Latest Post



SANCAnews.id – Usai dilakukan pemeriksaan intensif selama 24 jam sejak Kamis (21/7/2022) malam di Polresta Serang Kota, penyidik Satreskrim Polresta Serang Kota batal menahan artis Nikita Mirzani (NM).

 

“NM harus mendampingi tiga orang anaknya maka penyidik Satreskrim Polresta Serang Kota mengakomodir permohonan untuk NM tidak dilakukan penahanan. Maka malam ini terhadap tersangka NM dipersilakan untuk kembali ke rumah dan meninggalkan ruangan penyidikan,” ujar Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Shinto Silitonga kepada awak media di Polresta Serang Kota pada Jumat (22/7/2022).

 

Kendati demikian sesuai dengan SOP yang ada, Nikita yang masih berstatus tersangka itu tetap diwajibkan untuk melapor secara rutin yakni satu minggu sekali kepada penyidik Satreskrim Polresta Serang Kota.

 

“Namun demikian konteksnya sesuai dengan SOP dari penyidikan terhadap status tersangka maka NM diikuti untuk wajib lapor secara rutin. Wajib lapor satu minggu satu kali dan itu juga sudah kami sampaikan kepada pengacara dan NM, beliau menyanggupi bisa menginformasikan itu,” kata Shinto.

 

Shinto menyebutkan selama diperiksa oleh penyidik, Nikita sangat kooperatif dengan menyerahkan alat bukti berupa 1 unit handphone merek iPhone 12 warna biru dan akun media sosial Instagram yang dikelola oleh dirinya.

 

“Sejak masa penangkapan 24 jam kemajuan penyitaan alat bukti pada masa penangkapan telah dilakukan pernyataan satu unit handphone jenis iPhone 12 warna biru dari NM kemudian juga terhadap akun media sosial Instagram yang dioperasionalkan oleh tersangka, ini beliau sangat kooperatif supaya bisa menyampaikan kepada penyidik alat bukti yang diperlukan,” papar Shinto. (in.id)




SANCAnews.id – Kepolisian berhenti menindaklanjuti laporan Roy Suryo terhadap tiga akun Twitter yang diduga pertama kali mengunggah meme patung Buddha di Candi Borobudur berwajah mirip Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

 

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan laporan yang dibuat Roy Suryo itu tidak memenuhi unsur pidana. Selain itu, Roy sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik dalam kasus itu.

 

"Yang memenuhi unsur pidana adalah saudara Roy Suryo sebagai terlapor, makanya ini yang naik sidik. Yang laporan dia tidak memenuhi unsur pidana," kata Zulpan di kantornya, Jakarta, Jumat, 22 Juli 2022.

 

Meski begitu, Zulpan belum merinci alasan penyidik menetapkan Roy Suryo sebagai tersangka. Ia pun enggan mengungkapkan apakah Roy Suryo ikut membuat meme itu atau sekadar mengirimkan ulang. Namun, kata dia, kiriman Roy Suryo lah yang membuat meme itu viral.

 

"Tentunya postingannya ini yang membuat viral, kemudian juga yang dilaporkan oleh para pelapor itu adalah postingan Roy Suryo. Itu, kan, pengakuan Roy Suryo bahwa dia mendapatkan dari orang lain," kata Zulpan.

 

Dalam kasus ini polisi menjerat Roy Suryo dengan pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE atau pasal ujaran kebencian, serta pasal 156 a KUHP alias pasal penistaan agama dan pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. "Saat ini Roy sampai saya menyampaikan informasi ini masih menjalani pemeriksaan terkait kasusnya sebagai tersangka tersebut," kata Zulpan

 

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan polisi pada 20 Juni 2022 yang dibuat oleh Kurniawan Santoso, sebagai perwakilan umat Buddha, dengan terlapor Roy Suryo sebagai pemilik akun twitter yang menggunggah meme itu, yakni @KRMTRoySuryo2.

 

Laporan meme patung Buddha Candi Borobudur juga dilaporkan ke Bareskrim Polri pada 20 Juni 2022 oleh Ketua Umum Dharmapala Nusantara, Kevin Wu, dan telah dilimpahkan oleh tim penyidik Bareskrim Polri ke Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.

 

Sementara itu, laporan polisi bernomor LP/B/2970/VI/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA yang dibuat pihak Roy dilaporkan oleh kuasa hukumnya, yakni Pitra Romadoni pada Kamis, 16 Juni 2022. Roy hanya sebagai saksi bersama Georgian Obertha karena dia merasa tidak punya legal standing.

 

Dalam laporan ini, Roy melaporkan tiga akun twitter yang dianggapnya membuat atau mengunggah pertama kali meme Patung Buddha Candi Borobudur yang diubah wajahnya seperti wajah Presiden Joko Widodo. 3 akun itu adalah @IrutPagut, @NewOpang, dan @fly_free_DY. (tmp)




SANCAnews.id – Media asing turut memberitakan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.

 

Dikutip dari Kompas.com, ada tiga media asing yang memberitakan kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

 

Tiga media asing itu memberitakan kasus polisi tembak polisi ini, yaitu The Straits Times, Channel News Asia, dan The Star.

 

Untuk diketahui, The Straits Times dan Channel News Asia berbasis di Singapura, sedangkan The Star adalah media Malaysia.

 

The Straits Times memuat dua berita tentang kasus polisi tembak polisi ini, yang semuanya ditulis oleh koresponden Indonesia, Wahyudi Soeriaatmadja.

 

Berita pertama berjudul Bodyguard's death: Indonesian police general suspended ditayangkan pada 18 Juli 2022, menyoroti Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Inspektur Jenderal atau Irjen Ferdy Sambo dinonaktifkan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo.

 

Berita Ferdy Sambo dinonaktifkan juga ditulis oleh media Malaysia The Star pada Rabu (20/7/2022) dengan judul Police chief suspended over alleged fatal shootout.

 

"Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan penonaktifkan Ferdy pada Senin (18/7/2022), dan wakilnya Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono untuk sementara menduduki jabatan tersebut," tulis The Star.

 

The Straits Times lebih lanjut mengungkap kronologi kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J atau Nopryansyah Yosua Hutabarat (27).

 

Tangkapan layar judul berita kasus polisi tembak polisi melibatkan Brigadir J dan Bharada E di Indonesia yang diberitakan media Singapura The Straits Times, Senin (18/7/2022). Foto yang dipasang adalah Irjen Ferdy Sambo, atasan Brigadir J dan Bharada E.

 

Dilaporkan bahwa Brigadir J yang bertugas sebagai pengawal keluarga Ferdy Sambo (49) mengantar atasannya tersebut dan istrinya yaitu Putri Candrawathi dari Magelang ke rumah dinas di Jakarta pada 8 Juli.

 

Brigadir J kemudian disebut masuk ke kamar tidur di lantai satu beberapa saat kemudian ketika Putri Candrawathi yang berusia 40-an tahun sedang beristirahat, dan diduga melakukan pelecehan seksual terhadapnya.

 

Irjen Ferdy Sambo tidak berada di rumah saat itu.

 

Putri Candrawathi lalu diduga berteriak dan pengawal Ferdy Sambo lainnya yang disebut dengan inisial Bharada E terlibat penembakan.

 

Brigadir J disebut melepaskan tembakan pertama.

 

"Polisi baru mengungkap kejadian itu (polisi tembak polisi) tiga hari kemudian, hal yang dianggap tidak wajar oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, karena polisi Indonesia biasanya mengumumkan insiden penting dalam sehari," tulis The Straits Times.

 

Berita The Straits Times kedua berjudul Indonesian police open to exhuming body in alleged affair case tayang pada 20 Juli 2022 dari koresponden yang sama.

 

Dikatakan bahwa polisi Indonesia bersedia membuka jenazah Brigadir J jika keluarga korban meminta otopsi kedua.

 

"Polisi akan menyampaikan hasil otopsi pertama, sesuai prosedur normal, dan jika keluarga tidak puas, otopsi kedua yang melibatkan pihak ketiga independen dapat dilakukan," tulis Straits Times mengutip Kadiv Humas Polri Dedi Prasetyo yang berbicara kepada wartawan pada Selasa (19/7/2022) malam.

 

Media yang didirikan pada 15 Juli 1845 itu juga mengutip perkataan pengacara keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak, yang menyebutkan bahwa kronologi kejadian versi polisi tidak jelas.

 

Kamarudin mempertanyakan, mengapa Bharada E tidak mengalami luka padahal Brigadir J yang merupakan penembak jitu menembak lebih dulu.

 

"Dia (pengacara) menunjukkan Nopryansyah melepaskan tujuh tembakan dan tidak ada satupun yang mengenai E. Orang yang disebut terakhir (Bharada E) melepaskan lima tembakan, empat di antaranya mengenai Nopryansyah dan ada tujuh luka tembak di tubuhnya," tulis Straits Times mengutip Kamarudin.

 

Pengacara juga mempertanyakan, mengapa polisi hanya mengakui luka tembak pada Brigadir J, sementara menurut Kamarudin di foto tubuh korban menunjukkan memar, serta dislokasi bahu dan rahang kanan.

 

The Star mewartakan, Polri berulang kali menyatakan bahwa Bharada E bertindak untuk membela diri ketika menembak Brigadir J yang pangkatnya lebih tinggi.

 

"Namun, keluarga Yosua (Brigadir J) mengajukan laporan yang menuduh E melakukan pembunuhan berencana, dengan alasan perbedaan antara informasi polisi tentang kematiannya dan luka-luka yang ditemukan di tubuhnya," lanjut media yang versi korannya terbit sejak 9 September 1971 tersebut.

 

Kriminolog Muhammad Mustofa dari Universitas Indonesia mengatakan kepada The Straits Times, penyelidikan forensik dan balistik perlu dilakukan oleh pihak di luar kepolisian untuk memastikan netralitas, dan menepis keraguan yang berkembang tentang validitas penyelidikan.

 

"Dilihat dari banyaknya luka itu--jika klaim luka itu benar--siapa pun yang melakukannya memiliki amarah sangat besar terhadap korban. Dia tidak hanya bermaksud membunuh," jelas Mustofa.

 

Channel News Asia Soroti CCTV di Rumah Ferdy Sambo Rusak


Sementara itu, media Singapura lainnya yaitu Channel News Asia atau CNA menyoroti CCTV di rumah Ferdy Sambo yang rusak, padahal jika berfungsi bisa digunakan untuk menangkap rekaman insiden tersebut.

 

"Media Indonesia melaporkan bahwa tidak ada tetangga Sambo yang ingat pernah mendengar baku tembak atau melihat ambulans tiba di tempat kejadian," tulis CNA di artikel berjudul Indonesia police general suspended after bodyguard found dead with multiple gunshot wounds, Selasa (19/7/2022).

 

"Keadaan seputar kematian Hutabarat (Brigadir J) menyebabkan spekulasi oleh kantor berita lokal bahwa polisi yang tewas itu berselingkuh dengan istri Sambo dan akibatnya disiksa dan dibunuh. Polres Jakarta Selatan menolak berkomentar saat ditanya soal teori tersebut pekan lalu," lanjut CNA.

 

Kronologi kasus polisi tembak polisi ini juga diberitakan Channel News Asia, sama seperti The Straits Times dan The Star. (*)



 

SANCAnews.id – Setelah dicopotnya Brigjen Hendra Kurniawan, sebagai Kapolres Jakarta Selatan di tengah kasus tewasnya Brigadir J, kini nama Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran jadi sorotan.

 

Komentar datang dari pengamat hukum dan politik Mujahid 212 Damai Hari Lubis. Damai mendorong Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mencopot Irjen Pol Fadil Imran selaku Kapolda Metro Jaya untuk kasus baku tembah di rumah Irjen Ferdy Sambo.

 

Damai menilai hubungan dekat Fadil dengan Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo berpotensi timbulkan intervensi dalam penyidikan kasus tembak menembak polisi yang menewaskan Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

 

Dia memandang kedekatan Fadil dengan Ferdy tergambar dari video yang menampilkan keduanya berpelukan. Terlebih, video itu seolah sengaja dipublikasikan.

 

"Di dalam video tampak jelas mereka menggunakan seragam Polri dan berada di ruangan atau rumah Lembaga Kepolisian/institusi Polri, sambil keduanya digambarkan saling berpelukan dan dalam suasana kesedihan," tutur Damai dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/7).

 

Meski Fadil sempat mengklarifikasi bahwa pelukan itu sebagai bentuk dukungan terhadap Ferdy. Namun, Damai menilai klarifikasi yang disampaikan Fadil sukar diterima publik.

 

"Apa iya suasana formil dan atau sekalipun sekedar persahabatan jika dihubungkan dengan pernyataan Kapolda Metro Fadil Imran yang seperti disampaikannya tersebut, dapat dipercaya secara emosional (psikologis) terkait asas proporsionalitas serta asas objektivitas oleh publik," tutur mantan kuasa hukum Habib Rizieq Shihab ini.

 

Damai melanjutkan, penyidik Polda Metro Jaya dalam garis hierarkis harus setia kepada Kapolda dan berkewajiban mematuhi perintahnya. Atas dasar ini, amat meragukan untuk mencegah terjadinya intervensi atau diskriminasi dalam kasus itu.

 

"Maka temuan hasil klarifikasi atau investigasi dan interogasi para penyidik Polda Metro Jaya dapat diragukan untuk dapat menghasilkan penyelidikan dan penyidikan secara proporsional dan objektif dan akuntabel di mata keluarga korban," katanya.

 

"Selain itu juga di mata masyarakat pemerhati penegakan hukum, dan masyarakat pada umumnya yang mencari kepastian hukum serta haus akan rasa keadilan," tambahnya.

 

Maka dari itu, Damai memandang perlu pencopotan Fadil sebagai Kapolda dilakukan demi mendapat kepastian hukum dan mendapatkan keadilan.

 

Hal ini mengingat Polri memiliki slogan akan bekerja dan berindak secara Promoter (profesional modern dan terpercaya) dan Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan).

 

"Maka Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mengimplementasikannya dengan sebuah kebijakan dan putusan segera menggeser dan mencari pengganti dari Irjen Fadil Imran dari kedudukannya sebagai Kapolda Metro Jaya," pungkasnya. (rmol)




SANCAnews.id – Kasus penembakan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J berbuntut panjang. Salah satunya adalah desakan untuk menonaktifkan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.

 

Jika Kapolda Metro Jaya terbukti menghalangi penyidikan kasus penembakan Brigadir J, maka layak untuk dinonaktifkan agar proses pengusutan kasus ini objektif, transparan dan akuntabel.

 

“Kalau terbukti ikut menghalangi penyidikan atau merekayasa ya ada baiknya juga (dinonaktifkan)," tegas Pengacara Keluarga Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak kepada wartawan, Jumat (22/7).

 

Kamaruddin berharap, Fadil tidak melakukan upaya menghalangi penyidikan. Karena bagi dia, siapapun polisi yang melakukan itu, terlepas dari jabatannya dan tanpa pandang bulu, harus dinonaktifkan.

 

“Iya, betul (siapapun yang menghalangi penyidikan),” tegas Kamaruddin.

 

Senada dengan itu, Politisi Senior Arief Poyuono juga menilai Kapolda Metro Jaya layak dinonaktifkan agar pengusutan kasus penembakan Brigadir J.

 

Pasalnya, Fadil terlihat berpelukan erat dengan Kadiv Propam Polri nonaktif Ferdy Sambo seperti film teletubies usai insiden penembakan Brigadir J.

 

“Kadiv Propam (Irjen Ferdy Sambo), Kepala Biro Pengamanan Internal (Paminal) (Brigjen Pol Hendra Kurniawan) dan Kapolres Jakarta Selatan (Kombes Pol Budhi Herdi Susianto) di-nonaktifkan dalam peristiwa tewasnya Brigadir J, lalu bagaimana dengan Kapolda Metro Jaya yang berpelukan dengan Ferdy Sambo kayak film teletubies?” ujar Arief kepada wartawan, Jumat (22/7).

 

“Apa iya Beliau (Fadil) saat pengaturan rekayasa peristiwa pembunuhan Brigadir J tidak tahu ya dan tidak turut dilaporkan oleh Kapolres Jaksel ya,” imbuhnya.

 

Namun, untuk memastikan hal tersebut, kata Arief, Fadil sedianya dinonaktifkan sementara dari jabatan Kapolda Metro Jaya. Apalagi, kata dia, Polda Metro Jaya juga terlibat dalam proses penyidikan kasus ini.

 

“Kalau mau fair sih dan penyelidikan peristiwa tewas Brigadir J lebih independen, seperti Kapolda Metro Jaya dinonaktifkan,” pungkas Arief.

 

Desakan menonaktifkan bahkan mencopot Irjen Fadil Imran dari jabatannya sebagai Kapolda Metro Jaya terkait kasus Brigadir J juga menggema di media sosial.

 

Tagar #CopotJugaFadil menjadi treding topic di twitter hari ini. Hingga Jumat (22/7), tagar #CopotJugaFadil bertengger di urutan kedua trending topic dan ditwit oleh 14.800 netizen. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.