Latest Post



SANCAnews.id – Insiden baku tembak antar anggota polisi di kediaman dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo masih menjadi sorotan banyak kalangan, salah satunya dari kalangan anggota DPR.

 

Kejadian itu telah menewaskan Brigadir J atau Nopriansah Yosua Hutabarat akibat ditembak oleh Bharada E.

 

Anggota Komisi III DPR RI Siti Nurizka Puteri Jaya mengaku sangat prihatin dengan insiden tersebut.

 

Atas dasar hal itu, Rizka meminta pihak kepolisian memberikan penjelasan yang transparan terkait baku tembak yang menewaskan seorang polisi. Kata Rizka, transparansi sangat penting agar bisa meredam kegaduhan publik.

 

"Masyarakat hanya ingin transparansi dalam penjelasan yang diberikan oleh Polri," kata Rizka Minggu (17/07).

 

Politisi muda Partai Gerindra itu menuturkan, pihak kepolisian harus menjelaskan rentetan insiden tersebut kepada publik.

 

Rizka juga mendesak kepada pihak kepolisian harus netral supaya polemik kasus penembakan ini bisa segera tuntas.

 

"Polri wajib menjelaskan secara transparan, jelas dan netral agar masalah ini cepat selesai," tuturnya.

 

Dengan penjelasan transparan, tambah Rizka akan mencegah kesalahpahaman masyarakat atas penanganan pihak kepolisian.

 

"Karena masyarakat pun yang akan menilai dan berspekulasi dengan sendirinya sesuai dengan apa yang Polri paparkan," tutupnya. (rmol)



SANCAnews.id – Pihak keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, berencana membuat laporan ke Bareskrim Mabea Polri. Tim kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menyatakan akan membuat laporan dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J.

 

“Kita besok jam 09.00 WIB mau melaporkan di SPKT Bareskrim Polri. Dugaan pembunuhan, dugaan pembunuhan berencana dan dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian orang lain,” kata Kamaruddin kepada JawaPos.com, Minggu (17/7).

 

Dia mengutarakan, pihaknya akan melaporkan dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Selain itu, terkait dugaan peretasan komunikasi tanpa izin terhadap pihak keluarga almarhum Brigadir J.

 

“Bukti-buktinya sudah kuat, akan kita bawa,” ujar Kamaruddin.

 

Dia menyesalkan hingga kini belum ada pihak-pihak yang dilakukan penahanan terkait meninggalnya Brigadir J. Mengingat peristiwa itu terjadi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, seharusnya pihak-pihak yang berada di rumah tersebut dilakukan penahanan untuk memudahkan proses penanganan kasus tersebut.

 

Kamaruddin pun menyebut, keterangan yang disampaikan Polri berbeda dengan kondisi tubuh korban, dalam hal ini Brigadir J. Dia pun mempertanyakan terdapat luka lebam di bagian tubuh Brigadir J, sehingga memang masih menjadi pertanyaaan.

 

“Menghasilkan tujuh lubang katanya, nah ini jenis senjata apa yang bisa menghasilkan tujuh lubang. Kemudian ditemukan fakta tubuh almarhum (Brigadir J) terdapat luka, apakah memang setelah ditembak dilakukan penganiayaan atau bagaimana?,” cetus Kamaruddin.

 

Terkait kasus ini, sebelumnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk tim khusus gabungan internal dan eksternal. Dalam hal ini, tim tersebut mengedepankan pendekatan Scientific Crime Investigation (SCI).

 

“Untuk menghindari spekulasi yang dianalogikan tanpa didukung oleh pembuktian ilmiah dan bukan orang yang expert di bidangnya justru akan memperkeruh keadaan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo.

 

Dedi pun memaparkan, proses pembuktian ilmiah yang dilakukan oleh jajaran kepolisian. Dalam hal ini, pihak kedokteran forensik terus berupaya merampungkan hasil autopsi. Kemudian, laboratorium forensik tengah melakukan uji balistik dari proyektil, selongsong dan senjata api dalam peristiwa itu.

 

“Di tempat kejadian perkara (TKP), pihak Inafis akan melakukan olah TKP untuk menemukan sidik jari DNA, mengukur jarak dan sudut tembakan, CCTV, Handphone dan lainnya,” ujar Dedi.

 

Secara paralel, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri juga melakukan pemeriksan ke sejumlah saksi-saksi dan memberikan asistensi ke tim penyidik dari Polres Metro Jakarta Selatan.

 

Dengan keseluruhan proses pembuktian ilmiah ini, lanjut Dedi, diharapkan fakta yang sebenarnya akan terungkap. Nantinya, Polri akan menyampaikan secara objektif dan transparan kepada masyarakat terkait dengan penanganan perkara ini.

 

“Mohon bersabar dulu biar tim bekerja. Jadi nanti hasilnya akan sangat jelas dan komprehensif karena bukti yang bicara secara ilmiah dan ada kesesuaian dengan hasil pemeriksaan para saksi-saksi,” pungkas Dedi. *




SANCAnews.id – Tiga oknum anggota Polri yang mengintimidasi wartawan saat tengah melakukan peliputan di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan sudah diberikan tindakan tegas.

 

“Anggota yang melakukan intimidasi kepada teman-teman jurnalis yang melaksanakan tugas sudah diketemukan dan akan ditindak tegas oleh Karo Provost Brigjen Benny Ali," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (15/7).

 

 Dedi menyesalkan peristiwa itu terjadi. Polri berkomitmen sesuai arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terbuka kepada publik, termasuk awak media.

 

"Organisasi Polri terus membangun komunikasi publik yang baik, menerima saran masukan kritik dan mendengarkan apa yang menjadi aspirasi seluruh komponen bangsa," ucap jenderal bintang dua itu.

 

Dedi berharap kasus intimidasi terhadap wartawan tak terjadi kembali. Polri memahami jurnalis hanya menjalankan tugas dan kerja jurnalistik dilindungi Undang-Undang. Tugas jurnalis, kata dia, dalam rangka memberikan informasi, literasi, edukasi kepada masyarakat tentang semua peristiwa yang terjadi di Indonesia.

 

"Oleh karenanya seluruh anggota Polri harus mampu bersinergi, berkomunikasi, dan justru melindungi teman-teman media dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik, jangan sebaliknya," kata Dedi.

 

Menurut dia, tindakan-tindakan yang mengintervensi pers ataupun tindakan-tindakan lain yang melanggar hukum bakal ditindak tegas. Hal tesebut sesuai komitmen pimpinan Polri. (rmol)




SANCAnews.id – Kasus baku tembak antar ajudan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat sore (8/7) semakin mempertegas kejanggalan demi kejanggalan.

 

Salah satu kejanggalan itu setidaknya ditangkap oleh Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Laksamana (Purn) Soleman B. Pontoh.

 

Pensiunan jenderal bintang dua TNI Angkatan Laut itu mempertanyakan, mengapa Bharada E yang disebut sebagai pelaku penembak Brigpol Yosua alias Brigadir J hingga tewas saat ini belum juga ditetapkan sebagai tersangka.

 

“Nah, kenapa enggak bisa jadi tersangka, ini sudah ada orang mati kok. Dan faktanya (Bharada E) menembak secara sadar itu lima peluru masuk (ke tubuh Brigadir J),” kata Soleman saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (15/7).

 

Disisi lain, ia mengaku heran dengan keterangan resmi Polri bahwa Bharada E menggunakan senjata api jenis Glock 17 yang dianggapnya tidak masuk akal. Pasalnya, Soleman mengungkapkan, senjata semi otomatis itu tidak layak dipergunakan oleh Bharada E yang masih Tamtama, apalagi magasin diisi 17 peluru.

 

“Itu enggak masuk akal. Dia itu dipegangkan Glock 17, seorang Tamtama itu masa pegang Glock, itu pegangan raja-raja, pangkat Kapten ke atas, lah ini malah dipegangkan ke Tamtama,” ujarnya.

 

Kalaupun, lanjut dia, Bharada E ditugaskan mengawal keluarga Irjen Ferdy Sambo, mestinya Bharada E hanya cukup menggunakan senjata revolver dengan 5 peluru.

 

“Dalam situasi apa Glock dipegang, standarnya 5 (pistol) revolver, lah ini malah di rumah pake Glock. Mau ada apaan pegang Glock 17 peluru, mau ada maling atau apa,” ujar dia.

 

“Ini semakin enggak masuk akal. Kalau diawali dengan berbohong, maka akan ada kebohongan selanjutnya,” pungkasnya.

 

Hingga saat ini, tim khusus pencari fakta yang dipimpin Wakapolri maupun pihak Polres Jakarta Selatan masih melakukan serangkaian penyelidikan dan belum menemukan bukti kuat guna menaikkan status Bharada E dari saksi menjadi tersangka. Atau belum ada tersangka dalam peristiwa berdarah di Duren Tiga itu. (rmol)




SANCAnews.id – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan mendorong intimidasi kepada wartawan peliput kasus adu tembak anak buah untuk diusut tuntas. Ia menyayangkan masih ada anggota polisi yang melakukan intimidasi terhadap wartawan.

 

"Tentu kita sayangkan. Apapun wartawan kan mata dan telinga masyarakat. Ya harus diusut," ujar Trimedya kepada wartawan, dikutip Sabtu (16/7).

 

"Yang kaya-kaya begitu yang mengusut Propam. Kan kalau ada soal perilaku polisi kan Propam. Nah ini bagaimana mau ngusulin ke Propam kan. Gitu lho kaitannya. Kalau ada polisi nakal, itu ke Propam," kata Trimedya.

 

Polri diminta lebih mengedepankan langkah persuasif. Bila memang ada larangan tidak boleh ambil gambar saat meliput, sebaiknya dikomunikasikan. "Gitu kan soal komunikasi, persuasif," sambungnya.

 

Lebih lagi, kinerja Humas Polri disorot Trimedya. Sebabnya tidak jelas memberikan informasi kepada publik.

 

"Agak lemah nih Humas yang kali ini. Itu perlu direformasi oleh Kapolri tuh humasnya. Ya kita lihat aja ngomongnya blepetan kan," tegasnya.

 

Sebelumnya, Dua jurnalis mengalami intimidasi saat meliput di sekitaran Rumah Dinas Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. Orang tidak dikenal (OTK) memaksa menghapus bahan liputan berupa video dan foto.

 

Kejadian itu menimpa Jurnalis CNNIndonesia.com dan 20Detik pada Kamis (14/7). Mulanya, mereka berdua menyambangi kediaman Ketua RT 05 RW 01, Irjen Pol (Purnawirawan) Seno Sukarto. Namun, yang menemui adalah istri dari Ketua RT.

 

"Pertama ke rumah Pak RT kan, di datenginnya sama Ibunya yang keluar, nanya-nanya kan, katanya bapaknya itu enggak mau ngomong lagi. Karena udah tuh yang kemarin udah cukup itu, nggak ada yang baru lagi," kata salah satu korban, dalam keterangannya, Kamis (14/7/2022) malam.

 

Kedua jurnalis lantas meninggalkan rumah Ketua RT. Mereka berkeliling mencari narasumber lain. Ada satu orang yang dicari bernama Mang Asep, yang bekerja sebagai tukang sapu di kompleks perumahan.

 

"Ketemu lah Pak Asep lah di pertigaan tuh di pinggir jalan," katanya.

 

Jurnalis bertemu dengan Asep. Mereka melakukan wawancara sambil merekam menggunakan kamera telepon genggam. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil Asep. Namun, tak ditanggapi.

 

"Sambil wawancara tuh sempat ada polisi nyamperin, manggil si Pak Asep, terus ya udah kita lanjut wawancara tuh sama Pak Asep sambil videoin segala macam," ujar dia.

 

Selang berapa lama, ada tiga orang tak dikenal menghampiri mereka bertiga. Orang tak dikenal malah meminta jurnalis menghapus seluruh rekaman video dan foto-foto yang barusan diambil. Totalnya, ada tiga file video.

 

"Pas sudah agak jauh, disamperin lagi tuh bertiga. Langsung 'sini mana handphonenya mana handphonenya.' Langsung dihapus-hapusin (videonya)," ujar dia.

 

Terkait hal ini, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo memastikan pihaknya akan mengusut dugaan intimidasi yang menimpa dua jurnalis.

 

"Nanti akan diusut oleh Polres," singkat dia. (mdk)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.