Latest Post



SANCAnews.id – Pengacara keluarga Brigadir J atau Nofrinsyah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak, mengungkap temuan baru terkait adanya dugaan pembunuhan berencana terhadap kliennya yang tewas pada Jumat, 8 Juli 2022. Menurut dia, leher Brigadir J diduga sempat dijerat dari belakang.


Makin Dapat Bukti-bukti

“Kami semakin mendapatkan bukti-bukti lain, bahwa ternyata almarhum Brigadir Yosua ini sebelum ditembak, kami mendapat lagi luka semacam lilitan di leher. Artinya, ada dugaan bahwa almarhum Brigadir ini dijerat dari belakang,” kata Kamaruddin di Gedung Bareskrim pada Rabu, 20 Juli 2022.



Foto-foto Bekas Dugaan Luka Lilitan

Lalu, Kamaruddin memperlihatkan foto-foto bekas dugaan luka lilitan yang ada di leher Brigadir J. Menurutnya, ada semacam goresan yang keliling di leher kanan ke kiri seperti ditarik pakai tali dari belakang dan meninggalkan luka memar.

 

“Oleh karena itu, kami semakin yakin bahwa memang pelaku dugaan tindak pidana ini adalah terencana oleh orang-orang tertentu, dan tidak mungkin satu orang karena ada orang berperan pegang pistol, ada yang menjerat leher, ada yang menggunakan senjata tajam dan sebagainya,” ujarnya.

 

Jika perkelahian satu lawan satu atau tembak-menembak, kata dia, maka tidak mungkin ada jerat tali di leher.

 

“Jadi ada bukti bahwa kami baru dapat kemarin, karena setiap hari berkembang buktinya. Leher ini ada robek ke sini, kita tidak tahu robekan apa ini dan dijahit ya tapi ini ada melingkar dari sini ke sini,” kata dia. (viva)




SANCAnews.id – Pihak keluarga Yoshua Hutabarat atau Brigadir J mengungkap fakta tentang Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan sebagai sosok yang melarang keluarga membuka peti jenazah.

 

Kuasa Hukum keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan mengatakan pihak keluarga meminta Brigjen Hendra dicopot jabatannya seperti Kadiv Propam Irjem Pol Ferdy Sambo.

 

"Karo Paminal itu harus diganti karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk membuka peti mayat," kata Johnson kepada awak media Selasa (19/7/2022). Ia juga mengatakan bahwa tindaka Brigjen Hendra dinilai melanggar prinsip keadilan untuk keluarga Brigadir J dan melanggar hukum adat.

 

"Jadi selain melanggar asas keadilan juga melanggar prinsip-prinsip hukum adat yang sangat diyakni oleh keluarga korban. Menurut saya itu harus dilakukan," lanjutnya.

 

Tak hanya itu, kuasa hukum Brigadir J juga menilai bahwa perilaku Brigjen Hendra tidak sopan kepada keluarga mendiang dengan melakukan intimidasi dan memojokan.

 

"Terkesan intimidasi keluarga almarhum dan memojokkan keluarga sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang HP, masuk ke rumah tanpa izin langsung menutup pintu dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat," jelasnya.

 

Selaku kuasa huku, ia menyayangkan tindakan Brigjen Hendra kepada keluarga Brigadir J. "Apalagi beliau Karo Paminal harusnya membina mental Polri, tetapi ini justru mengintimidasi orang yang sedang berduka," tutupnya. (tvOne)




SANCAnews.id – Keluarga Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat mendorong Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto. Keduanya dianggap melakukan tindakan tak sesuai prosedur.

 

Untuk Karo Paminal dianggap melanggar asas keadilan. Dia disebut melarang keluarga untuk membuka peti jenazah Brigadir J.

 

"Karo Paminal itu harus diganti karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk (melarang, red) membuka peti mayat," ujar kuasa hukum keluarga Brigadir J, Johnson Pandjaitan saat dikonfirmasi, Selasa, 19 Juli.

 

Kemudian, Kapolres Metro Jakarta Selatan juga diminta agar dicopot dari jabatannya. Alasannya dia memimpin proses penyelidikan.

 

Menambahkan, pengacara keluarga Brigadir J lainnya, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan Kombes Budhi Herdi Susianto dianggap bekerja tidak sesuai prosedur untuk mengungkap insiden berdarah ini.

 

Bentuk pelanggaran yang dimaksud antara lain belum ada penetapan tersangka. Lalu, proses olah TKP yang tidak melibatkan inafis, dan tidak memasang police line.

 

"Terkesan dia ikut merekayasa cerita-cerita (kronologi, red) yang berkembang itu," kata Kamaruddin.

 

Sebelumnya, keluarga menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Irjen Fery Sambo masih belum cukup. Bahkan, pimpinan Korps Bhayangkara itu juga menonaktifkan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto dan Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan

 

"Bagi kami tidak cukup harusnya tindakan yang sama juga dilakukan terhadap Kapolres dan Karo Paminal secepatnya demi fearness (keadilan, red), kelancaran dan keterbukaan penanganan kasus ini," kata Johnson. (voi)



SANCAnews.id – Keluarga Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat meminta agar jenazahnya diautopsi ulang atau ekshumasi. Permintaan ini muncul usai keluarga merasa tak puas karena menemukan banyak kejanggalan luka di tubuh Yosua.

 

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, penyidik membuka peluang untuk dilakukannya ekshumasi. Jika memang langkah tersebut dibutuhkan untuk pengungkapan kasus.

 

“Dari penyidik terbuka, ini sesuai komitmen bapak Kapolri bahwa proses penyidikan ini akan dilakukan seterbuka mungkin, setransparan mungkin, dan proses penyidikan harus memenuhi kaidah-kaidah scientific crime investigation,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (19/7).

 

Dedi melanjutkan, keputusan ekshumasi menjadi kewenangan penyidik.

 

Hal ini, kata Dedi, juga akan dilakukan oleh kedokteran forensik selaku pihak yang ahli dalam bidangnya.

 

“Kedokteran Forensik Polri tentunya tidak boleh sendiri, kami juga meng-hire dari pihak luar. Dalam rangka untuk apa? Untuk betul-betul hasilnya itu sahih dan bisa dipertanggungjawabkan dari sisi keilmuan dan dari semua metode sesuai dengan standar internasional,” jelas Dedi.

 

Sebelumnya, baku tembak antara sesama anggota polisi terjadi di rumah dinas Perwira Tinggi (Pati) Polri di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Peristiwa ini melibatkan Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat dan Barada E. Keduanya dikabarkan adalah ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. (jwp)

 



SANCAnews.id – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri. Adapun alasannya masih terkait upaya penanganan kasus adu tembak anggota yang terjadi di Komplek Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.

 

"Mencermati perkembangan yang ada termasuk spekulasi-spekulasi yang berkembang, jadi saya putuskan bahwa mulai hari ini, mulai malam ini, jabatan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam saat ini dinonaktifkan," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7).

 

Menurutnya, penonaktifan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya dapat menjaga objektivitas dalam penanganan perkara adu tembak antar anggota Propam Polri yang terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 lalu.

 

"Ini tentunya juga untuk menjaga apa yang telah kita lakukan selama ini terkait komitmen untuk menjaga objektivitas, transparansi, dan akuntabel benar-benar bisa kita jaga, agar rangkaian proses yang saat ini dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan membuat terang peristiwa yang terjadi," ujarnya.

 

Minta Jokowi Nonaktifkan Irjen Sambo

Keluarga Brigadir J meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR RI memberikan atensi terhadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Hal itu terkait kasus adu tembak anak buahnya di Komplek Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan yang menewaskan Brigadir J.

 

"Jadi kami atas nama keluarga memohon dengan sangat kepada Bapak Presiden RI selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, supaya memberi atensi, demikian juga Komisi III DPR RI selaku wakil rakyat, termasuk kepada Bapak Kapolri supaya menonaktifkan Kadiv Propam atas nama Ferdi Sambo ya," tutur Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Komarudin Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7).

 

Selain Irjen Ferdy Sambo, Kamarudin juga meminta Polri menonaktifkan Karo Paminal Brigjen Hendra dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto.

 

"Supaya objektif perkara ini disidik dengan baik," jelas dia.

 

Selain itu, penyidik juga diharapkan menyita kendaraan yang digunakan Brigadir J bersama Irjen Ferdy Sambo dan istri selama berada di Magelang, termasuk video CCTV jalan yang merekam perjalanan mereka dari Magelang ke Jakarta pada Jumat, 8 Juli 2022. Termasuk semua bukti percakapan via ponsel antara Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi selaku istri Ferdy Sambo, Bharada E, hingga ajudan lainnya.

 

"Demikian juga melalui media, ini mohon maaf ya kami juga menyampaikan surat teguran hukum atau pernyataan teguran hukum, atau somasi, supaya media tidak lagi ikut-ikutan menyebarkan almarhum melakukan pelecehan kepada istri pimpinannya," katanya

 

"Kenapa itu? Tidak mungkin itu dilakukan oleh seorang ajudan, karena ajudan itu tidak mungkin bisa masuk ke rumah tanpa diperintah, dan sampai sekarang belum ada bukti yang ditunjukan untuk itu. Jadi mohon kepada semua media yang kami hormati, selaku pengontrol sosial, supaya tidak ikut-ikutan menyebarkan berita yang tanpa adanya bukti," tutup Kamarudin. (mdk)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.