Latest Post


 

SANCAnews.id – Isu penundaan Pemilu Serentak 2024 yang diupayakan orang-orang dekat Presiden Joko Widodo tidak mendapat dukungan publik, termasuk dua kelompok yang dijadikan dasar argumen oleh mereka.

 

Managing Director Political Economy and Policy Studies, Anthony Budiawan berpendapat, dua kelompok yang sangat jelas melawan arus isu penundaan pemilu adalah kelompok pengusaha dan lembaga-lembaga survei.

 

Anthony mengutip temuan terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menemukan sangat sedikit publik mendukung penundaan pemilu, dari total 1.220 responden survei yang diselenggarakan pada 13 sampai 20 Maret 2022.

 

"Banyak lembaga survei balik badan, ternyata yang dukung Jokowi 3 periode hanya 5 persen," ujar Anthony melalui akun Twitternya pada Sabtu (2/4).

 

Hasil lembaga survei tersebut menegasikan klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan bahwa hasil olah big data menunjukkan mayoritas pendukung partai yang menolak isu penundaan pemilu seperti PDIP, Demokrat, dan PKS, justru mayoritas mendukung.

 

Akan tetapi, Anthony kekinian mendapati pernyataan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, yang mengaku tidak pernah diajak siapapun membahas isu penundaan pemilu.

 

Pada saat awal isu penundaan pemilu ini dimunculkan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, para pengusaha disebut-sebut menjadi penggagas ide penundaan pemilu.

 

"Kini pengusaha juga balik badan, bantah klaim Menteri Bahlil bahwa pengusaha dukung penundaan pemilu," imbuh ANthony menegaskan.

 

Maka dari itu, Anthony meminta Presiden Joko Widodo untuk memecat menterinya yang mengupayakan penundaan pemilu maupun memperpanjang masa jabatan presiden.

 

"Pembohong publik wajib diberhentikan!" demikian Anthony. (rmol)



 

SANCAnews.id – Selama menjadi seorang pendakwah ustaz Adi Hidayat pernah diminta orang Kristen untuk mengakui Nabi Isa sebagai Tuhan.

 

Momen menarik tersebut diketahui dari unggahan video di kanal youtube Audio Dakwah belum lama ini.

 

"Saya pernah ditanya, ustaz kenapa anda tidak mengakui Nabi Isa sebagai Tuhan? Isa kan salah satu makhluk yang diciptakan tanpa bapak," kata ustaz Adi Hidayat menirukan pertanyaan jemaahnya.

 

Mengetahui pertanyaan itu, ustaz Adi Hidayat langsung memberikan penjelasan dengan membandingkan kelahiran Nabi Adam.

 

"Mohon maaf, kalau Nabi Isa ditetapkan  sebagai Tuhan hanya karena lahir tanpa bapak. Saya tanya balik kenapa Nabi Adam tidak ditetapkan sebagai Tuhan," papar ustaz Adi Hidayat.

 

"Nabi Adam lebih hebat dari Nabi Isya, karena lahir tanpa bapak dan ibu," sambungnya.

 

Rupanya orang Kristen tersebut terus mengelak dengan mengatakan kehebatan Nabi Isya yang bisa menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal.

 

"Tapi ustaz, Nabi Isya kan bisa menghidupkan orang mati. Lalu saya tegaskan makhluk yang bisa menghidupkan orang mati tak hanya Nabi Isya,"

 

"Nabi Ibrahim juga pernah diizinkan Allah menghidupkan orang mati dan caranya lebih hebat dari Nabi Isa. Buka surat Al-Baqarah ayat 260," tegas ustaz Adi Hidayat

 

Setelah mendapat jawaban dari ustaz Adi Hidayat. Orang Kristen ini pun sudah tak bisa mengelak dan berkata-kata lagi.

 

Sontak saja unggahan video ini langsung dibanjiri komentar warganet. Tak sedikit dari mereka yang ramai memberikan tanggapan beragam.

 

"Sungguh logis penjelasan tuan guru kita, insya Allah ustaz Adi Hidayat diberi umur panjang oleh Allah amin," ucap akun Tausiyah Isla**.

 

"Masya Allah pak ustaz, kalau non muslim yang berakal sehat insya Allah memahami dan lekas memeluk agama Islam berpedoman pada Al-Quran dan hadist Nabi Muhammad," tutur akun Duren**.

 

"Ustaz Adi memang cerdas banget masya Allah. Semuanya dibahas dengan dasar yang jelas. Barakallah ustaz," imbuh akun Erina**.

 

"Ceramah yang smart, berilmu, sangat bermanfaat bagi jemaahnya, menambah ketaqwaan dan keimanan kepada Allah," ungkap akun Lathifah Yasmin**. (suara)



 

SANCAnews.id – Anggota DPR RI Fadli Zon memberikan tanggapan mengenai kebijakan baru terkait seleksi calon prajurit TNI.

 

Seperti diketahui, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memperbolehkan agar keturunan anggota PKI untuk mendaftar TNI.

 

Dikutip dari makassar.terkini--jaringan Suara.com, Fadli Zon tidak keberatan akan hal tersebut.

 

Pasalnya, ia mengatakan bahwa sejak masa reformasi tak ada larangan bagi keturunan PKI selama setia pada Pancasila.

 

"Sebenarnya tak ada larangan bagi keturunan PKI sejak reformasi, selama setia pada Pancasila dan RI," kata Fadli, seperti dikutip dari makassar.terkini--jaringan Suara.com, Jumat (1/4/2022).

 

Meski demikian, Fadli Zon menjelaskan bahwa berdasarkan TAP MPRS No 25/1966 dan UU No 27/1999 ideologi komunisme dan PKI masih terlarang hingga kini.

 

Oleh karena itu, Fadli Zon mewanti-wanti agar tetap waspada.

 

"Namun kewaspadaan tetap perlu, karena masih ada yang berusaha memutarbalikan sejarah atau membelokkan sejarah seperti dalam kasus 'Kamus Sejarah' yang menonjolkan tokoh-tokoh PKI dan menghilangkan nama KH Hasyim Asy'ari," bebernya.

 

Selain itu, Fadli Zon mewanti-wanti agar mewaspadai komunisme gaya baru.

 

"Juga komunisme 'gaya baru' yang perwujudannya seperti memecah belah bangsa, adu domba, anti agama termasuk Islamophobia," imbuhnya.

 

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengubah aturan seleksi penerimaan calon prajurit TNI. Kini, keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pun boleh mendaftar sebagai calon prajurit TNI.

 

Hal itu disampaikan Jenderal Andika saat memimpin rapat penerimaan Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI Tahun Anggaran 2022. (*)



 

SANCAnews.id – Pernyataan Panglima TNI Jendral Andika Perkasa yang membolehkan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) bisa mendaftar sebagai calon anggota TNI mesti dijelaskan secara mendalam, apabila ingin mencegah persepsi publik yang mengira ada unsur politik di dalamnya.

 

Begitu saran dari Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (1/4).

 

"TNI harus menjelaskan secara clear apakah pandangan itu merepresentasikan sikap pribadi Panglima TNI ataukah sikap TNI secara kelembagaan? Apa motif di balik statemen hingga tiba-tiba memunculkan narasi itu?" ujar Khoirul Umam.

 

Per hari ini, Khoirul Umam tidak melihat adanya ancaman riil dalam dari elemen kekuatan sosialis-komunis di Indonesia.

 

Namun menurutnya, akan berbahaya apabila Andika Perkasa hanya melemparkan wacana yang tidak jelas maksud dan tujuannya. Sebab bukan tidak mungkin masyarakat berpikir pernyataan Panglima TNI itu hanya untuk kepentingan politis semata.

 

"Tentu kita tidak ingin statemen Panglima TNI itu dimaknai sebagai 'kegenitan politik' untuk mencari perhatian dari kekuatan politik tertentu," tutur Khoirul Umam.

 

Lebih lanjut, Khoirul Umam tidak mempersoalkan apabila dalam pernyataannya Andika Perkasa memiliki spirit rekonsiliasi politik atas luka sejarah masa lalu, bahkan menurutnya perlu didukung.

 

"Namun tetap, kebijakan Panglima TNI dalam konteks ini sebaiknya tidak hanya didasarkan pada pandangan pribadi saja, tetapi juga didasarkan pada basis kajian sosial-politik dan pertahanan yang solid dan memadai," harapnya.

 

"Termasuk mengakomodir pendapat para senior-senior TNI yang selama ini juga memiliki basis pertimbangan yang matang dan proporsional," tandas Khoirul Umam. ***



 

SANCAnews.id – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengingatkan status kafir atau non muslim sudah tidak relevan. Hal ini jika mengacu pada konteks negara bangsa modern.

 

Pria yang juga akrab disapa Gus Yahya itu mengatakan dia dan beberapa pihak lain telah mengambil kesimpulan bahwa kategori non muslim atau kafir sesungguhnya tidak relevan di dalam konteks negara bangsa modern.

 

"Kami pada waktu itu dengan membuat kesimpulan bahwa kategori non muslim atau kafir sesungguhnya tidak relevan di dalam konteks negara bangsa modern," kata Gus Yahya dikutip Hops.ID dari kanal Youtube Official TVMUI pada Jumat, 1 April 2022.

 

Gus Yahya mengungkapkan pengambilan kesimpulan dengan menyebut istilah non muslim atau kafir tidak relevan di konteks bangsa modern karena dibutuhkan usaha dan strategi dalam hal untuk mengubah mindset atau pola pikir dari umat. Hal itu terkait dengan banyaknya pemikiran umat yang masih memelihara permusuhan dan kebencian.

 

"Karena umat ini masih punya mindset yang cenderung memelihara permusuhan dan kebencian satu sama lain," terangnya. Gus Yahya mengatakan jika usaha untuk merubah pola pikir yang memilihara permusuhan dan kebencian adalah tugas semua pihak, jadi bukan hanya umat Muslim saja.

 

Menurut Gus Yahya semua pihak mewarisi sejarah dari konflik yang panjang sekali selama berabad-abad antara Islam melawan dunia nonmuslim. Dia menyebut selama era Turki Usmani 700 tahun dari kekuasaan Turki Usamani itu tidak pernah berhenti sama sekali kompetisi militer melawan kerajaan-kerajaan Kristen Eropa di Barat.

 

“Begitu juga di timur ada Dinasti Mughal yang sepanjang waktu yang cukup lama terlibat konflik yang sangat tajam dengan umat Hindu di India, khususnya India bagian utara," terangnya.

 

Gus Yahya menjelaskan sejarah persaingan agama terus mengendap hingga saat ini. Hal itu telah menjadi pola pikir masyarakat.

 

“Semua sejarah yang kita warisi sekarang dan sudah mengendap sebagai mindset kita sekarang. Sementara wacana tentang moderasi dan toleransi itu justru sesuatu yang baru,” tuturnya.

 

Dia tak menutup mata terhadap fakta bahwa dunia memang bentuk persaingan nyata antar-identitas. Tak terkecuali juga terkait identitas-identitas agama. “Di situ kerajaan-kerajaan dengan identitas agama, negara dengan identitas agama berkonflik satu sama lain, bersaing secara politik dan militer dengan membawa label agama masing-masing," terangnya.

 

Gus Yahya menuturkan oleh karena itu diperlukan kesadaran untuk membangun tata dunia yang damai yang akan membutuhkan suatu wawasan keagamaan yang moderat. "Dalam arti yang tidak mengedepankan permusuhan dan konflik melawan agama lain," tegasnya.

 

Tak hanya itu, Gus Yahya guna mewujudkan tata dunia yang stabil dan tak rawan konflik maka juga diperlukan toleransi yang tinggi antar umat yang berbeda pandangan dan keyakinan.

 

"Kuncinya hidup berdampingan secara damai di antara kelompok-kelompok yang berbeda," tandasnya.

 

Sementara netizen menanggapi beragam pendapat Gus Yahya beberapa diantaranya mengingatkan kata kafir itu berasal dari Al Quran dan tak boleh diganti.

 

“Jelas nama surah nya saja Al-Kafiirun. Harusnya sebagai muslim kita memahami ini. Toleransi dalam kehidupan sosial boleh, tapi tidak dalam Aqidah,” tulis akun @kkmanti.

 

“Kata Kafir itu ada dlm Alqur'an, berarti Alqur'an hrs diubah sesuai seleramu? Tolong sebutkan siapa sj Ulama Nu yg setuju? biar warga Nahdiyin tdk salah mngikuti Ulama,” tulis akun @CendekiaHeart

 

“Berpikir untuk merubah satu ayat dalam Al-Qur'an adalah HARAM hukumnya. Al-Qur'an diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk diikuti. Dan seluruh konteks yang ada dalam ayat Al-Qur'an akan tetap relevan hingga yaumul qiyamah,” tulis akun @mohsach. hops


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.