Brigadir J juga sempat bercerita kepada orang kepercayaannya sambil menangis karena ketakutan setelah diancam akan sesuatu hal.

 

Hal ini dibuktikan dari rekaman elektronik jejak digital. ¨Satu hal yang perlu diinformasikan adalah kami sudah menemukan jejak digital dugaan pembunuhan berencana, artinya ada rekaman elektronik," ungkap Kamaruddin Simanjutak di Jambi pada Sabtu (23/7/2022).

 

Kamaruddin juga menyampaikan bahwa kemungkinan ancaman terakhir yang diterima oleh Brigadir J yakni saat korban berada di Magelang dan bertugas mengawal Irjen Ferdy Sambo. ¨Itu rekaman elektronik teknisnya akan kami ungkap nanti. Namun salah satu yang saya pastikan, itu pengancamannya di Magelang (Jawa Tengah).

 

Untuk TKP tidak tertutup kemungkinan bisa terjadi di Magelang atau antara Magelang-Jakarta atau di rumah Ferdy Sambo," pungkasnya. Kuasa hukum Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak lalu menyebutkan bahwa ancaman yang ditujukan kepada kliennya yakni ancaman akan dibunuh atau dihabisi. Hal itu, membuat Brigadir J yang merupakan seorang anggota brimob menangis.

 

Menurutnya, ketika Brigadir J menangis pertanda ada sesuatu hal yang serius.   "Di mana keterangannya itu, menjelaskan bahwa di bulan juni 2022, sebenarnya almarhum itu (Brigadir J) sudah diancam untuk dihabisi dan untuk dibunuh," sambungnya. 

 

Dalam temuan rekaman elektronik membuktikan Brigadir J menerima ancaman jika ´naik ke atas´ maka akan dihabisi. ¨Di situ juga Brigadir J diancam dan terekam juga dalam rekaman elektronik, Makna naik ke atas ini lah menjadi tugas penyidik, karena temuan itu sudah kami serahkan ke penyidik utama ke Bareskrim Polri, gunanya untuk digali dengan melibatkan cyber," ungkapnya. (tvOne)




SANCAnews.id – Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan detensikan tiga WNA yang diduga tidak menggunakan izin tinggal keimigrasian alias tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Ketiga WNA yang terdiri satu orang asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan satu orang asal Malaysia itu diketahui masuk wilayah Indonesia pada tanggal 20 Juli 2022 dengan melalui Pos Lintas Batas Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan.

 

Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan, Washington Saut Dompak mengatakan, tiga WNA tersebut mengaku memasuki Wilayah Indonesia untuk melihat proyek pembangunan jembatan antara Tawau dan Sebatik, Malaysia.

 

Mereka masuk bersama dengan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial YBY yang merupakan pimpinan perusahaan di bidang konstruksi di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia.

 

"YBY ingin meninjau kondisi geografis Sebatik, Kabupaten Nunukan dalam rangka pembangunan jembatan dan mengajak WN RRT berinisial BJ serta dua orang WN Malaysia berinisial HJK dan LBS bersamanya. Akan tetapi, alih-alih mengajukan Visa Kunjungan B211A sesuai tujuan kedatangan, BJ justru menggunakan Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK/VOA) Khusus Wisata. Sedangkan HJK dan LBS menggunakan fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) yang diperuntukkan untuk Wisata dikarenakan kedua WNA ini berkewarganegaraan Malaysia," jelas Washington saat dikonfirmasi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (25/7).

 

Lokasi yang disambangi keempat orang tersebut termasuk kawasan obyek vital yang berada di lingkungan Angkatan Laut. Oleh karena itu, Satgas Marinir yang sedang bertugas mendekati rombongan tersebut dan menanyakan identitas dan maksud serta tujuannya. Mereka kemudian diserahkan kepada petugas Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

 

"Dari hasil pemeriksaan, mereka tidak mengetahui bahwa salah satu lokasi tempat mereka berfoto adalah obyek vital, yaitu Pos Perbatasan dan Markas Marinir,” ujarnya.

 

Atas dasar Pasal 75 Ayat (1) UU 6/2011 Tentang Keimigrasian, BJ, HJK dan LBS kini ditempatkan di Ruang Detensi Imigrasi Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan selama 30 (tiga puluh) hari ke depan. Direncanakan pada Senin (25/7) akan dilaksanakan gelar perkara dengan aparat penegak hukum terkait dugaan tindak pidana keimigrasian.

 

"Ketiganya diduga melanggar Pasal 122 huruf a UU Keimigrasian, yang menyebutkan bahwa setiap Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling paling banyak Rp 500 juta,” demikian Washington. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.