Latest Post


 

SANCAnews.id – Proyek strategi Pemerintahan Presiden Jokowi untuk pembangunan bandar udara (bandara) di Kabupaten Nabire Provinsi Papua terancam mangkrak.

 

Pasalnya, pembangunan bandara bernilai Rp 850 miliar yang bertujuan menjadi konektivitas dan membantu aksesibilitas transportasi logistik di Papua terhambat lantaran tidak ada alokasi dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera (APBN) tahun 2022.

 

Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nabire Salmon Pigai mengatakan akibat tidak adanya kejelasan dana dari APBN maka menyebabkan pembangunan bandara ini terbengkalai.

 

Hingga Senin, 18 April 2022, progres pembangunan bandara baru Nabire yang terbagi dalam dua bagian yakni pertama pembangunan sisi udara dan pembangunan sisi darat.

 

Pembangunan sisi udara terdiri dari landasan pacu (run way) sepanjang 1.600 meter x 30 meter, landas hubung (taxi way), Apron (landasan parkir pesawat), marka dan rambu sisi udara telah terbangun.

 

“Apron progres 600 meter, baru dikerjakan 367 meter yang sudah dicor beton, sedangkan sisanya 233 meter belum dikerjakan," kata Pigai 

 

Sedangkan pembangunan tower bandara (tower ATC), terminal penumpang, gudang kargo, bangunan kecelakaan penerbangan dan pemadam kebakaran (PKP-PK), serta gedung genset/main power house,  perkantoran dan hanggar, jalan masuk (access road), tempat parkir kendaraan bermotor belum rampung.

 

“kalau tahun ini tidak ada dana untuk kelanjutan pembangunannya maka proyek ini berpotensi gagal,” ungkapnya.

 

Pigai meminta Presiden Jokowi, Menteri Perhubungan dan kementerian terkait mengalokasikan dana melalui Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) tahun 2022.

 

“Kami sangat sayangkan bila tahun ini tidak ada dana dari APBN untuk membiayai pembangunan bandara baru di Nabire. Padahal targetnya akhir tahun 2022 rampung. Makanya, kami minta perhatian dan intervensi dari bapak Presiden Jokowi untuk menuntaskan proyek pembangunan Bandara baru Nabire,” ujarnya.

 

Sementara itu, Kepala Kantor Unit Pelaksana Bandara Nabire Muhamad Nafik mengakui hingga kini belum mengetahui besaran alokasi anggaran dari APBN untuk kelanjutan pembangunan Bandara Nabire baru tersebut.

 

“Kami masih tunggu berapa besaran dana yang digelontorkan," ungkap Muhamad

 

Muhamad menjelaskan Pembangun Bandara Nabire baru dicanangkan pertama kali saat kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo pada tahun 2017.

 

Kemudian, kata dia pada tahun 2018-2019 dimulailah penyusunan perencanaan dan sistem pembangunan bandara ini multi years selama tiga dari tahun 2019 hingga 2021.

 

Progres pembangunan Bandara Nabire baru, lanjut Muhammad, sesuai dengan kontrak yang sudah berakhir Desember 2021, capaian pembangunan fisik untuk sisi udara sudah 100 persen sedangkan sisi darat ada adendum karena dana tidak cukup.

 

"Sisi udara dananya kurang lebih Rp 442 miliar dan dan sisi darat 189 miliar," ujarnya.

 

Keberadaan Bandara baru Nabire sangat strategis, dengan panjang runway 1.600 meter, bisa di darati pesawat jenis ATR dan mendukung pelayanan penerbangan di antaranya Kabupaten Paniai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Yapen, Kabupaten Waropen dan kabupaten-kabupaten lainnya. (jpnn)



 

SANCAnews.id – Ada kesan frustasi ditunjukkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD terhadap pemerintahan Joko Widodo dan Maruf Amin dalam mengatasi persoalan polarisasi.

 

Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto melihat Mahfud seperti frustasi namun tidak beranibh mundur dari kabinet.

 

"Dia (Mahfud MD) sebenarnya sudah frustasi dengan pemerintahan Jokowi, namun sayangnya dia tidak punya keberanian untuk mundur dari kabinet," tegas Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (26/4).

 

Satyo pun meyakini sikap frustasi tersebut lebih kuat jika dibandingkan dengan anggapan beberapa pihak bahwa Mahfud MD sedang mencari panggung politik menuju Pemilu 2024.

 

Satyo mengatakan, pernyataan Mahfud MD merupakan bagian dari analisa keadaan bahwa kondisi polarisasi semakin tajam.

 

"Lalu siapa yang menciptakan polarisasi tersebut? Tentu saja pemerintah dengan 'membayar' para buzzer perusak persatuan bangsa," tandas Satyo. (*)



 

SANCAnews.id – Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Gubernur Anies Baswedan di Sirkuit Formula E hari Senin kemarin (25/4) diharapkan dapat meredakan ketegangan politik yang berkembang di tengah masyarakat.

 

Tetapi, pakar komunikasi publik Prof. Henry Subiakto kelihatannya memilih untuk tetap memanaskan suasana. Dalam cuitannya di akun Twitter pribadi, @henrysubiakto, ia mengatakan, Anies baswedan sosok nasionalis yang karena ingin berkuasa menggandeng kelompok penunggang agama. Bahkan, Anies tidak dapat dipisahkan lagi dengan mereka.

 

Anis dulu memang pendukung Jokowi. Anis itu aslinya nasionalis yang menghormati tenun kebangsaan. Tapi karena ingin berkuasa, diapun menerima saat didukung dan digandeng para penunggang agama,” tulisnya Selasa pagi (26/4) sebagai respon atas sebuah pemberitaan mengenai pertemuan di Sirkuit Formula E itu.

 

“Anispun jadi identik dan sulit dilepaskan dari kelompok mereka. Bahkan jadi simbol perjuangan politik agama,” sambung Prof. Henry Subiakto.

 

Aktivis Kolaborasi Warga Jakarta (KWJ) Andi Sinulingga berusaha untuk menengahi pernyataan Prof. Henry Subiakto itu dengan mengingatkan bahwa Jokowi juga menerima Maruf Amin menjadi wakil presiden. Padahal Marif Amin sebelumnya dikenal sebagai salah seorang tokoh penting kelompok 212.

 

“Jokowi dan @henrysubiakto juga menerima Maruf Amin jadi wapres, tokoh penting yang Anda katakan kelompok politik agama. Pilpres 2019 Jokowi jelas memainkan politik agama dengan bersekutu pada tokoh penting 212. Bahkan sejak Pilpres 2014 politik berbau agama juga diperankan oleh Jokowi,” tulis Andi Sinulingga merespon Prof. Henry Subiakto.

 

Andi Sinulingga juga dengan bijak mengingatkan Prof. Henry Subiakto untuk malu dengan cuitannya tersebut.

 

“Sebagai profesor seharusnya Anda malu dengan cuitan Anda itu @henrysubiakto,” demikian Andi Sinulingga. (rmol)



 

SANCAnews.id – Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menjelaskan, jika informasi yang disampaikannya terkait dugaan adanya kasus korupsi minyak goreng untuk memuluskan penundaan Pemilu 2024, baru sebatas sinyalemen bukan kesimpulan.

 

Ia pun meminta Kejaksaan Agung atau Kejagung mendalami sinyalemen yang ia sampaikan tersebut.

 

Masinton mengungkapkan, soal dugaan kasus korupsi minyak goreng untuk menunda Pemilu. Sebelumnya, ia mendapat informasi dari seorang kerabatnya yang tak disebutkan namanya terkait adanya sinyalemen tersebut dan bukan sebuah kesimpulan.

 

"Belum sampai kesimpulan ke sana, yang menyampaikan ke saya juga, 'Tapi jangan disimpulkan ya, Pak Masinton, tapi sinyalemen ini coba dibaca.' Informasi ini berkorelasi dengan adanya fakta-fakta di lapangan mobilisasi dukungan tiga periode," kata Masinton dalam diskusi virtual poros peduli Indonesia (Populis), Selasa (26/4/2022) malam.

 

"Satu di antaranya mobilisasi dari kelompok petani plasma bulan Februari lalu dan kemudian itu terjadi di beberapa titik lokasi dan kemudian untuk menggerakkan kelompok-kelompok yang salah satunya bersumber dari sini," sambungnya.

 

Untuk itu, kata Masinton, Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu mendalami informasi atau sinyalemen seperti apa yang dirinya sampaikan tersebut.

 

"Nah tentu kita berharap betul di Kejaksaan Agung bisa mengungkap dari yang sekarang baru empat ini ya yang sudah ditersangkakan itu bisa didalami di situ," tuturnya.

 

Masinton mengatakan, pendalaman atau penyelidikan diperlukan, agar kasus kelangkaan minyak goreng tidak hanya berdiri sendiri. Menurutnya, sinyalemen tersebut harus dibaca.

 

"Jadi bukan sekadar semata-mata 'oh ini ada kelangkaan faktor bisnis'. Nah sinyalemen harus kita baca ke sana," ungkapnya.

 

Lebih lanjut, soal informasi adanya kasus korupsi berhubungan dengan penundaan pemilu benar atau tidak, menurut Masinton itu baru bisa diketahui dari pendalaman atau investigasi yang dilakukan.

 

Nah apakah ini nanti benar ada atau tidak tergantung nanti invenstigasi dan follow up di Kejaksaan Agung karena institusi tersebut yang memilki instrumennya," tandasnya.

 

Sebelumnya, Masinton Pasaribu, mengatakan, adanya isu penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden karena pihak oligarki kapital atau kaum pemodal sudah merasa nyaman dengan kondisi hari ini.

 

"Nah ramai-ramai umpama persoalan penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden ini kepentingan itu, kaum modal tadi mereka sudah nyaman dengan situasi begini. 'Ini kita perpanjang dong nambah periode dong' gitu," kata Masinton dalam agenda diskusi dengan tajuk "Bergerak Bersama Membangun Negeri", di Kawasan Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2022).

 

Menurut Masinton, bagi kaum pemodal atau oligarki kapital sangat mudah untuk memuluskan keinginan untuk penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

 

Ia mengatakan, kaum pemodal hanya tinggal menyiapkan uang dan meninggalkan parpol yang menyatakan penolakan seperti PDIP.

 

"Karena apa? Karena kita harus melihat pertama, bagi mereka hari ini gampang bang, oligarki pemodal itu gampang ke itung semua kok, bahkan yang kita dengar PDIP kita tinggalin tinggal itung aja dia siapin duit," tuturnya.

 

Lebih lanjut, Masinton mengatakan, langkah oligarki kapital atau kaum pemodal itu bisa terlihat dari adanya mobilisasi-mobilisasi yang terjadi. Misalnya adanya dukungan mengklaim petani sawit tiba-tiba menyuarakan tiga periode.

 

"Kemudian ada ya korelasi dukungan tadi yang tiba-tiba dari petani sawit. Dukung tiga periode, siapa yang memobilisasi itu? Itu petani sawit apa? Petani yang dimobilisasi koorporat tadi. Nah itu lah anggaran nya untuk membayar yang namanya tadi sidang MPR. Nah ini kan bahayanya disitu, nah kita kan harus sampaikan ini nggak bener," tuturnya.

 

Untuk itu, sikap PDIP melalui Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri menolak adanya isu-isu tersebut untuk menjaga konstitusi.

 

"Bagi kita di PDIP ya terlepas teman-teman mau suka atau tidak suka ya ya bu Mega ini mampu menjaga itu tadi menjaga konstitusi dan semangat kita dalam konteks demokrasi tadi," tandasnya. (suara)



 

SANCAnews.id – Muhammad Fikry dan tiga rekannya yang diduga menjadi menjadi korban salah tangkap dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada Senin (25/4/2022) kemarin. Majelis Hakim memvonis mereka sembilan bulan penjara.

 

Merespons putusan itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang sedari awal mengawal kasus ini, meyebut Fikry dan tiga rekannya mengalami ketidak adilan berkali-kali.

 

"Atas putusan ini, kami menilai para terdakwa dan keluarganya mengalami ketidakadilan berkali-kali dan Majelis Hakim masuk dalam urutan aktor yang melakukan ketidakadilan tersebut," kata Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy kepada Suara.com, Selasa (26/4/2022).

 

Dia menegaskan putusan tersebut sangat mencederai rasa keadilan. Terlebih Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyebut penangkapan terhadap Fikry dan tiga rekannya telah melanggar HAM karena ditemukan adanya dugaan penyiksaan.

 

"Sulit dibayangkan para terdakwa yang merupakan korban penyiksaan dan kesewenang-wenangan oleh aparat penegak hukum, diputus bersalah oleh Majelis Hakim. Bagi kami, putusan ini mencederai rasa keadilan."

 

Berdasarkan temuan Komnas HAM setidaknya terdapat sejumlah hak dasar  mereka sebagai manusia yang dilanggar, di antaranya  hak untuk terbebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, penghukuman yang kejam. Selain itu juga melanggar hak atas rasa aman, hak untuk memperoleh keadilan dan hak atas kesehatan.

 

Dugaan Salah Tangkap

 

Diketahui, Fikry dan ketiga terdakwa lainnya, Adurohman alias Adul, Andrianto alias Ming, dan Muhammad Rizki alias Kentung ditangkap pada 28 Juli 2021. Keempatnya ditangkap di Jalan Raya Kali CBL (Cikarang Bekasi Laut), Tambun Utara.

 

Dari hasil penyelidikan Polsek Tambelang, keempatnya disebut terlibat aksi pembegalan kepada Darusma Ferdiansyah saat melintas di Jalan Raya Sukaraja, Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi pada 24 Juli 2021.

 

Terkait penangkapan terhadap terdakwa, pihak keluarga menyebut bahwa pihak kepolisian telah melakukan salah tangkap.

 

Roji (34), perwakilan keluarga dari terdakwa menyebut terjadi tindakan kekerasan kepada dilakukan pada saat penangkapan berlangsung dengan tujuan pemaksaan pengakuan.

 

"Penganiayaan banyak mas, kalo pengakuan MF ke saya kan dia ditonjokin, diinjek-injekin, ditodong pake pistol, diseret-seret, digedik (ditimpuk) kakinya pake batu dipaksa untuk mengaku," ujar Roji Kamis (3/3/2022) lalu.

 

Menurut pengakuan terdakwa MF kepada Roji saat kejadian berlangsung, MF hanya menawarkan bantuan kepada diduga korban begalnya dan bukan membegalnya.

 

"Keterangan yang mengaku korban pembegalan itu, dia tahu MF ini setelah 20 menit pembegalan bertemu dan bertanya kepada si mengaku korban dengan ucapan "Abang pulang kemana bang? nanti saya anterin,". kalo logika sederhana, masa ada begal begitu, begal syariah kali ah itumah," ucapnya.

 

MF yang juga berprofesi sebagai guru ngaji di musala dekat rumahnya juga bersahabat dekat dengan beberapa terdakwa lain sejak kecil.

 

"Mereka juga emang udah temen deket mas dari kecil di CBL mas. Kalo MF sih juga sekarang gaweannya bantu juga jaga warung, kalo sore dia rutinitas nya ngajar ngaji mas anak-anak SD di musholla keluarga kek semacam pendopo gitulah," tambah Roji.

 

Pihak keluarga berharap kasus ini segera tuntas dan berharap majelis hakim bisa mendengar dan mempertimbangkan saksi-saksi yang meringankan terdakwa. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.