Latest Post



SANCAnews.id – Satu fakta baru terungkap dalam kasus baku tembak di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022 lalu.

 

Ketua RT 05 RW 01, Mayjen Pol (Purn) Seno Sukarto mengatakan di kompleks tersebut terpasang sejumlah CCTV. Namun, satu hari berselang usai kejadian baku tembak, CCTV yang pusatnya berada di pos satpam dekat rumah Irjen Ferdy Sambo sempat diambil polisi.

 

"Maksudnya itu bukan CCTV di rumah Pak Sambo, tapi CCTV alatnya (decoder) yang di pos. Iya (diganti polisi) hari Sabtu," kaga Seno kepada wartawan, Rabu, 13 Juni 2022.

 

Kata Seno, pengambilan alat CCTV yang dilakukan polisi itu baru diketahuinya pada Senin, 11 Juli 2022. Bahkan, sampai sekarang dirinya tidak mengetahui alasan di balik pengambilan decoder tersebut.

 

"Sampai sekarang saya ketemu aja enggak (dengan polisi), terus terang saya juga ya kesal. Saya ini dianggap apa sih, maaf saja saya ini Jenderal loh, meskipun RT. Saya tanya sama satpam, dia aja enggak tahu diganti yang baru alatnya ininya (decoder)," jelasnya.

 

Aksi penembakan terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo pada Jumat, 8 Juli 2022 lalu. Dalam insiden ini, Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat tewas karen menerima luka tembak.

 

Penembakan itu terjadi lantaran Brigadir J hendak melakukan pelecehan terhadap istri dari Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo. Selain itu, Brigadir J juga menodongkan senjata api berupa pistol ke arah kepala istri Kadiv Propam. Sontak, istri Kadiv Propam berteriak minta tolong.

 

"Peristiwa itu terjadi ketika Brigadir J memasuki kamar Pribadi Kadiv Propam, dimana saat itu istri Kadiv Propam sedang istirahat, kemudian, Brigadir J melakukan tindakan pelecehan," kata Ramadhan dalam keterangannya di Gedung DivHumas Polri, Senin 11 Juli 2022.

 

"Akibat teriakan tersebut, Brigadir J panik dan langsung lari keluar dari kamar. Mendengar teriakan itu, Bharada E menghampiri dari arah atas tangga. Kemudian bharada E bertanya ada apa, direspon dengan tembakan oleh Brigadir J. Akibat tembakan tersebur terjadilah saling tembak, dan akibatnya Brigadir J meninggal dunia," ucap Ramadhan. (viva)


 

SANCAnews.id – Misi yang dijalankan Presiden Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia dianggap menuju ke jurang kegagalan karena adanya bantahan dari pihak Ukraina soal penyampaian pesan dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk Presiden Rusia, Vladimir Putin melalui Jokowi.

 

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, bantahan yang diberikan oleh pemerintah Ukraina menunjukkan kerapuhan misi Jokowi, baik saat bertemu Zelenskyy maupun Putin.

 

"Bagaimana mungkin diplomasi internasional terdapat miss komunikasi, bisa jadi apa yang dihasilkan oleh Presiden Jokowi saat bertemu dengan Zelenskyy maupun dengan Putin penuh dengan ketidakjelasan. Sehingga apa yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (3/7).

 

Saiful menilai, dengan adanya bantahan oleh Ukraina, menunjukkan bahwa misi yang dilakukan oleh Jokowi menuju ke jurang kegagalan.

 

Seharusnya, kata Saiful, tidak mungkin ada bantahan jika memang misi yang dijalankan Jokowi untuk mendamaikan kedua negara berhasil.

 

"Dengan adanya bantahan tersebut, maka menunjukkan peran Jokowi tidak berhasil dalam mengusung perdamaian. Terlebih lagi di lapangan masih saja terjadi peperangan," pungkas Saiful. (*)



OLEH: ANTHONY BUDIAWAN

MAHKAMAH Konstitusi (MK) bukan lagi penegak konstitusi. Tetapi menjelma menjadi bagian yang melanggengkan pelanggaran konstitusi. Semua gugatan uji materi presidential threshold 20 persen dimentahkan, ditolak tanpa dasar, ditolak dengan melanggar konstitusi itu sendiri.

 

Ada dua alasan yang menjadi senjata pamungkas MK menolak semua permohonan uji materi. Pertama mengenai kedudukan hukum pemohon atau legal standing. MK akan menjaga agar pemohon tidak mempunyai legal standing, sehingga tidak bisa menggugat.

 

Kedua terkait alasan open legal policy. Menurut MK, DPR mempunyai wewenang konstitusional menentukan presidential threshold, berapapun, sesukanya, sepanjang disetujui DPR dan disahkan menjadi UU. Artinya, presidential threshold sebagai open legal policy sah secara konstitusi, menurut MK.

 

Kedua alasan MK tersebut sangat mengada-ada, tidak profesional, sewenang-wenang alias tirani, hanya untuk mempertahankan UU yang merampas kedaulatan rakyat dan demokrasi, bertentangan dengan kepentingan publik dan konstitusi.

 

Dalam uji legal standing (kedudukan hukum) MK menganut “kepentingan langsung” atau “direct interest”. Menurut MK, hanya pihak yang mempunyai “kepentingan langsung” yang dapat mengajukan permohonan uji materi (judicial review): menguji sebuah UU terhadap konstitusi.

 

“Kepentingan langsung” diartikan pihak pemohon mempunyai kerugian konstitusional secara langsung akibat diberlakukannya sebuah UU.

 

Terkait uji materi presidential threshold, pemohon yang mempunyai kerugian konstitusional antara lain yang mempunyai kualifikasi tidak diragukan untuk dapat diusulkan menjadi calon presiden. Artinya, rakyat biasa yang tidak mempunyai kualifikasi meyakinkan sebagai calon presiden, dianggap tidak mempunyai kerugian konstitusional, dan tidak bisa mengajukan permohonan uji materi.

 

Uji legal standing menurut direct interest seperti dijelaskan di atas sudah usang, sudah ditinggalkan. Mahkamah hampir di seluruh negara demokrasi dan negara maju dunia sudah menganut uji legal standing lebih luas, beralih dari direct interest menjadi public interest (kepentingan publik): legal standing pemohon dianggap relevan sepanjang mewakilkan kepentingan publik yang dirugikan akibat berlakunya sebuah UU.

 

Alasannya, konstitusi adalah hukum publik, dibuat untuk melindungan kepentingan publik, bukan untuk kepentingan individu semata. Artinya, hukum publik (hukum adminitratif) pada prinsipnya

bukan mengenai hak individu, melainkan tentang kesalahan publik (public wrongs) dalam menjalankan prinsip keadilan dan kewajaran hukum publik: Hal ini sebenarnya yang menjadi pokok gugatan uji materi presidential threshold.

 

Maka itu, pendapat MK bahwa hanya pihak yang mempunyai “kepentingan langsung” yang dapat mengajukan permohonan uji materi sepenuhnya salah memahami fungsi konstitusional MK. Artinya, MK tidak kompeten dan layak dibubarkan.

 

Kedua, dalam hal pemohon mempunyai legal standing, MK akan menghalangi dengan alasan presidential threshold merupakan open legal policy DPR, karena itu, menurutnya, sah secara konstitusi. Artinya, MK berpendapat bahwa DPR mempunyai wewenang konstitusional secara mutlak dalam menentukan presidential threshold: 20 persen, 30 persen atau bahkan 50 persen, semua sah menurut MK.

 

Alasan ini lebih vulgar lagi, secara terang-terangan bertentangan dengan konstitusi. Pertama, dalam konstitusi tidak boleh ada interpretasi open legal policy, karena akan menjadi sumber kekacauan hukum.

 

Konstitusi Pasal 6A ayat (2) mengatakan “pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.

 

Bunyi pasal tersebut sangat jelas sehingga tidak mungkin bisa ada interpretasi lain: konstitusi tidak mencantumkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold): Artinya, tidak boleh ada ambang batas pencalonan presiden. Maka itu, open legal policy yang mengatur presidential threshold, secara terang-terangan, bertentangan dengan konstitusi.

 

Kedua, DPR tidak mempunyai hak dan wewenang konstitusional apapun untuk mengubah (bunyi) konstitusi, terlebih melalui UU yang dimaksudkan sebagai open legal policy. Karena UU yang dibuat DPR secara hierarki berada di bawah konstitusi, dan tidak bisa koreksi konstitusi.

 

Selain itu, dan yang terpenting dari semuanya, lembaga tinggi negara yang mempunyai wewenang konstitusional untuk mengubah (makna) konstitusi adalah MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD. Artinya, sekali lagi, lembaga DPR tidak mempunyai wewenang konstitusional sama sekali untuk mengubah konstitusi, termasuk melalui open legal policy.

 

Dengan mengakui open legal policy terkait presidential threshold sah menurut konstitusi berarti MK sudah merampas, mengambil secara tidak sah, hak dan wewenang konstitusional DPD yang merupakan bagian dari MPR. Tindakan ini jelas merupakan perbuatan melawan hukum. Karena itu, hakim MK layak diberhentikan, dan bertanggung jawab penuh atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.

 

Penulis adalah Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)


 


SANCAnews.id – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus untuk mengusut kasus polisi tembak polisi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Tim ini akan dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.

 

Penjelasan ini disampaikan Jenderal Sigit di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022). Sigit berharap kasus ini bisa ditangani dengan transparan dan akuntabel.

 

Selain itu, Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri, hingga As SDM Polri Irjen Wahyu Widada juga akan masuk di dalam tim khusus mengusut kasus polisi tembak polisi ini.

 

Dalam hal ini, Sigit mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Komnas HAM serta Kompolnas. Diketahui, penembakan itu terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7) pukul 17.00 WIB antara Brigadir J dan Bharada E. Brigadir J tewas dalam baku tembak ini.

 

Berikut pernyataan lengkap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo:

 

Jadi mungkin menambahkan dari apa yang sudah disampaikan oleh Kadiv Humas, Karo Penmas, dan juga Kapolres Jakarta Selatan, terkait dengan peristiwa hari Jumat, yaitu kasus penembakan di rumah dinas di Jalan Duren Tiga yang terjadi jam 17.00 WIB. Tentunya rekan-rekan semua mendapatkan informasi terkait dengan kasus itu, di mana kasus ini kasus pidananya ada dua laporan polisi, yang pertama terkait dengan percobaan pembunuhan, kedua terkait ancaman kekerasan terhadap perempuan, Pasal 289.

 

Dua kasus ini saat ini ditangani oleh Polres Jakarta Selatan dan tentunya saya sudah minta agar penanganannya betul-betul ditangani dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku, yaitu bagaimana kita mengedepankan scientific crime investigation. Jadi tentunya kasus ini pun walaupun ditangani oleh Polres Jakarta selatan, namun kita minta diasistensi oleh Polda dan Bareskrim Polri

 

Satu lagi, kasus yang tentunya melibatkan anggota karena memang terjadi baku tembak antara anggota dan anggota dan kami juga mendapatkan banyak informasi terkait dengan berita-berita liar yang beredar, yang tentunya kita juga ingin bahwa semuanya ini bisa tertangani dengan baik.

 

Oleh karena itu, saya telah membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Pak Wakapolri, Pak Irwasum, kemudian ada Pak Kabareskrim, Pak Kabaintelkam, kemudian juga ada As SDM, karena memang beberapa unsur tersebut harus kita libatkan termasuk juga dari fungsi dari Provos dan Paminal.

 

Di satu sisi, kami juga sudah menghubungi rekan-rekan dari luar. Dalam hal ini adalah Kompolnas dan Komnas HAM, terkait dengan isu yang terjadi sehingga di satu sisi tentunya kita mengharapkan bahwa kasus ini bisa dilaksanakan pemeriksaan secara transparan objektif dan tentunya karena khusus menyangkut masalah anggota. Kami juga ingin bahwa peristiwa yang ada ini betul-betul bisa menjadi terang, oleh karena itu tim bergerak sehingga rekomendasi dari tim gabungan eksternal dan internal yang telah kita bentuk ini menjadi masukan yang akan digunakan untuk menindaklanjuti terkait dengan hal-hal yang mungkin bisa kita dapatkan untuk melengkapi proses penyelidikan dan penyidikan yang ada.

 

Tentunya kita tidak akan menutup kalau ada laporan dari sisi yang lain, namun semuanya ini tentunya harus kita telaah, kita cermati dan kita tangani secara objektif, transparan, dan tentunya menggunakan kaidah-kaidah penyelidikan, penyidikan, sesuai dengan apa yang diatur dalam scientific crime dan tentunya kita harus lindungi berikan ruang terhadap kelompok rentan dalam hal ini yang saat ini kebetulan menjadi korban dan tentunya kaidah-kaidah tersebut juga harus kita jaga. Penuhi hak asasi manusia, kaidah yang harus kita harus jaga dan taati undang-undang.

 

Yang pasti, penanganan kita akan laksanakan secara serius. Dengan diawasi tim yang ada baik awasi proses penyelidikan, penyidikan maupun hal-hal lain yang mungkin akan bisa didapat ini tentunya akan dipertanggungjawabkan kepada publik dengan kami yakinkan bahwa kami institusi Polri akan lakukan semua proses ini secara objektif, transparan, dan akuntabel.

 

Ini semua akan kita sampaikan pada saat semua hasil proses penyelidikan, penyidikan dan temuan-temuan yang bisa didapat oleh tim gabungan internal eksternal ini menjadi satu kesatuan yang kemudian menjadi kesimpulan untuk melengkapi apa yang selama ini sudah dilaksanakan oleh penyidik dan juga oleh tim internal yang menangani berkaitan kasus-kasus terkait kepolisian.

 

Saya rasa ini yang bisa saya sampaikan dan nanti secara periodik akan disampaikan kepada seluruh rekan-rekan. Mudah-mudahan ini bisa menjawab keraguan publik terkait dengan isu-isu liar dan ini bagian dari kami untuk memberikan informasi dan menyampaikan hasil-hasilnya secara objektif. Demikian, terima kasih. (lawjustice)




SANCAnews.id – Anggota polisi, Brigadir J atau Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir Yosua) tewas akibat adu tembak dengan rekannya sendiri sesama anggota Polri yaitu Bharada E.

 

Peristiwa adu tembak tersebut terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jumat (8/7/2022), pukul 17.00 WIB.

 

Sebagai informasi, Brigadir J merupakan anggota Bareskrim yang ditugaskan sebagai sopir dinas istri Kadiv Propam.

 

Sementara Bharada E adalah anggota Brimob yang bertugas sebagai pengawal atau ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

 

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan olah TKP, aksi adu tembak maut itu disebut bermula saat Brigadir Yosua memasuki kamar pribadi Irjen Ferdy Sambo.

 

Di kamar itu, Brigadir Yosua disebut melecehkan istri Kadiv Propam Polri yang kemudian berteriak minta tolong.

 

Adapun Bharada E yang mendengar teriakan itu pun langsung menuju lokasi suara berasal.

 

Singkat cerita, Brigadir J justru melepas sejumlah tembakan ke arah Bharada E yang datang.

 

Kemudian, Bharada E pun lantas membalas tembakan itu hingga menewaskan Brigadir Yosua.

 

Berikut Fakta Dibalik Insiden Adu Tembak Dua Anggota Polri di Rumah Kadiv Propam Polri Irjen Fredy Sambo

 

1. Penembakan terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo

 

Penembakan terjadi pada Jumat (8/7/2022), pukul 17.00 WIB. Nama Irjen Ferdy Sambo muncul setelah diungkap oleh Indonesia Police Watch (IPW).

 

Belakangan, Polri juga mengungkap nama Kadiv Propam Polri. Polri juga menjelaskan pemicu penembakan maut itu terjadi.

 

2. Brigadir J Disebut Lecehkan Istri Kadiv Propam

 

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkapkan aksi penembakan yang dilakukan Bharada E itu dipicu aksi Brigadir Yosua yang memasuki kamar pribadi Irjen Ferdy Sambo.

 

Adapun Brigadir Yosua atau Brigadir J juga disebut melecehkan istri perwira tinggi Polri itu.

 

"Berdasarkan keterangan dan barang bukti di lapangan bahwa Brigadir J memasuki kamar pribadi Kadiv Propam dan melecehkan istri Kadiv Propam dengan todongan senjata," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Senin (11/7/2022).

 

Hal itu terungkap setelah dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, yakni istri Irjen Ferdy Sambo dan Bharada E.

 

3. Brigadir J Lepas 7 Tembakan

 

Penembakan bermula saat istri Kadiv Propam berteriak minta tolong saat dilecehkan Brigadir Yosua. Teriakan itu didengar oleh Bharada E yang berada di lantai atas rumah.

 

"Teriakannya terdengar oleh Bharada E yang berada di Lantai atas sehingga Bharada E turun memeriksa sumber teriakan," sambung Ramadhan.

 

Brigadir Yosua pun panik saat melihat Bharada E sudah berdiri di depan kamar. Dia lantas melepaskan tembakan ke arah Bharada E

 

"Pertanyaan Bharada E direspons oleh Brigadir J dengan melepaskan tembakan pertama kali ke arah Bharada E," ungkap Ramadhan.

 

Berdasarkan hasil olah TKP, Brigadir Yosua saat itu melepaskan tembakan sebanyak 7 kali. Sementara Bharada E membalas tembakan Brigadir Yosua sebanyak 5 kali.

 

"Brigadir J melepaskan tembakan sebanyak 7 kali, Bharada E membalas mengeluarkan tembakan sebanyak 5 kali," jelas Ramadhan.

 

4. Kadiv Propam Polri Irjen Fredy Sambo Tak Ada di Lokasi

 

Masih kata Ramadhan, Irjen Ferdy Sambo tak berada di lokasi saat peristiwa ini terjadi. Saat kejadian, Kadiv Propam Polri itu sedang melakukan tes PCR Covid-19.

 

"Pada saat kejadian, Kadiv Propam tidak ada di rumah karena sedang PCR test," ungkapnya.

 

Dia menambahkan, Irjen Ferdy mengetahui adanya peristiwa itu setelah ditelepon oleh istrinya yang histeris. Irjen Ferdy pun langsung bertolak menuju kediamannya.

 

"Kadiv Propam pulang ke rumah karena dihubungi istrinya yang histeris. Kadiv Propam sampai di rumah dan mendapati Brigadir J sudah meninggal dunia," tutur Ramadhan.

 

Irjen Ferdy Sambo kemudian langsung menghubungi Kapolres Jakarta Selatan. Hingga akhirnya dilakukan oleh TKP oleh Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

 

"Sehingga Kadiv Propam langsung menghubungi Kapolres dan selanjutnya dilaksanakan olah TKP," pungkas Ramadhan.

 

5. Bharada E Membela Diri

 

Ramadhan juga mengungkapkan, penembakan terhadap Brigadir Yosua itu merupakan aksi pembelaan diri Bharada E. Bharada E saat itu disebut terpaksa membalas tembakan yang terlebih dulu dilakukan Brigadir Yosua.

 

"Tentunya Bharada E yang melakukan, karena melakukan pembelaan terhadap serangan yang dilakukan Brigadir J," kata Ramadhan.

 

Seusai peristiwa penembakan itu, Bharada E pun langsung diamankan. Kendati demikian, Ramadhan belum dapat memastikan apakah pelaku ditahan atau tidak.

 

"Diamankan, dan tentu sesuai dengan prosedur bila unsur dan buktinya cukup akan diproses lebih lanjut," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (11/7/2022).

 

"Jadi diamankan ya. Saya belum katakan dia ditahan atau tidak," imbuh dia.

 

Kasus ini saat ini tengah diselidiki oleh Propam Mabes Polri dan Polres Jakarta Selatan. Polisi juga mendalami alasan Brigadir Yosua masuk ke rumah Irjen Ferdy Sambo.

 

"Akan menelusuri dan mendalami sebab-sebab, motif, modus yang dilakukan. Tapi sepintas bahwa kasus itu akan didalami sebab kenapa Brigadir J memasuki rumah," ujarnya.

 

Ramadhan menegaskan bahwa Polri akan menindak tegas jika memang ditemukan adanya unsur pidana dalam penembakan itu.

 

"Ya tentu ya, dalam hal ini proses akan kita jalani sesuai prosedur ya siapa yang bersalah dalam kasus ini dan memenuhi unsur akan kita tindak tegas," ungkap Ramadhan.

 

6. Keluarga Ungkap Ada 4 Luka Tembakan di Tubuh Brigadir J

 

Keluarga dari Brigadir Yosua yang tewas setelah ditembak sesama polisi pun buka suara. Keluarga mengatakan di tubuh Yosua ada empat luka tembakan dan luka bekas sayatan.

 

"Yang luka tembak itu 3 di bagian dekat bahu, lalu 1-nya di tangan," kata Tante dari Brigadir Yosua, Roslin, lewat rekaman video seperti dilansir dari detikSumut, Senin (11/7/2022).

 

7. Keluarga Sebut Dua Jari Brigadir J Putus dan Ada Luka Sayatan

 

Keluarga juga mengungkap adanya luka sayatan di tubuh Brigadir Yosua. Bahkan 2 jari anggota Brimog yang ditugaskan menjadi ajudan Irjen Ferdy Sambo itu juga putus.

 

"Dengan ada luka sayatan lalu ada dua jari tangannya yang putus," sebut Roslin.

 

"Jadi yang malam itu dari keterangan kepolisian Jakarta menyampaikan bahwasanya di kediaman Bapak Irjen Ferdy Sambo itu ada adu tembak, jadi kami nggak puas, kalau ada adu tembak otomatis nggak ada ini ada luka sayatan," imbuhnya.

 

Adanya luka sayatan itu juga diungkap sebelumnya oleh IPW. IPW pun mendesak Polri untuk membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut tuntas insiden penembakan tersebut.

 

"Pasalnya, peristiwa ini sangat langka karena terjadi di sekitar Perwira Tinggi dan terkait dengan Pejabat Utama Polri. Anehnya, Brigpol Nopryansah merupakan anggota Polri pada satuan kerja Brimob itu, selain terkena tembakan juga ada luka sayatan di badannya," papar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.

 

8. Polri Bantah Ada Sayatan Senjata Tajam

 

Polri membantah adanya sayatan senjata tajam pada tubuh Brigadir Yosua. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan sayatan di jenazah Brigadir Yosua diperkirakan berasal dari gesekan peluru yang ditembakkan Bharada E.

 

"Di lapangan, sayatan itu diperkirakan hasil tembakan dari gesekan dari proyektil yang ditembakkan dari Bharada E ke Brigadir J," kata Ramadhan.

 

5 Kejanggalan Kasus Brigadir J Vs Bharada E

 

Terjadi peristiwa adu tembak antara Brigadir J atau Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir Yosua) dengan rekannya berinisial Bharada E.

 

Dalam kejadian yang terjadi terjadi pada Jumat (8/7/2022) sore tersebut, Brigadir J tewas. Mabes Polri sendiri telah membenarkan adanya peristiwa penembakan antara Brigadir J dan Bharada E.

 

Namun ada sejumlah keanehan dalam kronologi baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

 

Dugaan kejanggalan tersebut disampaikan oleh keluarga korban dan juga Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.

 

Berikut 5 dugaan kejanggalan yang terjadi dalam peristiwa adu tembak tersebut.

 

1. Diduga ada perkelahian

Ketua Harian Kompolnas Irjen (Purn) Benny Mamoto, menduga setelah kejadian tembak-menembak terjadi perkelahian.

 

“Setelah terjadi penembakan juga terjadi pemukulan, entah geram entah marah dan sebagainya nah ini kemungkinan timbul luka-luka ataupun sebelum meninggal ada perkelahian.” ujar Benny

 

Kita juga tidak tahu, jadi hasil klarifikasi demikian bahwa dia (Bharada E) semata-mata membela diri karena sudah diserang dulu oleh si pelaku akhirnya terjadi balas membalas tembakan,” lanjutnya.

 

2. Tujuh tembakan Brigadir J meleset

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyebutkan, kejadian pemukulan dua belah pihak ini aneh karena tembakan Brigadir J sebanyak 7 kali tidak satu pun mengenai Bharada E.

 

Sedangkan, 5 tembakan Bharada E, semuanya tepat sasaran ke tubuh Bhadara E. Terlebih dikabarkan keduanya terlibat adu pukul.

 

"Berarti kan kalau pemukulan itu mereka berdekatan. Tidak ada satu pun peluru daripada si Brigpol J yang mengenai Bharada E.” ujar Sugeng

 

“Setidak-tidaknya seperti apa pemukulan-pemukulan itu? jarak 1 meter kalau si Brigpol J memegang pistol, 7 kali tembakan tidak ada yang kena itu aneh,” lanjutnya.

 

3. Selain luka tembak, terdapat luka lain hingga lebam

Keluarga korban merasa ada yang janggal atas kematian Brigadir J. Pasalnya, sebab terdapat luka di sekujur tubuh korban selain luka tembak.

 

Diketahui ada dua bekas tembakan di dada sebelah kanan, masing-masing satu di leher dan di tangan sebelah kiri. Selain itu, di mata sebelah kanan ada luka sayatan, dan jahitan di hidung.

 

Pihak keluarga juga menambahkan, ada luka di bibir korban, giginya menjadi tidak rapi. Di kaki sebelah kanan ada luka benda tajam. Kemudian perutnya biru-biru lebam dan dua jarinya patah dengan luka di jari kelingking.

 

4. Terdapat luka sayatan

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menjelaskan mengenai luka sayatan yang ada jasad Brigadir J atau Nopryansah Yosua Hutabarat.

 

Brigjen Ramadhan menjelaskan bahwa sayatan itu terjadi karena gesekan proyektil yang ditembakkan oleh Bharada E.

 

Namun berbeda dengan Ketua (IPW) Sugeng Teguh Santoso yang mempertanyakan terkait luka tersebut. Ia mengatakan bahwa ada dugaan soal pemukulan dan ada jari yang kemudian putus.

 

“Itu putus karena tembakan terfragmentasi atau putus karena benda tajam?” ujar Sugeng.

 

Sugeng menambahkan, kejelasan mengenai penyebab luka yang ada di sekujur tubuh Brigadir J akan terungkap setelah hasil autopsi keluar.

 

5. Bharada E menembak 5 kali tapi menyebabkan 7 luka tembak

Karopenmas Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, dari hasil olah TKP serta pemeriksaan saksi, diperoleh keterangan Bharada E menembak sebanyak 5 kali, sedangkan Brigjen J melakukan penembakan sebanyak 7 kali.

 

Namun, terdapat 7 luka tembak di tubuh Brigadir J. Menurutnya, dari 5 tembakan tersebut, terdapat tembakan yang mengenai 2 bagian tubuh Brigadir J. Sedangkan sayatan berasal dari serpihan proyektil peluru yang mengenai tubuhnya.

 

Sementara itu, dari 7 tembakan yang dikeluarkan Brigadir J tidak satupun yang mengenai Bharada E. Ramadhan mengatakan hal itu dikarenakan posisi Bharada E berada di tangga dan terlindung. (tvonenews.com)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.