SANCAnews.id – Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan menjatuhkan vonis lepas kepada dua polisi yang menembak mati 6 anggota
FPI. Putusan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (18/3).
Dalam sidang sebelumnya, jaksa menurut terdakwa 6 tahun penjara.
Dua polisi yang duduk sebagai terdakwa dalam kasus ini, yaitu
Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin
Ohorella. Sejatinya ada tiga tersangka. Tetapi Inspektur Polisi Dua Elwira
Priadi meninggal dunia sebelum persidangan.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai Yusmin Ohorella dan
Fikri Ramadhan terbukti menghilangkan nyawa orang lain dalam peristiwa itu.
Namun, hal itu dinilai merupakan upaya membela diri.
"Mempertahankan serta membela diri atas serangan anggota
FPI," ujar hakim.
Serangan yang dimaksud yakni mencekik, mengeroyok, menjambak,
menonjok, serta merebut senjata Fikri Ramadhan. "Terpaksa melakukan
pembelaan diri dengan mengambil sikap lebih baik menembak terlebih dahulu
daripada tertembak kemudian," kata hakim.
Hakim menilai serangan itu merupakan serangan yang dekat,
cepat, dan seketika. Membuat Fikri mengalami luka-luka serta mengancam
keselamatan jiwanya.
"Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan dan senjata
milik terdakwa berhasil direbut bukan tidak mungkin tim menjadi korban,"
kata hakim.
Jaksa mempertimbangkan menempuh upaya hukum kasasi usai vonis
lepas ini.
Siapa saja hakim yang mengadili perkara tersebut?
Dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tercatat
ada tiga orang hakim yang mengadili perkara pembunuhan ini. Duduk sebagai hakim
ketua adalah Muhammad Arif Nuryanta. Kemudian sebagai anggota ada hakim Elfian
dan Anry Widyo Laksono.
Berikut profil mereka:
Muhammad Arif Nuryanta
Muhammad Arif Nuryanta tercatat sebagai salah satu hakim di
PN Jakarta Selatan dengan golongan pangkat pembina tingkat I (IV/b). Informasi
tersebut tertulis dalam laman PN Jakarta Selatan. Tertulis juga bahwa Muhammad Arif
Nuryanta merupakan lulus S2.
Pria kelahiran Bangkinang, Riau, ini pernah menjadi hakim di
Pengadilan Negeri Karawang; Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang; Ketua
Pengadilan Negeri Tebing Tinggi; Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto.
Nama Muhammad Arif Nuryanta tercatat pernah beberapa kali
melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Dalam laman e-LHKPN KPK, dia terakhir
melapor sebagai Ketua PN Purwokerto, Jawa Tengah, pada 2021. Tercatat dia punya
melaporkan harta kekayaan Rp 2.250.651.709.
Elfian
Elfian tercatat sebagai salah satu hakim di PN Jakarta
Selatan dengan golongan pangkat pembina utama madya (IV/d). Pendidikan terakhir
dari Elfian adalah s2.
Tercatat, Elfian pernah menjadi hakim di sejumlah pengadilan.
Seperti hakim di Pengadilan Negeri Palu; Ketua Pengadilan Negeri Kisaran,
Sumatera Utara; dan terakhir sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
Sebagai penyelenggara negara, Hakim Elfian wajib melaporkan
harta kekayaannya ke KPK. Tercatat dalam laporan terakhirnya pada 2021 dia melaporkan
punya harta Rp 1.209.479.208.
Hakim Elfian tercatat pernah mengadili kasus kebakaran Gedung
Kejagung. Peristiwa kebakaran tersebut terjadi pada Agustus 2020 lalu. Dia
menjadi hakim ketua dalam perkara tersebut. Ada enam terdakwa yang diadili oleh
Hakim Elfian. Lima terdakwa divonis 1 tahun penjara atas dasar terbukti lalai.
Sementara satu terdakwa yang merupakan mandor divonis bebas.
Anry Widyo Laksono
Anry Widyo Laksono tercatat sebagai salah satu hakim di PN
Jakarta Selatan dengan golongan pangkat pembina utama muda (IV/c). Pria lulusan
pendidikan S2 ini sebelumnya pernah menjadi hakim di sejumlah pengadilan. Mulai
dari Ketua Pengadilan Negeri Merauke pada 2014; Ketua Pengadilan Negeri
Limboto, Gorontalo.
Lalu dia juga tercatat pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri
Jombang. Jabatan tersebut ia emban sebelum menjadi hakim di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
Sebagai penyelenggara negara, Anry Widyo Laksono wajib
melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Dalam laman e-LHKPN, tercatat dia pernah
melapor dalam jabatan Ketua PN Jombang dengan kekayaan Rp 1.482.352.420.
Hakim Anry Widyo Laksono juga pernah menjadi pengadil tunggal
dalam praperadilan Yahya Waloni terkait kasus penistaan agama dan ujaran
kebencian. Namun praperadilan tersebut tak sampai vonis, sebab Yahya Waloni
mencabut gugatan. (kumparan)