Latest Post


 

SANCAnews.id – Komisi II DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), hingga Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (4/4).

 

Dalam RDP, anggota Komisi II DPR RI Ihsan Yunus mempertanyakan para pejabat tinggi di sekeliling Presiden Joko Widodo itu soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

 

Politikus PDIP itu menanyakan Mensesneg Pratikno soal adanya gerakan dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang menyatakan dukungan terhadap Presiden Jokowi untuk periode.

 

"Untuk Pak Mensesneg, ini juga kembali lagi ke masalah deklarasi-deklarasi untuk dukungan 3 periode yang dilakukan asosiasi-asosiasi pemerintah desa, ini harus kami tanyakan," kata Ihsan dalam RDP.

 

Dia menguraikan, fungsi Sesneg adalah dukungan teknis, administrasi dan analisis dalam penyelenggaraan hubungan dengan lembaga daerah.

 

Atas dasar itu, Ihsan menyebut terkait gerakan Apdesi ini menjadi ranahnya Sesneg.

 

"Ini berarti di tempat bapak, apakah ini memang sudah pernah dibahas? Bagaimana bapak melihat isu ini? Bagaimana kemudian lembaga daerah bisa seolah-olah melaksanakan politik praktis seperti yang sudah dipertontonkan kepada kita semua," tegas Ihsan.

 

Menanggapi hal itu, Mensesneg Pratikno mengatakan tidak tahu menahu soal gerakan Apdesi tersebut. Presiden Jokowi hanya diundang oleh Apdesi dan dia turut mendampingi kepala negara dalam acara tersebut.

 

"Mengenai pertanyaan tentang Apdesi, kebetulan saya ikut mendampingi Bapak Presiden hadir di acara tersebut, Bapak Presiden menerima undangan sebagai apresiasi terhadap desa," kata Pratikno.

 

"Pak Presiden hadir dan perlu kami tegaskan waktu Pak Presiden ada di ruang tersebut tidak ada pernyataan deklarasi apapun. Jadi kalaupun ada deklarasi itu di luar pengetahuan kami karena kami memang statusnya diundang," imbuh dia menegaskan. (rmol)



 

SANCAnews.id – Pilpres 2019 sempat dihebohkan dengan kabar bohong yang disebarkan aktivis, Ratna Sarumpaet. Bahkan akibat dari sebaran kabar tersebut, Ratna Sarumpaet harus mendekam di jeruji besi selama 2 tahun.

 

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menilai bahwa kasus Ratna Sarumpaet ini seharusnya tidak berlalu begitu saja. Minimal dijadikan patokan bagi siapa saja yang mengumbar kebohongan di publik.

 

Artinya, baik itu pejabat maupun orang biasa yang menyebarkan informasi bohong ke ruang publik, maka wajib untuk ditahan.

 

“Jika gara-gara tuduhan hoax sehingga Ratna Sarumpaet ditangkap dan dipenjara. Maka penyebar hoax terkait: Rp 11.000 triliun dan mobil Esemka dan 66 janji pemilu, serta 110 juta big data haruslah ditangkap dan dipenjara juga sebagaimana Ratna Sarumpaet,” tuturnya lewat akun Twitter pribadi, yang dilihat pada Senin (4/4).

 

Adapun kabar tentang Rp 11 ribu triliun mengacu pada Presiden Joko Widodo yang pernah menyebut dirinya mengantongi aset warga negara Indonesia di luar negeri yang jumlah totalnya mencapai angka tersebut.

 

Kabar mobil Esemka dan 66 janji pemilu juga mengarah pada Presiden Joko Widodo. Di mana dianggap janji mobil Esemka menjadi mobil nasional dan janji-janji kampanye belum dipenuhi total.

 

Terakhir tentang 110 juta big data mengacu pada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Di mana dia sempat mengaku punya data pengguna media sosial sebanyak itu yang cenderung ingin Pemilu 2024 ditunda. (rmol)



 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo dianggap gagal menyenangkan rakyat karena tak mampu kendalikan harga kebutuhan pokok. Sehingga tidak ada alasan untuk menunda Pemilu 2024 untuk memperpanjang masa jabatan dan kekuasaan Jokowi.

 

Seperti disampaikan Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto, mayoritas masyarakat dipastikan menginginkan suksesi kepemimpinan nasional melalui Pemilu tetap dilaksanakan pada 2024. Meskipun ada hasutan dari segelintir orang yang "lapar kekuasaan" untuk menunda pemilu dengan berbagai alasan.

 

"Lagi pula berdasarkan data dari beberapa lembaga survei menunjukan rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja presiden, lalu alasan darimana ketika ada menteri mengklaim ada kelompok masyarakat yang berharap pemilu ditunda," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (4/4).

 

Alasan penundaan pemilu ini tak sinkron dengan kondisi beban hidup sehari-hari masyarakat yang semakin tinggi. Sehingga, sulit menemukan alasan positif dari kebijakan pemerintah yang menjadi pertimbangan untuk memperpanjang masa jabatan presiden atau menunda pemilu.

 

"Bagaimana mungkin dianggap sukses sedangkan untuk mengendalikan harga-harga kebutuhan harian masyarakat seperti pangan, minyak goreng, atau BBM saja pemerintah gagal menyenangkan rakyatnya," pungkas Satyo. (*)



 

SANCAnews.id – Panglima TNI Andika Perkasa dituding menjaring suara puluhan juta keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memilihnya dalam Pilpres 2024 mendatang.

 

Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat, mengatakan hal itu dikarenakan kebijakan Panglima TNI memperbolehkan keturunan PKI untuk mendaftar jadi Prajurit TNI.

 

"Terasa ada suasana seperti soft campaign yang ingin dilakukan oleh Andika. Terasa kental muatan politisnya. Angka statistik keturunan PKI di Indonesia sekitar 25 juta orang. Jika Andika ikut dalam konstelasi pemilu untuk dipilih, maka dia bisa mempunyai peluang dipilih oleh sekitar 25 juta orang," kata Achmad dikutip Hops.ID dari Suara.com pada Senin 4 April 2022.

 

"Jika seandainya itu arahnya, maka hal yang kontroversi ini adalah langkah yang tidak elok?" lanjutnya.

 

Achmad pun menilai, saat ini belum waktu yang tepat untuk memasukkan keturunan PKI ke dalam TNI. Dia menyarankan negara mencoba mempekerjakan mereka sebagai ASN terlebih dahulu, bukan di mileter.

 

"Mesti di uji coba dulu untuk melihat keturunan PKI ini tidak membawa dendam dan tidak ada lagi muatan untuk infiltrasi ke berbagai organisasi. Jika sudah di screening dengan baik maka baru diperbolehkan TNI," kata Achmad.

 

Seperti diketahui, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengubah aturan seleksi penerimaan calon prajurit TNI. Ia kini memperbolehkan turunan anggota PKI untuk mendaftar sebagai calon prajurit TNI.

 

Berbeda dengan Achmad Nur Hidayat, aktivisi media sosial Nicho Silalahi mendukung kebijakan Panglima TNI tersebut.

 

Dalam akun Twitter nya, Nicho mengatakan bahwa jangan karena kesalahan kakek atau orang tuanya sehingga generasi selanjutnya menerima hukuman.

 

"Sepertinya sang jendrak telah berlaku adil sejak dalam pikiran," katanya dilansir dari isubogor.com jaringan PikiranRakyat.com.

 

"Emang kalian mau jika orang tua kalian penjahat terus kalian ikut serta dihukum atas kesalahan yang tidak kalian buat," lanjutnya.

 

Itu disampaikannya saat memimpin rapat penerimaan Taruna Akedemi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI Tahun Anggaran 2022. (hops)



 

SANCAnews.id – Kasatpol PP Kecamatan Tanah Abang Budi Salamun menyikapi adanya spanduk bergambar Panglima TNI Jenderal Andika bertuliskan "Waspadalah!!! Bangkitnya PKI Gaya Baru”, di dua titik kawasan Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang.

 

Budi mengatakan, pihaknya segera melakukan pengecekan terhadap spanduk tersebut pada Minggu 3 April, malam. Setelah dilakukan pengecekan di lokasi, petugas Satpol PP tidak menemukan adanya spanduk tersebut.

 

"Di cek enggak ada, engga tau emang gak ada atau dicopot. Enggak paham," kata Budi Salamun saat dikonfirmasi VOI, Senin 4 April.

 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, spanduk itu ditemukan terpasang di dua titik wilayah Kelurahan Gelora, Tanah Abang. Sedangkan titik kedua ditemukan di Flyover Ladogi, Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Gelora, Tanah Abang.

 

"Sekarang lagi patroli, lingkar wilayah. Kita full jaga Pasar Tanah Abang. (spanduk) Sudah (dicopot)," ujarnya.

 

Sebelumnya diberitakan, spanduk bertuliskan "Waspadalah!!! Bangkitnya PKI Gaya Baru bertebaran di kawasan Tanah Abang, Minggu 3 April, kemarin.

 

Spanduk ujaran kebencian terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa itu sempat membuat heboh warga sekitar dan para pengendara yang melintas.

 

Menurut informasi yang dihimpun, kedua spanduk tersebut langsung diturunkan oleh petugas. Selanjutnya spanduk diamankan ke Koramil Tanah Abang. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.