SANCAnews.id – Media asing turut memberitakan
kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah
dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren
Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
Dikutip dari Kompas.com, ada tiga media asing yang
memberitakan kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Tiga media asing itu memberitakan kasus polisi tembak polisi
ini, yaitu The Straits Times, Channel News Asia, dan The Star.
Untuk diketahui, The Straits Times dan Channel News Asia
berbasis di Singapura, sedangkan The Star adalah media Malaysia.
The Straits Times memuat dua berita tentang kasus polisi
tembak polisi ini, yang semuanya ditulis oleh koresponden Indonesia, Wahyudi
Soeriaatmadja.
Berita pertama berjudul Bodyguard's death: Indonesian police
general suspended ditayangkan pada 18 Juli 2022, menyoroti Kepala Divisi
Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Inspektur Jenderal atau Irjen Ferdy
Sambo dinonaktifkan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Berita Ferdy Sambo dinonaktifkan juga ditulis oleh media
Malaysia The Star pada Rabu (20/7/2022) dengan judul Police chief suspended
over alleged fatal shootout.
"Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan
penonaktifkan Ferdy pada Senin (18/7/2022), dan wakilnya Komisaris Jenderal
Gatot Eddy Pramono untuk sementara menduduki jabatan tersebut," tulis The
Star.
The Straits Times lebih lanjut mengungkap kronologi kasus
polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J atau Nopryansyah Yosua
Hutabarat (27).
Tangkapan layar judul berita kasus polisi tembak polisi
melibatkan Brigadir J dan Bharada E di Indonesia yang diberitakan media
Singapura The Straits Times, Senin (18/7/2022). Foto yang dipasang adalah Irjen
Ferdy Sambo, atasan Brigadir J dan Bharada E.
Dilaporkan bahwa Brigadir J yang bertugas sebagai pengawal
keluarga Ferdy Sambo (49) mengantar atasannya tersebut dan istrinya yaitu Putri
Candrawathi dari Magelang ke rumah dinas di Jakarta pada 8 Juli.
Brigadir J kemudian disebut masuk ke kamar tidur di lantai
satu beberapa saat kemudian ketika Putri Candrawathi yang berusia 40-an tahun
sedang beristirahat, dan diduga melakukan pelecehan seksual terhadapnya.
Irjen Ferdy Sambo tidak berada di rumah saat itu.
Putri Candrawathi lalu diduga berteriak dan pengawal Ferdy
Sambo lainnya yang disebut dengan inisial Bharada E terlibat penembakan.
Brigadir J disebut melepaskan tembakan pertama.
"Polisi baru mengungkap kejadian itu (polisi tembak
polisi) tiga hari kemudian, hal yang dianggap tidak wajar oleh Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, karena polisi Indonesia
biasanya mengumumkan insiden penting dalam sehari," tulis The Straits
Times.
Berita The Straits Times kedua berjudul Indonesian police
open to exhuming body in alleged affair case tayang pada 20 Juli 2022 dari
koresponden yang sama.
Dikatakan bahwa polisi Indonesia bersedia membuka jenazah
Brigadir J jika keluarga korban meminta otopsi kedua.
"Polisi akan menyampaikan hasil otopsi pertama, sesuai
prosedur normal, dan jika keluarga tidak puas, otopsi kedua yang melibatkan
pihak ketiga independen dapat dilakukan," tulis Straits Times mengutip
Kadiv Humas Polri Dedi Prasetyo yang berbicara kepada wartawan pada Selasa
(19/7/2022) malam.
Media yang didirikan pada 15 Juli 1845 itu juga mengutip
perkataan pengacara keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak, yang
menyebutkan bahwa kronologi kejadian versi polisi tidak jelas.
Kamarudin mempertanyakan, mengapa Bharada E tidak mengalami
luka padahal Brigadir J yang merupakan penembak jitu menembak lebih dulu.
"Dia (pengacara) menunjukkan Nopryansyah melepaskan
tujuh tembakan dan tidak ada satupun yang mengenai E. Orang yang disebut
terakhir (Bharada E) melepaskan lima tembakan, empat di antaranya mengenai
Nopryansyah dan ada tujuh luka tembak di tubuhnya," tulis Straits Times
mengutip Kamarudin.
Pengacara juga mempertanyakan, mengapa polisi hanya mengakui
luka tembak pada Brigadir J, sementara menurut Kamarudin di foto tubuh korban
menunjukkan memar, serta dislokasi bahu dan rahang kanan.
The Star mewartakan, Polri berulang kali menyatakan bahwa
Bharada E bertindak untuk membela diri ketika menembak Brigadir J yang
pangkatnya lebih tinggi.
"Namun, keluarga Yosua (Brigadir J) mengajukan laporan
yang menuduh E melakukan pembunuhan berencana, dengan alasan perbedaan antara
informasi polisi tentang kematiannya dan luka-luka yang ditemukan di
tubuhnya," lanjut media yang versi korannya terbit sejak 9 September 1971
tersebut.
Kriminolog Muhammad Mustofa dari Universitas Indonesia
mengatakan kepada The Straits Times, penyelidikan forensik dan balistik perlu
dilakukan oleh pihak di luar kepolisian untuk memastikan netralitas, dan
menepis keraguan yang berkembang tentang validitas penyelidikan.
"Dilihat dari banyaknya luka itu--jika klaim luka itu
benar--siapa pun yang melakukannya memiliki amarah sangat besar terhadap
korban. Dia tidak hanya bermaksud membunuh," jelas Mustofa.
Channel News Asia Soroti CCTV di Rumah Ferdy Sambo Rusak
Sementara itu, media Singapura lainnya yaitu Channel News
Asia atau CNA menyoroti CCTV di rumah Ferdy Sambo yang rusak, padahal jika
berfungsi bisa digunakan untuk menangkap rekaman insiden tersebut.
"Media Indonesia melaporkan bahwa tidak ada tetangga
Sambo yang ingat pernah mendengar baku tembak atau melihat ambulans tiba di
tempat kejadian," tulis CNA di artikel berjudul Indonesia police general
suspended after bodyguard found dead with multiple gunshot wounds, Selasa
(19/7/2022).
"Keadaan seputar kematian Hutabarat (Brigadir J)
menyebabkan spekulasi oleh kantor berita lokal bahwa polisi yang tewas itu
berselingkuh dengan istri Sambo dan akibatnya disiksa dan dibunuh. Polres
Jakarta Selatan menolak berkomentar saat ditanya soal teori tersebut pekan
lalu," lanjut CNA.
Kronologi kasus polisi tembak polisi ini juga diberitakan
Channel News Asia, sama seperti The Straits Times dan The Star. (*)