Latest Post


 

SANCAnews.id – Rakyat Indonesia saat ini dihadapkan dengan situasi sulit dari segi ekonomi. Pasalnya, sejumlah harga bahan pokok pangan meroket, menyusul bahan bakar minyak juga ikut naik.

 

Di sisi lain, wacana penundaan pemilu 2024 dan atau penambahan masa jabatan presiden terus didengungkan oleh para elit politik dan juga pemerintah.

 

Menyikapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin berpendapat bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 bisa membuat pemerintah kehilangan kepercayaan rakyat, jika terus didengungkan.

 

"Dampaknya rakyat semakin menjerit dan sulit. Akan berimbas pada menurunnya kepercayaan rakyat pada pemerintah,” tegas Ujang kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (3/4).

 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini menegaskan bahwa penambahan masa jabatan presiden sangat tidak relevan dengan kondisi serba sulit saat ini. Sebaliknya, yang diinginkan rakyat adalah bergantinya rezim dengan pemerintahan baru yang bisa memberi solusi.

 

"Sama sekali tak relevan dengan keinginan mereka 3 periode, menunda pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden. Karena rakyat butuh pemimpin baru yang bisa memberikan solusi atas permasalah-permasalahan yang sedang dihadapi rakyat,” ujarnya.

 

Selain itu, dampak yang akan terjadi jika adanya penundaan pemilu di tengah situasi sulit saat ini adalah resesi ekonomi yang akan membuat rakyat murka terhadap pemerintah.

 

"Bisa saja terjadi. Jika itu diikuti oleh resesi ekonomi yang dahsyat,” tutupnya. (*)



 

SANCAnews.id – Gerindra mencopot Mohamad Taufik dari jabatan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Pencopotan Ketua Dewan Penasihat DPD Gerindra DKI dari posisi pimpinan di DPRD dianggap memiliki maksud politik tertentu.

 

Pengamat politik dari Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno memandang pencopotan ini merupakan cara Gerindra menyingkirkan atau membersihkan loyalis Anies Baswedan dari posisi penting di Jakarta.

 

Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu Taufik pernah mendoakan Anies Baswedan sebagai presiden di masa mendatang.

 

"Satu-satunya dosa besar yang dilakukan M. Taufik adalah mendoakan Anies jadi presiden. Makanya, beliau ditertibkan dengan cara dipecat," kata Adi saat dihubungi VOI, Minggu, 3 April.

 

Adi memandang, sikap Taufik yang "memaniskan" Anies telah membuat Gerindra gusar. Sebab, Gerindra sendiri telah memberi sinyal akan kembali mengusung Prabowo Subianto untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2024.

 

"Dosa ini tak bisa dimaafkan sepertinya, karena Gerindra sudah bulat dukung Prabowo maju kembali 202. Bagaimanapun juga, M. Taufik adalah salah satu pendiri sekaligus tokoh penting Gerindra DKI Jakarta," ungkap dia.

 

Sebelumnya, Taufik memberi tanggapan soal kemungkinan alasan pencopotannya sebagai Wakil Ketua DPRD DKI karena telah mendoakan Anies sebagai presiden. Menurut dia, meskipun ia adalah kader Partai Gerindra, doa agar Anies bisa menjadi Presiden RI adalah hal yang wajar.

 

"Masa, soal doa saja enggak boleh?" ucap Taufik kepada wartawan, Jumat, 1 April.

 

Meski demikian, Taufik belum tahu pasti alasan partai menggantikan dirinya dengan kader lain dari jabatan pimpinan DPRD DKI dari Fraksi Gerindra tersebut. Pencopotan ini apakah diakibatkan dukungan Taufik kepada Anies atau bukan, ia belum bisa memastikan.

 

"Ya saya enggak tahu. Saya enggak paham alasannya kenapa diganti. Tapi yang jelas bahwa penggantian itu saya anggap biasa saja, wajar-wajar saja," ungkap Taufik. (*)


 

SANCAnews.id – Jenderal Andika Perkasa dianggap sedang terinspirasi dengan teori Jenderal Dudung Abdurachman, bahwa menghapus syarat keturunan PKI menjadi anggota TNI akan memuluskan jalannya menjadi Calon Presiden di Pilpres 2024.

 

Begitu yang disampaikan oleh Mayjen TNI (Purn) Deddy Setia Budiman menanggapi sikap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang kini membolehkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi prajurit TNI.

 

"Fakta partai politik pemenang Pemilu adalah penampung keturunan PKI, wajar anak keturunan PKI ada di eksekutif, yudikatif, legislatif, dan bahkan tidak menutup kemungkinan ada di TNI-Polri," ujar Deddy kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (3/4).

 

Bahkan kata Deddy, keturunan PKI ada di mana-mana diakibatkan rezim Joko Widodo berhubungan dan bekerjasama dengan China yang berpaham komunisme, leninisme, marxisme.

 

"Sehingga rezim menderita penyakit Islamophobia, kerjanya ngadu domba umat beragama khususnya terhadap umat Islam, fitnah kepada umat Islam intoleran radikal teroris, janji-janji bohong, menjauhkan nilai-nilai Pancasila/agama dalam kehidupan politik, memutarbalikan sejarah, dan sedang memiskinkan rakyat," kata Deddy yang merupakan mantan Staf Panglima TNI ini.

 

Lulusan Akabri angkatan 1975 ini memahami bahwa Jenderal Andika Perkasa dilahirkan pada 1964 yang tidak melihat langsung kejamnya masa sebelum dan sesudah G30S/PKI. Ia menduga Andika tidak pernah membaca sejarah kejamnya ideologi komunis di Indonesia.

 

Ia menilai, Andika termasuk orang yang memiliki hobi membesarkan otot (binaragawan). Imbasnya, Andika justru abai terhadap hal-hal yang berkaitan dengan Pancasila dan hal mendasar lainnya.

 

"Wajarlah kalau Pak Andika Perkasa sebagai manusia, lupa Pancasila, lupa Pembukaan UUD45, lupa dasar negara itu Ketuhanan Yang Maha Esa, lupa Saptamarga, lupa sumpah prajurit, lupa depan wajib TNI, lupa sumpah perwira, dan lupa kode etik perwira 'Budhi Bakti Wira Utama'," jelas Deddy.

 

Sehingga kata Deddy, wajar jika Jenderal Andika lupa sebagai Panglima TNI, sehingga lupa terhadap tugas pokok TNI, lupa bahwa Panglima-panglima TNI sebelumnya adalah para pejuang anti komunisme.te

 

Deddy menyebutkan Andika juga lupa bahwa terorisme sebenarnya sebelum kemerdekaan, sesudah kemerdekaan dan saat ini dilakukan oleh komunisme, dengan tujuan mendirikan NKRI yang berdasarkan komunisme.

 

"Wajarlah kalau Pak Andika Perkasa lupa, ancaman neo-komunis di depan mata, sedang menjajah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Pembukaan UUD45, disemua aspek kehidupan. Diduga yang diingat tahun 2024 ada Pemilihan Presiden. Yang diingat cipta kondisi menjelang Pemilu 2024," terang Deddy.

 

Ia menengarai sebagai orang nomor satu di TNI, ia seperti terinspirasi dengan langkah politik KSAD Jenderal Dudung Abdurrachman. Kala menjabat sebagai Pangdam Jaya, Dudung naik menjadi Pangkostrad usai dianggap berjasa karena berani menurunkan baliho imam besar FPI Rizieq Shihab.

 

"(Dudung) meratakan diorama G30S PKI di Makostrad naik pangkat bintang empat. Pak Andika Perkasa, mantunya Pak Hendropriono tokoh Islamophobia, wajarlah kalau mengizinkan keturunan PKI untuk diterima jadi Prajurit TNI, daripada dipecat jadi mantu. Pak Andika Perkasa, diduga dengan mengizinkan keturunan PKI diterima menjadi Prajurit TNI, memenuhi syarat diusulkan menjadi calon Presiden pada Pilpres 2024," sambung Deddy menutup. (*)


 

SANCAnews.id – Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto mengatakan keturunan PKI masih mungkin terkena pengaruh paham komunisme.

 

Soleman meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa agar membatalkan kebijakannya menerima keturunan PKI sebagai prajurit TNI.

 

"Sebagai keturunan PKI pasti ada keterpengaruhan, nah siapa saja yang terindikasi terpengaruh pasti akan gagal, TNI punya alat ukur untuk menilai keterpengaruhan terhadap ajaran komunis," kata Soleman kepada wartawan, Ahad (3/4/2022).

 

Soleman menjelaskan, keturunan PKI yang ikut tes TNI tidak akan pernah lolos jika kebijakan yang dibuat Andika Perkasa itu hanya sebatas memperbolehkan saja.

 

Menurutnya, tidak perlu ada penyesuaian dalam seleksi prajurit TNI, tes seleksi penyaringan paham komunisme atau yang bertentangan dengan Pancasila tetap harus dipertahankan.

 

"Laksanakan saja apa yang sudah dilakukan selama ini. Yang sudah dilaksanakan selama ini sudah baik, tidak perlu diubah karena sudah dilaksanakan dengan konsisten," tutup Soleman.

 

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa sebelumnya mengubah aturan seleksi penerimaan calon prajurit TNI. Kini, institusi TNI membolehkan turunan anggota PKI untuk mendaftar sebagai calon prajurit TNI. (poskota)


 

SANCAnews.id – Pendapat masyarakat tentang Joko Widodo perlu mundur dari jabatan presiden lebih penting diajukan, persepsi mengenai kemungkinan reshuffle kabinet mengubah kondisi masyarakat menjadi lebih baik. 

 

Begitu yang disampaikan Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi menanggapi hasil survei nasional dari Lembaga Survei Media yang menyatakan mayoritas masyarakat menganggap bahwa reshuffle kabinet tidak akan mengubah kondisi jadi lebih baik.

 

"Mestinya ada pertanyaan dari Median, kalau mayoritas anggap reshuffle tidak jamin kondisi lebih baik, lalu apa, yang dimau mayoritas publik? Pertanyaan itu perlu dimunculkan," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (3/10).

 

Salah satu pertanyaan lanjutan yang harus dimunculkan adalah persetujuan dari masyarakat agar Jokowi mundur dari jabatan presiden.

 

"Jika dipandang sebagai solusi, apakah solusinya kinerja Jokowi bikin kecewa. Sehingga tidak perlu reshuffle kabinet, tapi Jokowi mundur sebagai langkah solusi perbaikan kondisi yang ada?" kata Muslim.

 

Pertanyaan tersebut harus diajukan kepada masyarakat untuk mengukur tingkat kekecewaan rakyat terhadap pemerintahan saat ini.

 

"Pertanyaan itu perlu diajukan ke publik sebagai alat ukur atas situasi nasional dan kepemimpinan di periode kedua ini," pungkas Muslim. ***


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.