Latest Post

 


SANCAnews.id – Mayor Ahmad bin Muhammad Assegaf, seorang prajurit TNI AD kelahiran Jeddah, Arab Saudi mendadak viral di media sosial.

 

Wakil Komandan Batalyon Infanteri 753 (Wadanyon) 753/Arga Vira Tama atau Yonif 756/AVT ini ternyata memiliki gelar habib atau seseorang yang memiliki keturunan garis keturunan dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

 

Karier Mayor Ahmad di militer berawal pada tahun 2005 setelah lulus dari SMA. Saat itu, dirinya mendapat perintah dari ayahnya Muhammad bin Hamid Assegaf untuk masuk ke TNI.

 

"Kebetulan keluarga kami ini tak ada yang militer. Sama sekali tidak ada. Cuma saya punya abah ini kebetulan beliau dulu pernah daftar TNI saat muda. Abah memang dari dulu sangat cinta TNI, ingin masuk. Tapi anak enggak pernah dikasih tahu," ujar Ahmad, dilansir dari Arridwan Tuban Official, Jumat (17/5/2022).

 

Dia pun langsung ke Cijantung, Jakarta Timur dengan membawa brosur pendaftaraan Akademi Militer (Akmil) yang diberikan ayahnya.

 

"Akhirnya abah memerintahkan saya untuk mendaftar. Yang namanya anak berbakti ya saya langsung daftar. Dulu itu di Cijantung tahun 2005," ujarnya.

 

Saat mengikuti pendidikan di Lembah Tidar, Ahmad mengaku terkejut.Pasalnya ia tak pernah tinggal jauh dengan orangtua dan tak ada gambaran tentang pendidikan militer. Namun semua itu berhasil dilalui sampai ia lulus dan dilantik pada tahun 2008.

 

“Alhamdulillah karena doa orangtua. Kita lulus dari pendidikan militer dan kita lalui dengan baik,” ucapnya.

 

Setelah dilantik menjadi Letnan Dua (Letda , pada tahun 2009 Ahmad ditempatkan di Makassar tepatnya di Batalyon Infanteri Para Raider 431 dengan jabatan dari Letnan Dua, Komandan Kompi (Danki), Brigif Tiga, Brigade, hingga Pasipam.

 

Tahun 2018, Mayor Ahmad mengikuti Pendidikan Lanjutan Perwira (Diklapa). Selepas mengenyam pendidikan, ia ditugaskan ke Malang untuk menjadi Kasintel (Kepala Seleksi Intelijen). Kini ia menjabat sebagai Wadanyon Para Raider 503 di Mojokerto.

 

Mayor Ahmad beberapa kali ditempati di daerah konflik. Salah satunya Papua pada tahun 2011-2012. Bahkan saat itu, istrinta sedang hamil. Namun Ahmad tetap menjalankan tugasnya dengan baik dan hingga tuntas. Dia juga beberapa kali mendapat penugasan di luar negeri, seperti di Kongo dan Australia. (okz)



SANCAnews.id – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mempunyai alasan khusus dalam membebaskan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi para pensiunan ASN, purnawirawan, veteran hingga pejuang kemerdekaan yang pernah berjasa untuk Jakarta.

 

Alasannya adalah sebagai bentuk penghormatan. Kedua, pembebasan pajak kepada kelompok di atas juga dilakukan untuk meringankan beban ekonomi.

 

Penegasan ini disampaikan melalui video yang diunggahnya lewat akun YouTube pribadi, Jumat (16/7).

 

Menurut Anies, seharusnya pemerintah provinsi DKI membayar jasa para pejuang tersebut. Tapi yang terjadi, pemerintah justru memungut pajak dari mereka yang sudah berjasa, sehingga mereka terusir dari tanah dan rumah yang mereka miliki.

 

“Ini yang kita hentikan. Kita tidak ingin saudara-saudara kita, orang tua kita yang berjasa dan keluarganya terusir dari rumahnya," sambung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu seperti diberitakan Kantor Berita RMOL Jakarta.

 

Tidak hanya itu, Anies juga memberikan insentif fiskal serta kemudahan pembayaran pajak melalui Peraturan Gubernur 23/2022 tentang kebijakan Penetapan dan Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan Sebagai Upaya Pemulihan Ekonomi Tahun 2022.

 

Peraturan tersebut diterbitkan sebagai wujud kepedulian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada masyarakat Jakarta dan memulihkan ekonomi pasca Pandemi melalui pajak daerah. (*) 



SANCAnews.id Ramainya pemberitaan pribadi tentang sosok istri dari Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh ajudannya mendapat perhatian dari Pengamat dari Universitas Indonesia (UI), Rocky Gerung.

 

Rocky menilai, publik harus bisa membedakan, bahkan memisahkan antara informasi yang faktual dan sensasional dalam peristiwa baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

 

"Hal penting adalah memisahkan apa yang sebetulmya sedang diteliti secara scientific oleh pihak kepolisian dan apa yang terlanjur dikonsumsi oleh publik sebagai hal yang sensasional," kata Rocky dalam keterangannya, Kamis (14/7).

 

Rocky menuturkan, publik mengetahui terdapat korban tewas dalam kasus baku tembak tersebut. Oleh karena itu, menjadi wajar jika pihak keluarga yang tewas meminta hak pertanggungjawaban hukum atas tewasnya anggota keluarga mereka.

 

Fakta lainnya adalah, soal peristiwa pelecehan seksual yang mengawali insiden baku tembak tersebut.

 

Atas dasar itu, perlindungan terhadap korban pelecehan seksual, dalam hal ini istri Irjen Ferdy Sambo juga harus dihormati bersama.

 

"Jadi privasi dan memproteksi hak asasi manusia dalam hal ini perempuan yang menjadi korban (pelecehan seksual) itu harusnya dihormati oleh pers. Publik juga harus menghindari untuk mengonsumsi hal-hal yang sensasional," jelas Rocky.

 

Menurut Rocky, peristiwa baku tembak ini kemudian berlangsung di dalam kondisi masyarakat yang penuh keingintahuan itu adalah hal baik.

 

Namun, harus dipisahkan antara apa yang sebetulnya harus dibuktikan di dalam pengadilan melalui sistem hukum yang transparan dan mengedepankan prinsip untuk melindungi privasi hak atas ketubuhan atau otoritas tubuh dari korban pelecehan seksual.

 

"Itu (melindungi hak privasi) ada di dalam undang-undang kita itu. Penghargaan terhadap profesi wartawan justru kita berikan bila publik mengerti bahwa jurnalis berhasil untuk memisahkan antara hal yang faktual dan hal yang sensasional," demikian Rocky. (rmol)




SANCAnews.id Istri Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Seno Sukarto atau Ketua RT 05/01 Komplek Polri Duren Tiga, Sri Suparti (78) mengaku bila suaminya telah didatangi pihak kepolisian pada Rabu, 13 Juli, sekiranya pukul 21.00 WIB.

 

"Semalam (Rabu, 13 Juli didatangin polisi)," kata Sri saat ditemui di depan rumahnya, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis, 14 Juli.

 

Sri menjelaskan kedatangan sejumlah anggota kepolisian ke rumahnya untuk mereka meminta izin untuk menemui suaminya.

 

"Kan, minta izin dari mabes kan, ke sini harus izin," katanya.

 

Saat ditanya soal kedatangan anggota polisi ke rumahnya, Sri mengatakan suaminya menyambut dengan baik.

 

"(Kata bapak-red) Ya, gapapa, kalau memang perlu ya monggo," ucapnya.

 

Selain itu, lanjut Sri, ketua RT tidak dapat ditemui dan memberikan keterangan.

 

"Untuk sementara bapak ini, kayanya sama aja kaya kemarin-kemarin, engga ada yang baru," tutupnya.

 

Sebelumnya diberitakan, Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Seno Sukarto selaku Ketua RT 05/01 Komplek Polri Duren Tiga, merasa geram atas kinerja jajaran Polri yang menangani kasus baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

 

Pasalnya, sampai Rabu, 13 Juli ini, kakek pensiunan pejabat tinggi di Kepolisian itu belum mendapatkan informasi apapun dari pihak kepolisian Polres Metro Jakarta Selatan hingga Mabes Polri terkait kejadian yang terjadi di wilayahnya.

 

Kakek berusia 84 tahun itu mengaku kesal lantaran dirinya sebagai Ketua RT di Komplek Polri Duren Tiga merasa tidak dihargai.

 

Padahal, Irjen (Purn) Seno Sukarto tercatat pernah menjabat sebagai Kapolda di Sumatera sebanyak 2 kali.

 

"Saya ini dianggap apa sih? Ini maaf saja ya. Saya ini Inspektur Jenderal loh. Saya ini Jenderal meskipun RT. Saya juga sesalkan, kenapa kok saya sebagai RT tidak dilapori ada kejadian itu, itu saja," tegas alumni Akpol angkatan ke-9 Rajawali itu kepada VOI di kediamannya, Rabu, 12 Juli, sore.

 

Sejak awal kejadian baku tembak pada Jumat, 8 Juli, Seno sebagai Ketua RT setempat tidak diinformasikan adanya peristiwa berdarah itu. Kemudian saat dilakukan olah TKP (tempat kejadian perkara) pada Jumat, 8 Juli, malam, Seno juga mengaku tidak mengetahui karena tidak ada laporan.

 

Beberapa kegiatan Kepolisian yang dilakukan di TKP hingga terakhir, Puslabfor dan Tim Inafis Bareskrim Polri kembali mendatangi TKP rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Ketua RT yang juga mantan Kapolda itu masih tidak mendapatkan kabar atau informasi perihal kegiatan di wilayahnya itu.

 

"Sampai sekarang aja, saya ketemu aja engga. Terus terang aja, saya kesal tidak dihargai," geramnya.

 

Meski dirinya saat ini hanya sebagai pengurus RT di Komplek Polri Duren Tiga, Seno mengatakan jabatan terakhir dirinya sebagai Asrena Kapolri dengan pangkat terakhir sebagai Irjen.

 

"Jadi saya sangat tersinggung juga dalam hal ini. Terang - terangan saja saya. Sama sekali tidak ada laporan. Jabatan terakhir saya (sebagai) Asrena Kapolri (Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran) dengan pangkat Irjen (bintang dua), sama dengan Sambo," tegasnya.

 

Sebelumnya diberitakan, pada Jumat, 8 Juli sekitar pukul 17.00 WIB, Brigadir Nopryansah Josua Hutabarat ditemukan tewas bersimbah darah di dekat tangga di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga. (voi)




SANCAnews.id – Insiden tak menyenangkan dialami jurnalis CNN Indonesia dan 20 Detik. Mereka diintimidasi saat meliput kasus penembakan Brigadir J, Kamis (14/7/2022).

 

Lokasi intimidasi berada di sekitar rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

 

Awalnya kedua jurnalis itu hendak melakukan wawancara di kediamanan purnawirawan jenderal bintang dua bernama Seno Sukarto. Ia merupakan ketua RT di kompleks yang sempat diwawancara pada kemarin hari.

 

"Awalnya saya jalan-jalan keliling kompleks, terus ke rumah ketua RT mau wawancara. Sempat diterima sama ibu RT, intinya bilang Pak RT tidak mau ngomong karena kemarin sudah," kata jurnalis 20 Detik, melansir Suara.com.

 

Keduanya lalu mencari opsi lain dengan mewawancarai tukang sapu di kompleks. Mereka berdua hendak bertanya soal gambaran peristiwa pada Jumat (8/7/2022) lalu.

 

"Ketemu lah Pak Asep di pertigaan di pinggir jalan. Sambil wawancara sempat ada orang nyamperin, manggil si Pak Asep, terus ya udah kita lanjut wawancara sama Pak Asep sambil videoin segala macam," katanya.

 

Jurnalis CCN Indonesia yang dihubungi  membenarkan hal tersebut. Ia mengaku, saat proses wawancara berlangsung ada tiga orang tak dikenal datang menghampiri.

 

Perawakan mereka berbadan tegap dan berambut cepak. Mereka menghentikan proses wawancara dan merampas ponsel genggam dan menghapus foto hingga video.

 

"Tinggi kira-kira 170 cm, rambut cepak pakai kaos hitam. Tiba-tiba samperi kami dan menghapus foto dan video," ujarnya.

 

Ketiga pria itu juga memperingati jurnalis untuk tidak meliput lagi di sekitar lokasi. Satu dari tiga pria itu menyebut kalau jurnalis sudah terlalu jauh dalam melalukan peliputan.

 

"Kalau masih di sana [rumah Ferdy Sambo] enggak apa-apa. Tapi kalau ke sini sudah terlalu jauh," katanya.

 

Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengklaim akan diusut kasus kekerasan terhadap jurnalis tersebut.

 

"Nanti akan diusut, dan coba saya tanyakan juga ke Kapolres Jakarta Selatan," kata Dedi.

 

Namun saat dikonfirmasi apakah ketiga orang itu merupakan anggota Polri, Dedi enggan berandai-andai. Dirinya malah meminta korban untuk melaporkan kejadian ini secara resmi ke pihak kepolisian.

 

"Ojo mengandai-andai kalau belum jelas. Biar buat laporan aja ke Polres Jakarta Selatan, biar jelas sekalian," katanya. (suara)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.