Latest Post


 

SANCAnews.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdinand Hutahaean tujuh bulan penjara dalam kasus cuitan 'Allahmu Lemah'. Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2022) hari ini.

 

Pantauan di ruang sidang Sujono, majelis hakim membuka jalannya persidangan pada pukul 13.00 WIB. Eks politikus Partai Demokrat itu tampak mengenakan setelan kemeja berwarna putih dan celana jeans.

 

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan jika Ferdinand terbukti bersalah menyiarkan berita bohong sehingga menimbulkan kebohongan. Atas hal itu, JPU juga meminta agar Ferdinand tetap ditahan.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdinand Hatahaen dengan pidana selama 7 bulan penjara dikurangi terdakwa di dalam tahanan," kata JPU.

 

Ferdinand diyakini jaksa melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

 

Dalam tuntutan tersebut, Jaksa turut mengurai hal-hal yang memberatkan, yakni perbuatan Ferdinand menimbulkan keresahan yang meluas bagi masyarakat. Tidak hanya itu, Ferdinand juga tidak memberi contoh kepada masyarakat.

 

Untuk hal yang meringankan, Jaksa menilai jika Ferdinand bersikap sopan selama persidangan dan menyesali perbuatannya.

 

Dakwaan 

Dalam dakwaan jaksa, bahwa cuitan Ferdinand Hutahaean disebut memancing keonaran di kalangan rakyat.

 

Terdakwa Ferdinand Hutahaean, selaku pemilik akun Twitter Ferdinand Hutahaean @FerdinandHaean3 menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata Jaksa Penuntut Umum Baringin Sianturi saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

 

Áda sejumlah cuitan Ferdinand di akun media sosial Twitternya itu. Namun, puncaknya, menurut jaksa, adalah kicauan Ferdinand pada pukul 10.54 WIB dengan menyebut, "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela".

 

"Kata-kata terdakwa tersebut jelas tidak hanya ditujukan kepada Bahar Bin Smith dan kelompoknya, tetapi yang tersakiti pada kata-kata terdakwa tersebut adalah penganut agama Islam yang ada di seluruh Indonesia; dan tidak tertutup kemungkinan juga umat Islam yang ada di dunia ini tersinggung dan marah karena kebohongan yang disampaikan oleh terdakwa dalam Twitter-nya," kata Jaksa Baringin dalam pembacaan surat dakwaan beberapa waktu lalu.

 

Keonaran di kalangan rakyat yang diakibatkan karena cuitan Ferdinand tersebut ditunjukkan dengan adanya demonstrasi di Solo, pada 7 Januari 2022, oleh sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam organisasi Indonesia Raya. Anggota organisasi tersebut antara lain Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Forum Umat Islam Bersatu (FUIB).

 

"Jadi banyak pilihan. Artinya buat apa kita membeli sesuatu yang berbahaya yang punya potensi bahaya pilihlah yang memang sudah mendapatkan izin edar dari BPOM," katanya. (suara)



 

SANCAnews.id – Bantahan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait kenaikan harga BBM menunjukkan bahwa seolah-olah perubahan harga diatur oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

 

Demikian pandangan Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menanggapi bantahan Ahok yang menyebut belum ada rencana kenaikan harga BBM Pertalite dan LPG 3 kilogram, seperti yang sebelumnya disampaikan oleh Luhut.

 

"Soal kenaikan harga itu seolah semua diatur Luhut. Publik dan konsumen BBM akan bertanya, Luhut terima komisi berapa atas kenaikan itu?" ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (5/4).

 

Karena, lanjut Muslim, terlihat segala urusan ingin diatur oleh Luhut. Tidak heran jika Luhut dianggap sebagai "menteri segala urusan".

 

"Soal harga (BBM) ini padahal cukup di tingkat Pertamina saja. Ngapain Menko (Luhut) turun sampai ke soal-soal teknis," pungkas Muslim. (*)



 

SANCAnews.id – Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menyindir Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait dengan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng untuk masyarakat.

 

Kebijakan tersebut berbanding terbalik ketika Jokowi memimpin DKI Jakarta sebagai Gubernur yang mengkritik kebijakan BLT era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan kekinian video yang memperlihatkan kritikan Jokowi terhadap kebijakan BLT era SBY kembali viral di media sosial.

 

"Terkait video lama yang kembali beredar, ini hanya menegaskan bahwa sejatinya beliau tak mengerti apa yang dikomentarinya, apalagi saat itu sedang getol-getolnya pencitraan yang dilakukannya untuk menuju kursi presiden," kata Kamhar kepada wartawan, Selasa (5/4/2022).

 

Menurut Kamhar kritikan yang disampaikan Jokowi kala itu dilakukan hanya untuk membangun image seolah-olah lebih bisa dari pada pemerintahan SBY. Namun, kata dia, rezim saat ini malah alami kemunduran.

 

"Akhirnya waktu yang kemudian membuktikan jika dibandingkan dengan pemerintahan Pak SBY rezim sekarang ini banyak mengalami kemunduran, tak hanya di bidang politik dan hukum, termasuk pula di bidang ekonomi," ungkapnya.

 

Kamhar lantas menyinggung soal utang negara yang membengkak. Menurutnya, hanya di rezim Jokowi, Indonesia alami utang terbesar.

 

"Yang “meroket” hanya utang. Ini adalah rezim dengan jumlah utang terbesar sepanjang republik berdiri," tuturnya.

 

"Kami tak ingin bersuka atas keadaan ini, karena kami sadar sepenuhnya dibalik kegagalan ini ada beban dan penderitaan rakyat yang semakin meningkat," sambungnya.

 

Pemerintah Beri BLT 

Diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah bakal menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng untuk masyarakat. BLT yang bakal diberikan kepada masyarakat itu senilai Rp 300 ribu untuk tiga bulan.

 

Jokowi menyebut BLT minyak goreng akan mulai disalurkan mulai April 2022.

 

"Pemerintah akan memberikan bantuan tersebut untuk 3 bulan sekaligus yaitu April, Mei dan Juni yang akan dibayarkan di muka pada bulan april 2022 sebesar Rp 300 ribu," kata Jokowi sebagaimana dikutip melalui YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (1/4/2022).

 

BLT minyak goreng itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar bantuan pangan non tunai (BPNT) dan program keluarga harapan (PKH). Sebanyak 2,5 pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan makanan gorengan juga akan mendapatkan BLT tersebut.

 

Keputusan pemerintah tersebut diambil untuk meringankan beban masyarakat ketika harga minyak goreng yang mahal akibat dari melonjaknya harga minyak sawit di pasar internasional.

 

"Saya minta Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial serta TNI dan Polri berkoordinasi agar penyaluran bantuan ini berjalan baik lancar." (suara)



 

SANCAnews.id – Ketidaktahuan seorang Menteri Sekretaris Negara Pratikno atas adanya hidden agenda perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo diragukan banyak pihak.

 

Salah satunya disampaikan oleh Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto. Dia menanggapi pernyataan Pratikno yang mengaku tidak tahu menahu soal gerakan Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang mendukung Presiden Jokowi tiga periode.

 

Pratikno dicecar soal deklarasi Apdesi itu oleh anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Ihsan Yunus saat rapat dengar pendapat (RDP) pada Senin (4/4).

 

"Mengapa Mensesneg mengatakan hanya diundang Apdesi? Mungkin saja benar sebab Pratikno sebagai Mensesneg memang tidak sanggup memberikan advise kepada Jokowi, apalagi mengatakan tidak kepada orang yang paling berkuasa di kabinet yaitu LBP (Luhut Binsar Pandjaitan)," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (5/4).

 

Semestinya kata Satyo, Pratikno sebagai seorang cendikiawan yang juga mantan Rektor Universitas Gadjah Mada bisa menyatakan secara tegas dan terbuka bahwa upaya menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden bukan saja melanggar UU, tapi juga sangat beresiko tinggi terhadap stabilitas sosial politik.

 

"Sangat tidak mungkin seorang Mensesneg tidak mengetahui bahwa ada 'hidden agenda' dari Istana yang dengan sengaja 'memobilisasi' dukungan segala wacana untuk menjadikan Jokowi Presiden terus-terusan," katanya.

 

"Bahaya laten otoritarian seperti di era orde baru bukan tidak mungkin bisa terjadi lagi di era Jokowi jika orang-orang yang berwatak sengkuni justru diberi kekuasaan," pungkas Satyo. ***




SANCAnews.id – Deklarasi dukungan penambahan masa jabatan presiden yang dilakukan organisasi massa Apdesi beberapa waktu lalu berimbas kurang apik terhadap Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Anggota Komisi II DPR RI Junimart Girsang menegur Mendagri karena Apdesi telah bermain politik praktis.

 

Awalnya, legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu bertanya kepada Tito Karnavian mengenai UU No 17/2013 tentang organisasi massa di bawah pengawasan dan pembinaan Kementerian Dalam Negeri yang dinilai tidak tunduk kepada pemerintah.

 

"Saya melihat, mencermati, selama ini bahwa ormas-ormas itu kebanyakan bablas Pak Menteri, itu artinya mereka sudah tidak tunduk kepada aturan dan peraturan perundang-undangan nomor 17 tahun 2013," ucap Junimart dalam rapat kerja Komisi II dengan Mendagri RI, dan rapat dengar pendapat dengan Kepala Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan RI, serta Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI, terkait evaluasi pelaksanaan program dan anggaran tahun 2021, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (5/4).

 

"Padahal itu menjadi kewajiban dari Kemendagri untuk membina mengawasi dan membina para ormas,” tegasnya.

 

Junimart lantas menyinggung Apdesi yang dinilainya telah kebablasan dengan menyuarakan dukungan penundaan pemilu dan atau penambahan masa jabatan presiden.

 

“Kalau kita masih ingat betul tentang Apdesi, undang-undang tentang ormas itu dan undang-undang tentang Pemerintahan Desa sudah jelas mengatakan bahwa para kepala desa tidak boleh bermain politik praktis,” tegasnya lagi.

 

"Saya tidak menyampaikan tentang dukung-mendukung, tetapi mereka mestinya sudah paham tentang undang-undang Pemdes ini,” imbuhnya.

 

Ia juga meminta agar Mendagri untuk tegas terhadap ormas dan menetralisir validitas mereka, baik yang terdaftar di Kemendagri maupun Kemenkumham. Sehingga masyarakat tidak dilanda kebingungan.

 

“Jadi saran kami sebaiknya Kementerian Dalam Negeri mengambil sikap sebagai pembina, pengawas, dari seluruh ormas di seluruh Indonesia,” demikian Junimart. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.