Latest Post




SANCAnews.id – Ustaz Felix Siauw dan Ustaz Abdul Somad alias UAS masuk dalam daftar ratusan penceramah radikal baru-baru ini menyita perhatian publik.

 

Ustaz Felix Siauw mengaku dirinya masuk daftar penceramah radikal dalam kategori intoleran yang telah dirilis.

 

Kata Ustaz Felix Siauw, beredar sekira 180 nama penceramah radikal di Whatsapp grup yang disarankan tidak boleh diundang dan didengar.

 

“Beredar viral 180-an nama penceramah radikal dan disarankan enggak boleh diundang dan didengar,” ucap Ustaz Felix di akun Instagram pribadinya @felix.siauw pada Minggu, 6 Maret 2022.

 

Tak hanya namanya, Penceramah asal Riau yakni Ustaz Abdul Shomad (UAS) juga masuk kedalam daftar tersebut dan berada di urutan kelima.

 

Sementara, M. Ismail Yusanto asal Bogor berada di urutan pertama dalam daftar tersebut. Dia adalah penceramah yang sempat menjadi juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau organisasi yang sudah dinyatakan terlarang di tanah air.

 

Sedangkan Felix Siauw menempati urutan kedua daftar tersebut. Namun, Ustaz Felix Siauw menanggapinya dengan santai. Kata dia, daftar serupa juga pernah viral pada 2017 silam.

 

Ustaz Felix Siauw saat itu tercatat menduduki urutan kedua setelah Habib Rizieq Shihab.

 

"Tahun 2017, saya jadi tokoh radikal no.2 setelah HaErEs (Habib Rizieq Shihab), sekarang jadi no. 2 lagi," ujarnya.

 

Pada tahun ini Habib Rizieq sepertinya absen dari daftar, lantaran HRS tengah menjalani hukumannya di dalam sel tahanan.

 

Merasa jadi yang kedua terus dia rupanya penasaran dan mengeluarkan pernyataan dengan nada sindiran.

 

“Sekarang jadi no 2 lagi. Kapan aku bisa jadi number wan ya?” tulisnya dengan memberikan emoticon tertawa setelahnya.

 

Dia pun juga seakan merasa bangga dan bahkan mengungkapkan rasa bersyukurnya bisa kembali masuk dalam daftar tersebut.

 

“Tapi alhamdulilah, bisa bertahan di list sejak 2017,” pungkasnya. (suara)



 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo tidak hanya memperlihatkan haus kekuasaan saat memberi pernyataan normatif tentang wacana penundaan pemilu. Tapi juga tampak memiliki rasa ketakutan saat dia tidak lagi menjabat sebagai presiden.

 

Begitu kata Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (6/3).

 

Menurutnya, Jokowi merasa perlu untuk terus berkuasa agar bisa melindungi diri dan kroninya. Atas dasar itu, Jokowi mempersilakan warga negara berwacana tentang penundaan pemilu.

 

"Sikap Jokowi itu perlihatkan rasa takut kalau dia tidak jadi presiden akan ditangkap atas sejumlah kasusnya. Makanya dia ingin terus dan terus berkuasa,” tegas Muslim.

 

Muslim Arbi juga tidak terkejut dengan apa yang disampaikan Jokowi. Pasalnya, karakter tersebut sudah sering diperlihatkan mantan Walikota Solo itu dalam banyak kesempatan.

 

“Seperti Jokowi umbar janji selama kampanye pilpres. Tapi dia ingkari tanpa merasa bersalah. Ini pemimpin yang setia pada kepentingannya. Bukan pada kepentingan rakyatnya,” tutupnya. ***



 

SANCAnews.id – Menko Polhukam Mahfud MD menjawab tantangan debat anggota Komisi I DPR Fadli Zon dengan para sejarawan terkait Keppres Nomor 2/2002 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Beleid itu mengambil peristiwa Seranga Umum 1 Maret 1949 sebagai tonggak eksistensi NKRI namun tidak mencantumkan nama Soeharto yang dianggap Fadli berperan besar.

 

Fadli meminta agar Keppres 2/2022 direvisi karena berusaha membelokkan sejarah dan menantang Mahfud memfasilitasi debat dengan sejarawan penyusun naskah akademik keppres tersebut. "P @mohmahfudmd mari ajak diskusi/debat saja sejarawan di belakang Keppres itu. Kita bisa adu data dan fakta. Tapi jangan belokkan sejarah!," cuit Fadli, Jumat (4/3/022) petang.

 

Merespons Fadli, Mahfud justru meminta Fadli sendiri yang menghubungi sejarawan tersebut. Bahkan, Mahfud membawa-bawa nama Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X ihwal masalah ini.

 

"Silahkan, langsung ajak sendiri kalau mau debat, Pak. Pak @fadlizon kan bisa hubungi dia, bahkan bisa juga langsung ajak debat ke Gubernur DIY," jawab Mahfud.

 

Menurut dia, permasalahan ini sudah didiskusikan sejak beberapa tahun lalu, tepatnya Tahun 2018. Eks Menteri Pertahanan (Menhan) ini mengaku ikut rapat tersebut.

 

"Tim Naskah Akademik Pemda DIY dan sejarawan UGM itu sudah berdiskusi sejak 2018. Sy rak ikut di sana. Sy juga tak sempat jadi panitia debat," ucapnya.

 

Sebelumnya, Mahfud menyebut Fadli bukan seorang ahli di bidang sejarah. Lebih lugas Fadli disebutnya bukan penentu benar tidaknya sebuah peristiwa sejarah. "Penentu kebenaran sejarah itu bukan Fadli Zon. Tetapi ilmiahnya adalah sejarawan dan forum akademik," jelas Mahfud kepada wartawan, Jumat (4/3/2022).

 

Kendati demikian, sambung Mahfud, apa pun pernyataan yang terlontar dari Fadli Zon tetap harus didengarkan. Toh, pemerintah sama sekali tak pernah meniadakan peran Soeharto dalam sejarah serangan.

 

"Kita tak pernah meniadakan peran Soeharto, malah itu di naskah kademik Kepres nama Soeharto disebut 48 kali. Karena kita (Pemerintah) menencatat dengan baik peran Pak Harto," ucapnya.  (sindonews)



 

SANCAnews.id – Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid mengatakan pernyataan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) terkait penceramah radikal merupakan peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.

 

Pernyataan Presiden Jokowi pada Rapat Pimpinan TNI-Polri, di Mabes TNI, Jakarta, Selasa (1/3/2022) itu harus ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah, dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya radikalisme.

 

“Sejak awal kami (BNPT, Red) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini, karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme. Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama,” kata Ahmad seperti dilansir ANTARA, Sabtu (5/3/2022).

 

Sementara itu, untuk mengetahui penceramah radikal, Nurwakhid mengurai beberapa ciri-ciri atau indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan bukan tampilan penceramah.

 

Setidaknya, menurut Nurwakhid, ada lima indikator, yaitu:

 

1. Mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.

2. Mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

3. Menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks.

4. Memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).

5. Biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.

 

“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan keragaman,” katanya pula.

 

Sejalan dengan itu, Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme memang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.

 

“Ada tiga strategi yang dilakukan oleh kelompok radikalisme. Pertama, mengaburkan, menghilang bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan),” kata Nurwakhid.

 

Strategi ini dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa. Proses penanamannya dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.

 

“Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat,” katanya lagi. (indozone)



 

SANCAnews.id – Salah satu Kiyai NU, Muhammad Ishaq Lasem menilai rusaknya NU itu sejak zaman KH. Abdurrahman Wahid atau gus Dur.

 

Diketahui bahwa Kiyai Muhammad Ishaq Lasem sendiri adalah pengasuh salah satu Pondok Pesantren Lasem yang masih bagian dari NU.

 

Kiyai Muhammad Ishaq Lasem sendiri justru menilai bahwa gus Dur adalah tokoh yang merusak NU.

 

“Saya di Nu 20 tahun,” ujar Kiyai Muhammad Ishaq lasem dalam video yang diunggah channel youtube NU Garis Lurus, dengan judul ‘Rusaknya NU Sudah Sejak Zaman Gus Dur’, sebagaimana dilansir pada Sabtu, 5 Maret 2022.

 

“Di Cabang NU Lasem, tahun 84 sampai 2004, saya cucu mbah dowi, saya salut sama kiyai Luthfi, detail sekali,” ujar Muhammad Ishaq Lasem melanjutkan.

 

“Saya engga menanggapi itu, saya cerita sedikit tentang NU,” ujar Muhammad Ishaq lasem melanjutkan.

 

Kemudian, Muhammad Ishaq Lasem secara tegas menyampaikan pendapatnya bahwa NU sudah rusak sejak zaman gus Dur.

 

Selain itu, dirinya juga menjelaskan bahwa pamannya, yaitu kiyai Hamid telah menuduh gus Dur beraliran syi’ah.

 

“jadi begini, NU itu rusak tidak oleh Said Aqil, mulainya gus Dur! ya orang menganggap wali, kalau Lasem menganggapnya itu sesat ya!,” ujar Muhammad Ishaq Lasem menjelaskan.

 

“Pa le saya kiyai Hamid, menuduh gus Dur Syi’ah!, loh betul itu saya saksinya,” ujar Muhammad Ishaq Lasem melanjutkan.

 

“Dan waktu itu gus Dur mau nuntut, di koran-koran itu tahun 89-90 itu,” ujar Muhammad Ishaq Lasem melanjutkan.

 

“Jadi Said Aqil ini kadernya gus Dur!, jadi rusaknya NU itu dari gus Dur!,” ujar Muhammad Ishaq Lasem menandaskan. (terkini)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.