Latest Post



SANCAnews.id – Penceramah kondang Habib Rizieq Shihab menilai Indonesia sedang dalam kondisi darurat. Pernyataan itu dia urai usai dirinya bebas bersyarat pada hari ini, Rabu (20/7).

 

Adapun kedaruratan yang dimaksud Habib Rizieq adalah kebohongan yang telah membudaya serta maraknya praktik korupsi.

 

"Kebohongan sudah membudaya dan negeri kita lagi darurat kebohongan. Karena itu, yang saya ingin sampaikan di sini, saudara apa itu darurat kebohongan, apa itu darurat korupsi, apa itu darurat kezaliman, apa itu darurat utang, apa itu darurat ekonomi, dan lain sebagainya," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube Islamic Brotherhood Television.

 

Habib Rizieq menegaskan bahwa dirinya akan konsisten menggaungkan semangat revolusi akhlak untuk membenahi persoalan dalam negeri. Menurutnya, jika akhlak manusia baik, maka tidak akan korupsi, zalim dan menyusahkan orang lain.

 

"Maka kuncinya, yuk sama-sama kita obati semua itu dengan revolusi akhlak,” tegasnya.

 

Habib Rizieq Shihab dinyatakan bebas bersyarat usai menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Lembaga Permasyarakatan (LP) Cipinang sejak 12 Desember 2020. (rmol)



SANCAnews.id – Pembebasan bersyarat Habib Rizieq Shihab yang keluar dari Rutan Bareskrim cabang Cipinang hari ini bukan hadiah atau pemberian dari partai politik.

 

Hal tersebut ditegaskan Habib Rizieq Shihab saat menggelar konferensi pers di Petamburan, Jakarta Barat, Rabu (20/7).

 

"Pembebasan bersyarat saya bukan pemberian partai politik, bukan pejabat, bukan pemberian kekuasaan. Tapi ini merupakan satu proses hukum yang nanti dijelaskan oleh para pengacara saya," kata Habib Rizieq Shihab.

 

Didampingi kuasa hukum dan jemaahnya, Habib Rizieq menggarisbawahi bahwa pembebasannya murni karena usaha dari pihak keluarga.

 

"Yang memberikan jaminan adalah istri saya tercinta, Assyarifah Fadlun binti Fadil bin Usman bin Yahya," imbuhnya menegaskan. (rmol)



SANCAnews.id – Pengacara keluarga Brigadir J atau Nofrinsyah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak, mengungkap temuan baru terkait adanya dugaan pembunuhan berencana terhadap kliennya yang tewas pada Jumat, 8 Juli 2022. Menurut dia, leher Brigadir J diduga sempat dijerat dari belakang.


Makin Dapat Bukti-bukti

“Kami semakin mendapatkan bukti-bukti lain, bahwa ternyata almarhum Brigadir Yosua ini sebelum ditembak, kami mendapat lagi luka semacam lilitan di leher. Artinya, ada dugaan bahwa almarhum Brigadir ini dijerat dari belakang,” kata Kamaruddin di Gedung Bareskrim pada Rabu, 20 Juli 2022.



Foto-foto Bekas Dugaan Luka Lilitan

Lalu, Kamaruddin memperlihatkan foto-foto bekas dugaan luka lilitan yang ada di leher Brigadir J. Menurutnya, ada semacam goresan yang keliling di leher kanan ke kiri seperti ditarik pakai tali dari belakang dan meninggalkan luka memar.

 

“Oleh karena itu, kami semakin yakin bahwa memang pelaku dugaan tindak pidana ini adalah terencana oleh orang-orang tertentu, dan tidak mungkin satu orang karena ada orang berperan pegang pistol, ada yang menjerat leher, ada yang menggunakan senjata tajam dan sebagainya,” ujarnya.

 

Jika perkelahian satu lawan satu atau tembak-menembak, kata dia, maka tidak mungkin ada jerat tali di leher.

 

“Jadi ada bukti bahwa kami baru dapat kemarin, karena setiap hari berkembang buktinya. Leher ini ada robek ke sini, kita tidak tahu robekan apa ini dan dijahit ya tapi ini ada melingkar dari sini ke sini,” kata dia. (viva)




SANCAnews.id – Pihak keluarga Yoshua Hutabarat atau Brigadir J mengungkap fakta tentang Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan sebagai sosok yang melarang keluarga membuka peti jenazah.

 

Kuasa Hukum keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan mengatakan pihak keluarga meminta Brigjen Hendra dicopot jabatannya seperti Kadiv Propam Irjem Pol Ferdy Sambo.

 

"Karo Paminal itu harus diganti karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk membuka peti mayat," kata Johnson kepada awak media Selasa (19/7/2022). Ia juga mengatakan bahwa tindaka Brigjen Hendra dinilai melanggar prinsip keadilan untuk keluarga Brigadir J dan melanggar hukum adat.

 

"Jadi selain melanggar asas keadilan juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat yang sangat diyakni oleh keluarga korban. Menurut saya itu harus dilakukan," lanjutnya.

 

Tak hanya itu, kuasa hukum Brigadir J juga menilai bahwa perilaku Brigjen Hendra tidak sopan kepada keluarga mendiang dengan melakukan intimidasi dan memojokan.

 

"Terkesan intimidasi keluarga almarhum dan memojokkan keluarga sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang HP, masuk ke rumah tanpa izin langsung menutup pintu dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat," jelasnya.

 

Selaku kuasa huku, ia menyayangkan tindakan Brigjen Hendra kepada keluarga Brigadir J. "Apalagi beliau Karo Paminal harusnya membina mental Polri, tetapi ini justru mengintimidasi orang yang sedang berduka," tutupnya. (tvOne)




SANCAnews.id – Keluarga Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat mendorong Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto. Keduanya dianggap melakukan tindakan tak sesuai prosedur.

 

Untuk Karo Paminal dianggap melanggar asas keadilan. Dia disebut melarang keluarga untuk membuka peti jenazah Brigadir J.

 

"Karo Paminal itu harus diganti karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk (melarang, red) membuka peti mayat," ujar kuasa hukum keluarga Brigadir J, Johnson Pandjaitan saat dikonfirmasi, Selasa, 19 Juli.

 

Kemudian, Kapolres Metro Jakarta Selatan juga diminta agar dicopot dari jabatannya. Alasannya dia memimpin proses penyelidikan.

 

Menambahkan, pengacara keluarga Brigadir J lainnya, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan Kombes Budhi Herdi Susianto dianggap bekerja tidak sesuai prosedur untuk mengungkap insiden berdarah ini.

 

Bentuk pelanggaran yang dimaksud antara lain belum ada penetapan tersangka. Lalu, proses olah TKP yang tidak melibatkan inafis, dan tidak memasang police line.

 

"Terkesan dia ikut merekayasa cerita-cerita (kronologi, red) yang berkembang itu," kata Kamaruddin.

 

Sebelumnya, keluarga menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Irjen Fery Sambo masih belum cukup. Bahkan, pimpinan Korps Bhayangkara itu juga menonaktifkan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto dan Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan

 

"Bagi kami tidak cukup harusnya tindakan yang sama juga dilakukan terhadap Kapolres dan Karo Paminal secepatnya demi fearness (keadilan, red), kelancaran dan keterbukaan penanganan kasus ini," kata Johnson. (voi)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.