Latest Post


 

SANCAnews.id – Ketidaktahuan seorang Menteri Sekretaris Negara Pratikno atas adanya hidden agenda perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo diragukan banyak pihak.

 

Salah satunya disampaikan oleh Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto. Dia menanggapi pernyataan Pratikno yang mengaku tidak tahu menahu soal gerakan Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang mendukung Presiden Jokowi tiga periode.

 

Pratikno dicecar soal deklarasi Apdesi itu oleh anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Ihsan Yunus saat rapat dengar pendapat (RDP) pada Senin (4/4).

 

"Mengapa Mensesneg mengatakan hanya diundang Apdesi? Mungkin saja benar sebab Pratikno sebagai Mensesneg memang tidak sanggup memberikan advise kepada Jokowi, apalagi mengatakan tidak kepada orang yang paling berkuasa di kabinet yaitu LBP (Luhut Binsar Pandjaitan)," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (5/4).

 

Semestinya kata Satyo, Pratikno sebagai seorang cendikiawan yang juga mantan Rektor Universitas Gadjah Mada bisa menyatakan secara tegas dan terbuka bahwa upaya menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden bukan saja melanggar UU, tapi juga sangat beresiko tinggi terhadap stabilitas sosial politik.

 

"Sangat tidak mungkin seorang Mensesneg tidak mengetahui bahwa ada 'hidden agenda' dari Istana yang dengan sengaja 'memobilisasi' dukungan segala wacana untuk menjadikan Jokowi Presiden terus-terusan," katanya.

 

"Bahaya laten otoritarian seperti di era orde baru bukan tidak mungkin bisa terjadi lagi di era Jokowi jika orang-orang yang berwatak sengkuni justru diberi kekuasaan," pungkas Satyo. ***




SANCAnews.id – Deklarasi dukungan penambahan masa jabatan presiden yang dilakukan organisasi massa Apdesi beberapa waktu lalu berimbas kurang apik terhadap Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Anggota Komisi II DPR RI Junimart Girsang menegur Mendagri karena Apdesi telah bermain politik praktis.

 

Awalnya, legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu bertanya kepada Tito Karnavian mengenai UU No 17/2013 tentang organisasi massa di bawah pengawasan dan pembinaan Kementerian Dalam Negeri yang dinilai tidak tunduk kepada pemerintah.

 

"Saya melihat, mencermati, selama ini bahwa ormas-ormas itu kebanyakan bablas Pak Menteri, itu artinya mereka sudah tidak tunduk kepada aturan dan peraturan perundang-undangan nomor 17 tahun 2013," ucap Junimart dalam rapat kerja Komisi II dengan Mendagri RI, dan rapat dengar pendapat dengan Kepala Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan RI, serta Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI, terkait evaluasi pelaksanaan program dan anggaran tahun 2021, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (5/4).

 

"Padahal itu menjadi kewajiban dari Kemendagri untuk membina mengawasi dan membina para ormas,” tegasnya.

 

Junimart lantas menyinggung Apdesi yang dinilainya telah kebablasan dengan menyuarakan dukungan penundaan pemilu dan atau penambahan masa jabatan presiden.

 

“Kalau kita masih ingat betul tentang Apdesi, undang-undang tentang ormas itu dan undang-undang tentang Pemerintahan Desa sudah jelas mengatakan bahwa para kepala desa tidak boleh bermain politik praktis,” tegasnya lagi.

 

"Saya tidak menyampaikan tentang dukung-mendukung, tetapi mereka mestinya sudah paham tentang undang-undang Pemdes ini,” imbuhnya.

 

Ia juga meminta agar Mendagri untuk tegas terhadap ormas dan menetralisir validitas mereka, baik yang terdaftar di Kemendagri maupun Kemenkumham. Sehingga masyarakat tidak dilanda kebingungan.

 

“Jadi saran kami sebaiknya Kementerian Dalam Negeri mengambil sikap sebagai pembina, pengawas, dari seluruh ormas di seluruh Indonesia,” demikian Junimart. (rmol)



 

SANCAnews.id – Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian diminta menegur kepala desa  yang ikut mendukung wacana penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo 3 periode.

 

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim dalam rapat kerja bersama Komisi II dengan Mendagri RI, Kepala Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan RI, serta Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI, terkait evaluasi pelaksanaan program dan anggaran tahun 2021, Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (5/4).

 

Luqman bertanya kepada Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian terkait isu bahwa Kemendagri telah menerbitkan surat keterangan terdaftar (SKT) kepada kepala dan perangkat desa untuk mendeklarasikan penambahan masa jabatan presiden.

 

Acara yang dimaksudkan Luqman, kegiatan Silatnas di Istora Senayan yang dilaksanakan oleh Apdesi pimpinan Surta Wijaya.

 

“Dua hal yang saya ingin pertanyakan apa betul informasi yang beredar bahwa baru sehari sebelum acara SKT untuk update itu keluar atau diterbitkan oleh Kementrian Dalam Negeri ?” tegas Luqman di dalam ruang rapat.

 

Legislator dari Fraksi PKB ini menegaskan, Kementerian Dalam Negeri RI memiliki fungsi pembinaan terhadap organisasi massa dan pemerintahan desa. Menurut Luqman, seharusnya Kemendagri memberikan teguran keras terhadap Apdesi yang mendeklarasikan dukungan penambahan masa jabatan presiden tiga periode.

 

Sepanjang yang Luqman pahami, Kementerian Dalam Negeri memiliki tupoksi dan kewenangan melakukan perumusan penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik pemerintahan umum otonomi daerah administrasi kewilayahan pemerintahan desa.

 

“Kegiatan politik praktis oleh kepala dan perangkat desa itu dilarang oleh undang-undang,” ucapnya.

 

Politisi yang juga Ketua PP GP Ansor ini berharap, Kemendagri dapat menegakkan aturan. Selain itu, Kemendagri perlu mendorong para kepala daerah untuk melakukan pembinaan dengan memberi sanksi kepada kepala atau perangkat desa yang ikut menyatakan dukungan Presiden Jokowi untuk 3 periode.

 

"Satu, itu menyalahi undang-undang, yang kedua itu menabrak konstitusi karena konstitusi kita mengatur hanya maksimum seseorang boleh menjadi presiden 2 periode,” tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Kasus perobohan masjid di Dukuh Kowang, Desa Ngargotirtyo, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen menjadi perbincangan masyarakat.

 

Diketahui, perobohan masjid itu dilakukan setelah warga mendapatkan iming-iming dari seseorang asal Jakarta yang akan membangun ulang dengan biaya Rp1,3 miliar.

 

Namun belakangan diketahui pembangunan itu tak kunjung terealisasi. Bahkan dua sosok misterius yang mendatangi warga hanya memberikan uang Rp10 juta.

 

Kepala Desa (Kades) Ngargotirto, Sumadi membenarkan, bahwa perantara memang warga desa setempat. Namun dari donatur orang luar desa dan tidak ada yang kenal.

 

Dia menjelaskan dari kabar yang didapat, donatur tersebut masih mau menjual tanah di Jakarta.

 

”Ceritanya masih menunggu jual tanah di Jakarta. Tapi sekarang belum laku,” ujar Kades Sumadi, Selasa (5/4/2022).

 

Lantas untuk kegiatan ibadah di bulan Ramadan ini, warga terpaksa menggunakan rumah warga untuk melaksanakan kegiatan keagamaan.

 

”Untuk sementara kegiatan seperti salat tarawih menggunakan rumah warga,” jelasnya.

 

Ketua pembangunan masjid, Agus Pudiyono menceritakan, awalnya warga sekitar hanya ingin merenovasi masjid agar lebih representatif.

 

Mengingat ada beberapa kerusakan yang harus segera diperbaiki agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari..

 

”Pada saat kami punya ide renovasi, ada ada orang yang mengaku-aku dekat seorang dermawan dari Jakarta, menjanjikan pembangunan masjid seutuhnya,” ujar Agus.

 

Agus memaparkan, dua orang itu kemudian menyarankan agar masjid kampung itu dirobohkan untuk diganti dengan bangunan baru.

 

Tak hanya itu, dua sosok misterius itu jua menyebut biaya pembangunan masjid sepenuhnya akan ditanggung.

 

”Kepada takmir maupun warga diyakinkan bahwa akan dibangunkan masjid baru di tempat tersebut. Dana yang dibutuhkan warga untuk pembangunan masjid tersebut akan ditanggung,” tuturnya.

 

Karena warga percaya, akhirnya masjid dirobohkan. Warga semakin yakin ketika perantara mendesak untuk segera dibuatkan rencana anggaran biaya (RAB) dan desain masjid yang dikehendaki warga. Akhirnya dibuat RAB mencapai Rp1,3 miliar.

 

Setelah Masjid dirobohkan, warga bertanya soal janji dana dari sang dermawan. Tetapi tidak ada jawaban dari orang tersebut dan hanya bisa memberikan uang Rp10 juta. Warga terpukul karena dana yang dijanjikan itu tidak bisa diserahkan, sementara masjid sudah terlanjur dirobohkan.

 

”Saat warga dalam kondisi kebingungan, saya ditunjuk sebagai ketua pembangunan kembali masjid kampung. Saya sendiri juga bingung, bagaimana bisa membangun lagi masjid tanpa ada dana memadai,” ungkapnya. (suara)



 

SANCAnews.id – Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti meragukan adanya big data 110 juta orang pengguna internet ingin penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang disebutkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

 

Dia mengatakan, setelah munculnya klaim big data itu sejumlah masyarakat melakukan riset kebenaran. Hasilnya kebanyakan tidak sesuai dengan yang disebutkan Luhut.

 

Selain untuk menjawab riset masyarakat, La Nyalla menilai data nyata terkait 110 warganet ingin pemilu ditunda harus dibuka ke umum sebagai bentuk transparansi pejabat publik. Namun jika tidak dilakukan, dapat mengundang persepsi telah terjadi kebohongan atau hoaks.

 

"Berita bohong itu, bahaya itu, kalau ada yang jeli bisa dilaporkan ke polisi," kata La Nyalla, dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Selasa 5 April.

 

Menurut La Nyalla, pejabat publik harus taat kepada Undang Undang Dasar 1945 yang mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden paling lama selama dua periode.

 

"Kita tahu lah konstitusi kita selalu mengatakan dua periode, tetap kita bersikukuh dua periode," ujarnya.

 

La Nyalla pun mengaku patuh kepada konstitusi sehingga sempat terpancing untuk menguji kebenaran klaim big data yang diklaim Luhut.

 

"Kemudian kalau ada yang disampaikan Pak Luhut bahwa ini masyarakat 110 juta minta tiga periode, minta perpanjangan, menurut big datanya beliau. Akhirnya membuat saya terusik, karena saya punya big data juga kita periksa begitu saya lihat dia podcast di salah satu tempat, saya lihat lho kok Pak Luhut bisa 110 juta," tuturnya.

 

Setelah menguji kebenaran big data itu, La Nyalla menemukan fakta bahwa warganet yang berbicara tentang penundaan pemilu sangat sedikit. Bahkan jumlahnya tak melebihi netizen yang berbicara tentang kelangkaan minyak goreng.

 

"Begitu dengar itu saya kumpulkan teman-teman, ayo kita lihat di big data kita kupas, pagi-pagi jam setengah enam sudah ketemu. Bahwa apa yang disampaikan Pak Luhut itu tidak benar. Bahwa orang yang berbicara tentang ini, rata-rata berbicara tentang minyak goreng, itu cuma 3,5 juta," ujar La Nyalla.

 

"Yang bicara penundaan Pemilu ada tapi kecil [sedikit] sekali," pungkasnya. (voi)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.