Luhut Diminta Mundur, Masinton: Dia Harus Bersikap Ksatria
SANCAnews.id – Anggota DPR dari Fraksi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, mendesak Menteri Kordinator
Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, mundur dari
jabatannya. Masinton menilai Luhut membikin keruh situasi kebangsaan dengan
melempar isu penundaan pemilu hingga big data.
Diketahui, Luhut sempat menyebut ada 110 juta masyarakat yang
meminta penundaan pemilu yang terangkum dalam big data. Banyak yang meragukan
kesahihan data tersebut. Saat dicecar BEM Universitas Indonesia (UI) beberapa
hari lalu, Luhut pun enggan membuka big data yang menjadi ujung pangkal
kekisruhan.
Hal ini membuat Masinton Pasaribu geram dan menilai Luhut
telah melakukan kebohongan dengan big datanya. Secara tegas, Masinton meminta
Luhut mundur untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Pertanyaannya adalah, ke mana tuh Menko yang bukan membidangi
bidang politik, [tapi] mewacanakan perpanjangan jabatan persiden, bikin hoax
melalui big data. Ke mana itu orang, kenapa bukan beliau [Luhut] yang
menyampaikan bahwa itu gagasan dirinya. Kenapa presiden [yang harus menerima
konsekuensi]? Harusnya Menko bersikap ksatria, mundur dari seluruh jabatannya.
Harusnya seperti itu sikap pemimpin,” ujar Masinton dalam sebuah wawancara
dengan salah satu stasiun televisi, Rabu (13/4/2022).
Masinton memuji sikap ksatria Presiden Jokowi yang akhirnya
berani menolak ide penundaan pemilu dengan memastikan pemilu tetap digelar
sesuai jadwal tahun 2024. Dia menyebut sikap Jokowi menjadi wujud tanggung
jawab pemimpin yang meredakan kekacauan yang dibikin para pembantunya.
“Ketika muncul gelombang penolakan perpanjangan periode masa
jabatan presiden, akhirnya Presiden Jokowi menyampaikan kembali secara tegas
dan gamblang bahwa tidak ada rencana agenda penundaan pemilu maupun
perpanjangan masa periode jabatan presiden. Sikap ksatria Presiden Jokowi ini
adalah bentuk tanggung jawab seorang pemimpin mengambil alih tindakan keblinger
bawahannya yang congkak dan semena-mena kepada rakyat,” kata Masinton dalam
keterangannya.
Pengamat politik, Rocky Gerung, juga sempat mengkritik keras
Luhut yang dinilainya tidak transparan sebagai pejabat publik. Dia menyayangkan
Luhut enggan membuka big data saat diminta BEM UI yang notabene akademisi.
“Pak Luhut sedikit gugup sebetulnya. Ia tidak menyangka akan
ada pertanyaan dan argumen seperti itu. Lalu ngeles-ngeles, ‘ya itu adalah
hipotesis’. Ya apa hipotesisnya kan anda udah ucapin kok [soal penundaan
pemilu],” ujar Rocky.
Filsuf jebolan UI itu memahami apabila Luhut enggan membuka
big data pada publik, termasuk mahasiswa. Namun Rocky menilai Luhut harus
menerima konsekuensi dengan sikapnya itu. Menurut Rocky, Luhut bisa dibilang
pembohong besar.
“Kalau gitu boleh bikin big lies dong kalau nggak bisa buka
big data. Akhirnya ya mahasiswa mengerti bahwa ini pembohong juga. Mahasiswa UI
selalu punya kemampuan untuk menahan diri saat pertanyaan tidak dijawab,” ujar
Rocky Gerung. (suara)