Latest Post


 

SANCAnews.id – Ketua Relawan Jokowi Mania (Joman), Immanuel Ebenezer alias Noel meminta aparat Kepolisian untuk menangkap semua orang yang ada di panggung acara 212, termasuk pejabat negara yang satu panggung dengan Munarman.

 

Begitu yang disampaikan oleh Noel menanggapi putusan tiga tahun penjara terhadap mantan Sekretaris Umum (Sekum) Front Pembela Islam (FPI) Munarman yang divonis bersalah karena menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

 

Awalnya, Noel menyampaikan apresiasi terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur yang telah menunjukkan penegakan hukum.

 

Dikatakan Noel, saat sidang terungkap jaksa tidak terlalu kuat dalam mendakwa Munarman terlibat aktivitas terorisme. Apalagi, baik Jaksa maupun Munarman juga samasama mengajukan banding.

 

"Kita lihat saja proses hukumnya ke depan. Kita tetap harus mendukung proses penegakan hukum, tidak bisa tidak. Apapun nanti keputusannya, ya kita harus terima, gak bisa tidak," ujar Noel kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (7/4).

 

Noel menyebut, Munarman awalnya sudah diframing sebagai teroris. Akan tetapi, tuntutan delapan tahun dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti.

 

Pendukung Jokowi itu mengatakan ada banyak kejanggalan dalam penegakan hukum terhadap Munarman. Sebab, pada akhirnya Munarman harus terjerat hukum hanya karena tidak melaporkan aktivitas terorisme.

 

Atas dasar itu, Noel meminta aparat segera menangkap semua pejabat yang hadir di acara 212. Saat itu, dalam acara 212 seluruh pejabat mulai Presiden dan para pejabatnya hadir.

 

"Ditangkapi aja itu banyak, termasuk saya. Orang yang tahu Munarman teroris, siapa yang terlibat dalam kejadian 212 di mana presiden dan pejabat negara satu panggung dengan Munarman dan Habib Rizieq, ditangkapi orang-orang itu, berapa banyak pejabat negara. Saat itu ada Pak Tito Kapolri," pungkas Noel. ***



 

SANCAnews.id – Putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur terhadap mantan Sekretaris Umum (Sekum) Front Pembela Islam (FPI) Munarman dinilai terlalu dipaksakan.

 

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengurai bahwa Munarman dianggap bersalah karena menyembunyikan informasi tindak pidana terorisme. Putusan Hakim berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menganggap Munarman terbukti melakukan terorisme.

 

"Kalau putusan menyembunyikan informasi tindakan terorisme tidak kah itu dipaksakan?" ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (7/4).

 

Muslim pun mempertanyakan teroris mana yang disembunyikan oleh Munarman. Sementara di satu sisi, nyata-nyata teroris ada di depan mata, tak kunjung diberantas oleh aparat.

 

“Sedangkan tindakan terorisme dan pembunuhan KKB di Papua secara terang-terangan saja tidak ditangani secara cepat dan baik. Mengakibatkan banyak korban anggota aparat dan rakyat. Jadi tudingan pelanggaran pasal itu dipaksakan. Seharusnya Hakim dalam putusannya ini memutuskan bebas Munarman," pungkas Muslim.

 

Munarman telah divonis bersalah melanggar Pasal 13 C UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme karena menyembunyikan informasi kegiatan terorisme. Munarman dihukum pidana penjara tiga tahun yang diketahui lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut agar Munarman dipidana penjara selama delapan tahun. (*)



 

SANCAnews.id – Immanuel Ebenezer yang sempat menjadi saksi meringankan untuk Munarman menyebut, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas mantan petinggi FPI itu bagus karena lebih ringan dari tuntutan jaksa.

 

Menurut pria yang akrab disapa Noel itu, putusan hakim menunjukkan jika Munarman memang bukan teroris.

 

"Baguslah. Apa yang disampaikan di pengadilan dengan fakta-fakta yang ada bahwa Munarman bukan teroris. Putusan 3 tahun membuktikan bahwa Munarman bukan teroris," kata Noel saat dihubungi pada Kamis, 7 April 2022.

 

Immanuel Ebenezer mengatakan, jika memang Munarman seorang teroris maka banyak sekali orang yang terlibat dalam aksi 212 di Monas pada 2016 silam adalah teroris. Sebab, kata dia, Munarman adalah orang yang ikut merencanakan aksi bela Islam itu.

 

"Kalau dia teroris, waktu itu dia pasti sudah mencelakakan pemimpin negara," ujar dia.

 

Ketua Relawan Jokowi Mania itu menyebut jika persidangan Munarman kental nuansa politiknya.

 

"Fakta hukumnya Munarman tidak terlibat, fakta-fakta di persidangan itu sumir. Jadi ya kita lihat saja, saya tidak mau tidak terlibat jauh karena memang dalam kasus ini nuansa politiknya lebih kental dari nuansa hukumnya sebenarnya," kata Noel.

 

Salah satu indikasinya, kata Noel adalah setelah dia menjadi saksi meringankan dalam sidang Munarman, jabatannya sebagai komisaris di salah satu perusahaan BUMN dicopot. Padahal, kata dia, menjadi saksi di persidangan dilindungi undang-undang.

 

"Dari awal memang ada pihak-pihak yang ingin memenjarakan Munarman. Buktinya saya dicopot dari Komisaris BUMN padahal saya cuma jadi saksi yang meringankan," kata dia.

 

Sebelumnya Munarman divonis 3 tahun penjara dalam kasus terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Rabu, 6 April 2022.

 

"Menyatakan terdakwa Munarman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja sebagaimana dakwaan ketiga," kata Majelis Hakim, saat sidang di PN Jakarta Tmur, Rabu.

 

Terkait vonis tersebut, pihak Munarman menyatakan akan mengajukan banding. “Baik majelis hakim, setelah kami rapat dengan terdakwa, kami menyatakan banding atas putusan ini,” kata kuasa hukum Munarman.

 

Noel pun berharap pada tingkat banding, hakim bisa lebih adil dalam memutus kasus ini.

 

"Semoga nanti ke depannya ada keputusan yang lebih adil bagi Munarman dan buat bangsa ini juga," kata Noel. (tempo)



 

SANCAnews.id – Langkah Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membuka kesempatan bagi keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) mendaftar TNI dianggap tak bakal menimbulkan masalah. Dengan catatan, ada tes ideologi dalam seleksi prajurit tersebut.

 

Menurut Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, tes ideologi perlu dilakukan kepada keturunan PKI agar dapat dipastikan ideologi yang dianut para pendahulu mereka sudah tidak ada.

 

"Pasalnya ideologi sulit mati. Maka perlu diyakinkan paham atau ideologi komunis kakek nenek moyang mereka sudah mati," ujar Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rdabu (6/4).

 

Di samping itu, Jerry juga menyarankan kepada Panglima TNI  membatasi jumlah keturunan PKI yang boleh mendaftar di TNI, itupun jika tidak mendapat penolakan dari masyarakat luas.

 

"Kuotanya jangan terlalu banyak dan mereka juga perlu dibina dalam bingkai NKRI pola pikirnya," katanya.

 

Lebih lanjut, Jerry menegaskan bahwa memastikan ideologi PKI penting dilakukan untuk anak keturunannya supaya tak terjadi hal-hal yang berdampak buruk bagi masyarakat dan juga negara.

 

"Ini untuk mencegah terjadi hal-hal yang berdampak buruk. Takutnya ada unsur pembalasan dendam atas tindakan represif terhadap ajaran PKI di era Soeharto," demikian Jerry. (*)



 

SANCAnews.id – Rencana deklarasi "Jokowi 3 Periode" oleh Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi) pimpinan Surta Wijaya ditanggapi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Tito Karnavian. Namun, respons Tito tersebut malah diskakmat salah seorang pimpinan MPR RI.

 

Sosok yang merespons secara tegas pernyataan Tito ialah Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid. Menurutnya, ada satu hal yang dilupakan Tito dalam pernyataannya menanggapi isu perpanjangan masa jabatan presiden.

 

Pasalnya, Tito hanya menyebut hal yang tabu dalam amandemen UUD 1945 adalah ketika pembukaannya diubah. Sehingga, amandemen UUD 1945 bukanlah hal yang tabu seperti mengubah kitab suci, karena pernah dilakukan sebelumnya dan tak menyalahi aturan.

 

"Amandemen UUD tidak tabu. Tapi Mendagri mungkin lupa, bukan hanya Kitab Suci dan Pembukaan UUD, soal NKRI juga tidak boleh diamandemen (pasal 37 ayat 5)," ujar Hidayat Nur Wahid melalui akun Twitternya, Rabu (6/4).

 

Oleh karena itu, mantan Presiden PKS ini pun menegaskan bahwa pernyataan Tito yang membahas soal amandemen, menanggapi rencana Apdesi mendeklarasikan dukungan 3 periode kepada Jokowi, tidaklah tepat.

 

"Maka wajarnya suarakan amandemen, bukan soal 3 periode, karena 3 periode tak sesuai dengan UUD dan sumpah jabatan," tandasnya.

 

Pernyataan Tito menanggapi sikap Apdesi abal-abal pimpinan Surta Wijaya dalam acara Silaturahmi Nasional (Silatnas) Kepala Desa pada 29 Maret 2022 lalu, disampaikan ketika dia ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa kemarin (5/4).

 

Dalam kesempatan tersebut, mantan Kapolri ini menyebut tindakan para kepala desa itu tidak melanggar UU Desa yang berlaku, lantaran kepala desa tak memiliki status sebagai birokrat atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Sehingga, tidak ada larangan kepala desa untuk melakukan politik praktis.

 

Selain itu, Tito juga mengklaim acara Silatnas Kepala Desa bersama Presiden Joko Widodo itu sama sekali tak bermuatan politik, walaupun terungkap suatu rencana deklarasi dukungan oleh Surta Wijaya untuk Jokowi bisa menjabat 3 periode, dengan mengatasnamakan Apdesi. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.