Latest Post



SANCAnews.id – Sejumlah keterangan atau fakta baru soal kasus penembakan Brigadir J yang ditembak Bharada E, di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat 8 Juli 2022 lalu terungkap.

 

Fakta baru tersebut dibeberkan pengacara keluarga Brigadir J, Komarudin Simanjuntak, saat meninjau tempat pemakaman Brigadir J bersama Bareskrim Polri, dalam rangkaian rencana autopsi ulang jasad Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Sabtu, (23/7/2022) kemarin.

 

"Sebelum peristiwa pembunuhan, Brigadir J sempat mengeluh adanya ancaman pembunuhan terhadap dirinya," beber Komarudin, seperti yang dikutip tvonenews.com dari kanal YouTube tvone, Sabtu, (23/7/2022) malam. Untuk diketahui, autopsi ulang jasad Brigadir J akan dilakukan pada Rabu pekan depan.

 

Selain itu, usai penijauan dari pemakaman, Pengacara Brigadri J, Komarudin dan Penyidik dari Bareskrim Polri meninjau Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Bahar, sebagai calon tempat autopsi jasad Brigadir J.

 

Tak hanya itu saja, saat ini makam Brigadir J di Jambi, masih dijaga ketat oleh petugas hingga usai autopsi jasad Brigadir J dilaksanakan.

 

Bahkan, dari pantauan di lokasi pemakaman Birgadir J, masih ada saja warga yang ingin melihat langsung makam Brigadir J. (lawjustice)



SANCAnews.id – Kuasa hukum keluarga Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak mencurigai dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Brigadir Yosua yang sebelumnya disebutkan tewas setelah terlibat dalam insiden baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022).


Pasalnya, ditemukan sejumlah luka janggal yang membuat dugaan terjadinya penyiksaan sebelum Brigadir J tewas. Salah satunya ditemukan luka di leher jasad Brigadir J yang diduga adalah bekas jeratan sebelum korban ditembak.

 

"Kami mendapatkan lagi ada luka semacam lilitan di leher, artinya ada dugaan bahwa almarhum Brigadir J ini dijerat dari belakang," ujar Kamaruddin pada Rabu (20/7/2022). Selain itu, luka janggal lainnya juga ditemukan yakni kuku Brigadir J yang dicabut.

 

Menurut Kamaruddin Simanjuntak, hal ini semakin menguatkan dugaan pembunuhan berencana. ¨Kukunya dicabut, kita perkirakan itu dilakukan ketika dia masih hidup waktu dicabut jadi ada dugaan penyiksaan," ungkap Kamaruddin Simanjuntak di Gedung Bareskrim Polri pada Kamis (21/7/2022) saat dijumpai di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta.

 

Kuasa Hukum Brigadir J Beberkan Temuan Baru, Diduga Korban Disiksa dan Dibunuh di Lokasi Ini… Jhonson Panjaitan salah satu kuasa hukum Brigadir J, meyakini bahwa korban dibunuh saat masih berada di Magelang, Jawa Tengah.

 

Hal itu disimpulkan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pihaknya dan keluarga korban terhadap jasad Brigadir J. Hasil temuan dari pemeriksaan semakin memperkuat adanya dugaan penyiksaan sebelum Brigadir J tewas ditembak. "Kami masih berkeyakinan bahwa ini bukan cuma tembak-menembak.

 

Ini ada penganiayaan ya dan juga lokasinya juga tidak di sini (rumah Ferdy Sambo) ya," ujar Jhonson saat ditemui dalam agenda Para-Rekontruksi di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Sabtu (23/7/2022) dikutip dari VIVA.

 

Kuasa hukum Brigadir J, Jhonson Panjaitan juga mengatakan bahwa kliennya saat itu bertugas untuk mengawal Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo ke Magelang. Diduga di sanalah, Brigadir J dihabisi. "Itu kan soal ada penganiayaan dan jam jadi di BAP 10.58 WIB ya di sini permohonan itu sudah ditemukan mayat tergeletak pukul 17.00 WI.

 

Anda hitung dari sana ke sini ya kan akan tetapi kami juga bertanya-tanya apakah mendekati Magelang atau mendekati sini kan itu pertanyaan-pertanyaan, Tapi yang jauh lebih penting biarpun kayak apa pun analisis Magelang, mobil menjadi penting, buka cuma rumah ini menjadi penting," pungkas Jhonson. (tvOne)




SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti penetapan tersangka kasus dugaan percobaan pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua Hutabarat.

 

Sebelumnya, Polri diketahui telah menetapkan satu tersangka, tetapi belum merilis lengkap siapa dan perannya dalam kasus tersebut. 

 

Menurut Refly Harun, penetapan tersangka tersebut cenderung mengarah kepada anggota polisi berpangkat rendah.  "Kita belum dikasih tahu soal sosok tersangka sesungguhnya. Namun, saya rasa penetapan tersangka dimulai dari orang kecil (pangkat rendah,red) dulu," ucap Refly Harun di kanal YouTube-nya dilansir Minggu (24/7/2022). 

 

Refly Harun menjelaskan meski berawal dari pangkat terendah, pengungkapan tersangka bisa mengarah kepada sosok yang lebih tinggi.  Sebab, dia menuturkan hal itu bisa dilakukan ketika penyidik memiliki cukup bukti kuat. "Nah, kalau bicara soal tersangka lainnya, biasanya dimulai dari orang kecil dulu.

 

Jika sudah ada bukti kuat, tersangka besar bisa ditangkap," jelasnya.  Selain itu, Refly Harun mengatakan kasus Brigadir J dilaporkan terkait dugaan pembunuhan berencana sehingga pelakunya bisa lebih dari satu. 

 

Dengan demikian, dia meminta pihak kepolisian segera mengungkap kasus tewasnya Brigadir J yang telah naik ke tahap penyidikan.  "Jadi, kita lihat bagaimana profesionalitas, independensi, dan transparansi Polri dalam mengusut kasus tersebut," imbuhnya. 

 

Adapun Brigadir J alias Yosua Hutabarat diduga tewas setelah baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). (tvOne)




SANCAnews.id – Pembebasan bersyarat yang diterima Habib Rizieq Shihab (HRS) dinilai tak lepas dari tekanan pemerintah Amerika Serikat terhadap pemerintah Indonesia.

 

Demikian disampaikan Ketua Lembaga Kajian Publik Sabang Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, dalam diskusi webinar bertajuk "Pembebasan HRS dan Masa Depan Keadilan Indonesia", yang diselenggarakan Narasi Institut di Jakarta, Jumat (22/7).

 

 Syahganda mengatakan, dugaan itu bermula dari adanya rilis HAM yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat awal tahun ini, yang meliputi kasus HRS selaku pemimpin besar umat Islam sekaligus pemimpin politik untuk umat Islam.

 

"Jadi, HRS dikeluarkan guna merespons rilis Kementerian Luar Negeri AS atas persoalan HAM dan juga sangkut paut terhadap kasus penembakan laskar FPI di KM 50," jelas Syahganda.

 

Menurut mantan aktivis ITB era '80-an yang pernah dipenjara oleh rezim Soeharto dan Jokowi itu, Indonesia dalam konteks dikeluarkannya HRS memang membutuhkan dukungan Amerika dan Barat terkait bantuan pinjaman untuk melaksanakan pembangunan.

 

Khususnya bantuan dari Amerika dan Barat serta lembaga multilateral sangat terkait dengan urusan HAM.

 

"Di mana defisit anggaran pembangunan ke depan harus bisa dipastikan diperoleh melalui pinjaman bilateral ataupun multilateral, bukan lagi intervensi Bank Indonesia," tambahnya.

 

Bagi Syahganda, kebutuhan pinjaman untuk APBN nyata tak bisa dipenuhi dengan mengandalkan penghasilan pajak yang hanya 9 persen dari PDB.

 

"Terkait soal pelanggaran HAM ini juga harus selesai sebelum diselenggarakannya acara G-20, dimana pimpinan berbagai negara akan datang ke Indonesia. Tentu pemerintah Indonesia akan sangat malu dengan pelanggaran HAM, seperti pemenjaraan HRS, bila melakukan hajatan internasional," jelas Syahganda.

 

Tak hanya itu, Syahganda juga meminta agar Jokowi melakukan rekonsiliasi nasional dalam rangka bahu-membahu membangun Indonesia ditengah situasi krisis saat ini.

 

Namun demikian, Syahganda menyarankan Jokowi menunjukkan sikap menghormati HRS lebih dulu.

 

Di bagian lain, Syahganda mengharapkan Megawati dan HRS membangun komunikasi yang baik sebagai simbolisasi dari dialektika jalan pikiran Bung Karno.

 

"Sehingga Islamisme dan sosialisme/marhaenisme mampu bersinergi," tegas Syahganda, mengakhiri.

 

Selain Syahganda, dalam webinar ini juga tampil sebagai pembicara Gurubesar IPB Prof Dr Didin S Damanhuri, pengamat ekonomi M Fadhil Hasan, Fahri Hamzah, serta pengacara HRS Azis Yanuar. (rmol)

 


 

SANCAnews.id – Penyidikan kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat masih terus bergulir. Tim Khusus Polri telah menyita dan sedang memeriksa DNA pada baju Brigadir J yang ia pakai terakhir kali.

 

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pakaian yang dikenakan Brigadir J di saat-saat terakhirnya tersebut saat ini berada di laboratorium forensik.

 

"Semua pakaian sudah disita dan sudah diperiksa oleh laboratorium forensik DNA-nya ," ujar Dedi, Jumat (23/7/2022) malam. Selain baju, Dedi mengatakan tim penyidik juga telah mendapatkan beberapa bukti lain dan sudah diperiksa pula oleh laboratorium forensik.

 

"Semua sudah diperiksa terkait barang bukti peristiwa pidana ini semua sudah didalami oleh laboratorium forensik," lanjutnya.

 

Lebih lanjut, Dedi mengatakan penggalian makam atau ekshumasi jasad Brigadir J untuk autopsi ulang, akan dilakukan pada pekan depan. Namun, ia belum memberi tahu kapan jadwal penggalian makam itu.

 

"Secepatnya, karena kita berkejaran dengan waktu. Semakin cepat semakin baik karena kalau misalnya agak lama, proses pembusukan juga akan semakin rusak. Kalau (jasad) semakin rusak maka nanti dari dokter akan mengalami kendala," tegasnya. (tvOne)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.