Latest Post


 

SANCAnews.id – Penangkapan beberapa orang diduga sebagai anggota kelompok Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatera Barat (Sumber) oleh Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88) mendapat sorotan dari Wakil Majelis Syuro Partai Ummat Malam Sambat Kaban atau MS Kaban.

 

"Pemilu 2019 masyarakat Sumbar lebih dari 80% pilih pasangan Prabowo Sandi, pasangan Jokowi Maruf Amin KO total. Apakah ada 'dendam' sehingga Sumbar di framming sarang NII," ujar MS Kabar dikutip Twitter-nya, @MSKaban3, Rabu (20/4).

 

Kaban meminta kepolisian profesional dan tidak main menuduh Sumbar sebagai sarang NII.

 

"Pantas Jokowi KO di Sumbar, sarang NII toh kagak bakalan mempan. Urang awak ko cadiak. Densus 88 profesional dong, jangan main tuduh," katanya.

 

Densus mengklaim, para anggota NII yang ditangkap itu berencana melengserkan Presiden Jokowi sebelum Pemilihan Presiden 2024.

 

MS Kaban lalu mengungkit pemilihan presiden 2019, yang mana suara Presiden Jokowi dan Maruf Amin hanya 20 persen di Sumbar. Sisanya warga Sumbar lebih memilih pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

 

MS Kabar menduga, ada semacam dendam pemerintah sehingga Sumbar diframing dengan isu tehrorisme.

 

Dia bilang, sebagai mantan anggota DPR RI dari Sumbar, dirinya tidak percaya bahwa NII ada di Sumbar.

 

Dia bahkan mempertanyakan kualitas Densus 88 yang gampang menuduh masyarakat sebagai teroris.

 

"Sebagai mantan anggota DPR RI Sumbar 1999/2004 sangat tidak percaya 100% NII di Sumbar, kualitas densus88 teruji tidak akurat, gampang menteroriskan," katanya.

 

"Masyarakat Sumbar dengan tiga tungku sajarangan kuat memegang adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah teguh pertahankan NKRI," tuturnya.

 

Dikutip dari Fin.co.id, pada Maret 2022, Densus menangkap 16 orang anggota jaringan NII di 2 tempat di Provinsi Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Tanah Datar.

 

Penegakan hukum terhadap anggota jaringan NII di Provinsi Sumatra Barat dilakukan sebagai salah satu upaya mengungkap struktur dan menekan perkembangan jaringan NII baik di tingkat kewilayahan hingga ke pusat.

 

Penyidik Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkapkan, para tersangka NII di Sumatera Barat berupaya untuk melengserkan pemerintah yang berdaulat sebelum Pemilu 2024.

 

Rencana tersebut diperoleh dari keterangan tersangka yang diberikan kepada penyidik dan barang bukti yang ditemukan di lokasi penangkapan.

 

“Barang bukti yang ditemukan juga menunjukkan sejumlah rencana yang tengah disiapkan oleh jaringan NII Sumatera barat, yakni upaya melengserkan pemerintah yang berdaulat sebelum tahun Pemilu 2024,” kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Senin (18/4).

 

Menurut dia, jaringan NII Sumatera Barat memiliki visi-misi yang sama persis dengan NII Kartosuwiryo, yakni rencana mengganti ideologi Pancasila dan sistem pemerintahan Indonesia saat ini dengan syariat Islam, sistem khilafah dan hukum Islam.

 

“Dari sejumlah barang bukti yang ditemukan dalam bentuk dokumen tertulis menunjukkan bahwa jaringan NII di Sumatera Barat memiliki visi-misi yang sama persis dengan NII Kartosuwiryo,” kata Aswin.

 

Ia mengatakan NII Sumatera Barat memiliki banyak rencana, terdapat juga potensi ancaman berupa serangan teror yang tertuang dalam wujud perintah mempersiapkan senjata tajam (disebut golok) dan juga mencari para pandai besi. (radar)



 

SANCAnews.id – Sebuah video yang memperlihatkan seorang polisi melarang dan mengusir warga yang sedang antre pembagian Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) karena belum vaksin booster viral di media sosial. Peristiwa itu diketahui terjadi di Kabupaten Brebes.

 

Video tersebut antara lain dibagikan di facebook oleh akun bernama Bram Irianto pada Rabu (20/4/2022). Video berdurasi 27 detik itu diunggah dengan narasi "Seorang anggota polisi melarang penerima manfaat BLT untuk mencairkan BLT Bila belum di vaksin Booster."

 

Video tersebut memperlihatkan seorang polisi tengah berdiri di tengah kerumunan warga yang mayoritas adalah perempuan. Dengan nada tinggi polisi itu meminta agar warga yang belum vaksin booster tidak dilayani.

 

‎"Tidak vaksin ketiga tidak dilayani. Perintah pak presiden. Semua vaksin dulu," ujarnya.

 

‎Di tengah polisi tersebut berbicara, terdengar seorang perempuan turut berbicara kepada warga. "Bukan Puskesmas Kaligangsa ya bu, bukan Puskesmas Kaligangsa," ujar perempuan tersebut.

 

Setelah perempuan‎ selesai berbicara, polisi yang sebelumnya berbicara kepada warga kembali meminta warga untuk vaksin ketiga terlebih dahulu. Masih dengan nada tinggi, oknum itu bahkan meminta warga untuk pergi dan bantuan tidak dibagikan dulu.

 

"Njenengan silakan nyari vaksin dulu. Vaksin ketiga. Keluar cepat, keluar. Jangan dibagikan dulu," teriaknya.

 

‎Berdasarkan suara perempuan yang terdengar di video, lokasi kejadian itu diperkirakan berada di Puskesmas Kaligangsa. Saat coba ditelusuri, Kaligangsa yang dimaksud yakni Desa Kaligangsa Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes.

 

‎Kapolsek Brebes AKP Wagito saat dikonfirmasi membenarkan jika lokasi kejadian viral tersebut yakni di wilayah Desa Kaligangsa Wetan, Kecamatan Brebes dan polisi yang ada di video adalah anggotanya.

 

"Betul itu anggota saya. Yang pertama kami memohon maaf atas kejadian dalam video yang viral tersebut. Itu kejadiannya hari Senin kemarin (18/4/2022)," kata Wagito saat dihubungi, Rabu (20/4/2022).

 

‎Menurut Wagito, polisi dalam video tersebut yakni Aiptu AJ, bersama anggota Polsek Brebes yang lain pada saat itu sedang melakukan pengamanan penyaluran BPNT di Balai Desa Kaligangsa Wetan.  Dia menyebut ada sekitar 400 warga yang datang untuk menerima bantuan hingga menimbulkan kerumunan.

 

"Jadi kami berupaya menjaga agar penyaluran bantuan berjalan lancar dan juga mengingatkan warga agar menjaga prokes," ujarnya.

 

‎Wagito menyebut apa yang disampaikan anggotanya seperti terlihat di video adalah agar pembagian bantuan berjalan lancar dan sesuai aturan. Salah satunya adalah warga yang akan menerima bantuan syaratnya harus sudah vaksin booster atau dosis ketiga.

"Ada beberapa warga yang belum vaksin booster dan memang syaratnya harus vaksin booster. Kebetulan balai desa dekat dengan puskesmas, jadi kami arahkan agar vaksin dulu ke puskesmas, setelah itu kembali ke balai desa," jelasnya.

 

Wagito menegaskan anggotanya sama-sekali tidak bermaksud untuk melarang dan mengusir warga penerima bantuan. Dia juga menyebut video yang diunggah dan akhirnya viral adalah video yang tidak utuh. "Polisi tidak melarang, hanya syaratnya ‎memang harus vaksin booster dulu," ujarnya. (suara)



 

SANCAnews.id – Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Mohamad Guntur Romli mengadu ke Polda Metro Jaya usai merasa diancam netizen Facebook yang bernama Karna Wijaya.

 

"Hari ini melaporkan pemilik Facebook yang terduga atas nama Karna Wijaya," kata Guntur Romli, Senin (18/4/2022).

 

Guntur mengungkapkan akun media sosial tersebut memuat foto dirinya dan istrinya serta sejumlah pegiat media sosial seperti Eko Kuntadhi, Deny Siregar hingga Ade Armando, dengan narasi 'satu per satu dicicil massa'.

 

"Saya merasa diancam dan dihasut karena ada postingan dia di FB yang memuat foto saya dan istri saya, yang isinya itu satu per satu dicicil massa," ujarnya.

 

Guntur juga mengatakan akun media sosial tersebut juga menuliskan komentar dengan kata-kata disembelih dan dibedil, dia pun menilai komentar tersebut sebagai sebuah ancaman serius sehingga melaporkannya ke pihak berwajib.

 

Lebih lanjut dia mengungkapkan akun media sosial tersebut juga mengunggah foto Ade Armando yang disilang.

 

"Yang isinya satu persatu dicicil massa dan di situ ada foto Ade Armando yang disilang. Jadi, artinya kalau saya pahami ini kan kaya target mau dihakimi seperti Ade Armando selanjutnya," pungkasnya.

 

Laporan Guntur Romli telah diterima dan terdaftar dengan nomor laporan LP/B/1983/IV/2022/SPKT/Polda MetroJaya tanggal 18 April 2022.

 

Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Guntur, Aulia Fahmi mengatakan pihaknya melaporkan dua pasal yakni Pasal 160 dugaan penghasutan, Pasal 28 ayat 2 ujaran kebencian dan pasal 29 mengenai pengancaman pribadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 

"Kita siapkan langkah ke depan yakni beberapa ahli dari ahli pidana, ahli ITE, ahli bahasa terpenting nanti, kami juga komunikasi ke beberapa ahli dan katanya memang ucapan ini sangat menakutkan dan mengandung ujaran kebencian," kata Fahmi. (era)



 

SANCAnews.id – Usai demonstrasi besar-besaran mahasiswa di depan Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Senin lalu (11/4), sejumlah kalangan masih menuntut Presiden Joko Widodo untuk memberikan sanksi tegas kepada Menko Marvest, Luhut Binsar Pandjaitan.

 

Sebab, Luhut dinilai sebagai sosok yang tak bisa mempertanggungjawabkan pernyataannya terkait big data dukungan penundaan pemilu yang dia klaim mencapai 110 juta masyarakat.

 

Hal itu terlihat jelas saat Luhut dicecar Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) selang sehari dari demonstrasi mahasiswa di DPR RI, Selasa (12/4).

 

Kala itu, Luhut dijadwalkan memberi kuliah umum dalam acara Minister Talk: "Bangkit Bersama, Bangkit Lebih Kuat: Indonesia Menyongsong Pasca pandemi Covid-19" di Kampus UI, Depok, Jawa Barat. Menariknya, materi yang disampaikan mantan Menko Polhukam itu kepada mahasiswa UI, adalah terkait "Keteladanan sebagai Kunci Kepemimpinan".

 

Sayangnya saat didatangi mahasiswa yang menuntut Luhut membuka big data dukungan penundaan pemilu, mantan Menko Polhukam itu menolak dengan berbagai alasan. Salah satunya karena dirinya bukan orang yang berbicara soal penundaan pemilu maupun masa jabatan presiden 3 periode.

 

Menurut Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif'an, posisi Luhut dalam polemik isu penundaan pemilu dan 3 periode masa jabatan presiden sudah jelas, yakni sebagai pemegang mandat dari seseorang.

 

Dalam hal ini, Ali melihat posisi Luhut sebagai salah seorang menteri di Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

 

Mau tidak mau, setiap menteri harus taat dan patuh kepada presidennya, sebagaimana yang diungkap Jokowi pada awal membentuk kabinet, "tidak ada visi misi menteri, yang ada hanyalah visi misi presiden".

 

Berdasarkan hal itu, Ali mempertanyakan kembali sikap Jokowi yang tak kunjung memberikan sanksi kepada Luhut. Menyusul aksi penolakan keras dari mayoritas masyarakat dan mahasiswa Indonesia melalui banyak kanal media hingga aksi demonstrasi pekan lalu.

 

"Kalau (Luhut menggalakkan isu penundaan pemilu dan 3 periode) atas seizin beliau (Presiden Jokowi), ya sudah tidak ada sanksi. Karena memang ini agak sulit ya menduga ketika ini tidak atas kode presiden sendiri," ujar Ali kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/4).

 

Atas dugaan tersebut, sedari awal muncul isu penundaan pemilu Ali mengaku sudah paham, bahwa yang disampaikan oleh Luhut juga Menteri Investasi Bahlil Lahadalia adalah untuk melakukan tes pasar.

 

"Makanya kenapa dari awal saya bilang wacana tiga periode hanya bagian untuk (melihat) bagaimana respons masyarakat," tuturnya.

 

Maka dari itu, Ali meyakini bahwa rencana penundaan pemilu untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi menjadi 3 periode memang sudah disiapkan sejak lama.

 

Selain karena isu 3 periode sudah menyeruak sejak 2020 silam, pernyataan Jokowi yang masih menggantung dalam beberapa kesempatan menjadi buktinya.

 

Barulah setelah muncul penolakan dari mahasiswa di berbagai daerah melalui demonstrasi, jadwal dan tahapan Pemilu Serentak 2024 akhirnya dipastikan akan didukung pemerintah. Termasuk melantik pimpinan KPU dan Bawaslu RI periode 2022-2027.

 

"Boleh jadi ya, apabila menjelang pelantikan KPU Bawaslu tidak ada penolakan yang berarti dari masyarakat, atau apalagi mahasiswa diam-diam saja, bisa jadi wacana ini akan terus bergulir. Tetapi fakta yang kita saksikan memang penolakannya luar biasa," ucapnya.

 

"Dan mungkin berdasarkan hitung-hitungan tim istana, barangkali kalau ini dilanjutkan akan terjadi instabilitas keamanan, instabilitas politik, bahkan chaos. Jadi itulah pertimbangan-pertimbangan mengapa wacana ini di-closing," demikian Ali. (rmol)



 

SANCAnews.id – Majelis Hakim menjatuhkan vonis lima bulan penjara terhadap pegiat media sosial, Ferdinand Hutahaean terkait kasus cuitan "Allahmu Lemah" di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Selasa (19/4/2022).

 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdinand Hutahaean terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat," kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Pusat.

 

"Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama lima bulan penjara," tambah hakim.

 

Vonis lima bulan penjara yang dijatuhi hakim lebih rendah dari tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang menjatuhkan tujuh bulan penjara terhadap Ferdinand.

 

Ketika hakim menanyakan kepada pihak Jaksa dan tim hukum Ferdinand, keduanya mengaku pikir-pikir untuk menyatakan banding atau tidak.

 

Dalam sidang vonis itu, hakim memberikan waktu selama 7 hari untuk mengajukan banding.

 

Ferdinand dianggap melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

 

Dalam tuntutan tersebut, Jaksa turut mengurai hal-hal yang memberatkan, yakni perbuatan Ferdinand menimbulkan keresahan yang meluas bagi masyarakat. Tidak hanya itu, Ferdinand juga tidak memberi contoh kepada masyarakat.

 

Untuk hal yang meringankan, Jaksa menilai jika Ferdinand bersikap sopan selama persidangan dan menyesali perbuatannya. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.