Latest Post


 

SANCAnews.id – Massa "Aksi 2502" yang didalamnya terdiri dari PA 212, GNPF Ulama, yang menggelar aksi solidaritas untuk Muslim India di depan Gedung Kedubes India untuk Indonesia, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat siang (25/2) kecewa.

 

Kekecewaan itu terjadi lantaran perwakila dari massa Aksi 2502 yang ingin beraudiensi dengan perwakilan dari Kedubes India gagal.

 

"Perlu diinformasikan delegasi kita yang akan ke dalam (Gedung Kedubes India) ternyata gagal. Di dalam kosong, ketakutan mereka. Yang ada cuma setan India," teriak salah seorang orator dari atas mobil komando.

 

Massa aksi damai 2502 yang digelar Persaudaraan Alumni 212 mengecam India terkait larangan pemakaian hijab di lembaga pendidikan.

 

Dalam aksinya di depan Kedubes India, PA 212, GNPF dan seluruh jaringannya menyerukan sedikitnya 9 tuntutan. Salah satunya meminta agar Perdana Menteri India diseret ke pengadilan HAM internasional.

 

PM India Narendra Modi dituding bertanggung jawab atas perlakuan diskriminatif sebagian rakyat India terhadap penduduk muslim.

 

Berikut 9 poin tuntutan PA 212 dalam Aksi 2502:

1. Meminta menghapus pelarangan hijab

2. Menghentikan pembantaian kepada umat Islam

3. Usut tuntas pelaku pembantaian umat Islam

4. Seret ke pengadilan HAM internasional Perdana Menteri India yang menyerukan pembantaian umat Islam sebagai penjahat perang

5. Meminta kepada pemerintah RI untuk memutuskan hubungan diplomatik, bahkan usir Kedubes India kalau India tidak menghentikan pelarangan jilbab dan pembantaian umat Islam di India

6. Meminta kepada pemerintah Indonesia agar proaktif terhadap pembelaan umat Islam di India

8. Usir seluruh warga India di Indonesia yang pro terhadap pembantaian dan pelarangan jilbab di India

9. Kepada rakyat Indonesia diserukan untuk boikot produk India

10. Menyerukan juga kepada Pemerintah dan rakyat Indonesia untuk melindungi warga Muslim India di Indonesia serta produk muslim India dan keturunan India Muslim. (rmol)



 

SANCAnews.id – Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu Prof Sagaf S Pettalongi ikut buka suara mengenai polemik pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengenai azan dan suara anjing.

 

Prof Sagaf menyatakan Menag tidak membandingkan suara atau lafaz adzan dengan suara gonggongan anjing.

 

Melainkan, kata Prof Sagaf, Menag berusaha memberikan perumpamaan-perumpamaan agar mudah dipahami oleh masyarakat, terkait dengan pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.

 

Sagaf mengemukakan adzan yang dikumandangkan oleh muadzin di masjid berfungsi untuk mengingatkan umat Islam atas datangnya waktu shalat fardu.

 

"Kalimat-kalimat atau lafadz adzan yang dikumandangkan oleh muadzin, di dalamnya termasuk nama dan asma Allah, yang sangat mulia diyakini oleh umat Islam," kata Prof Sagaf Pettalongi.

 

Lafadz adzan dan lantunan ayat suci Al Quran, kata Prof Sagaf, umat Islam meyakini kemuliaan hal tersebut, sehingga tidak dapat disetarakan atau disamakan dengan kalimat apapun atau dengan apapun.

 

Prof Sagaf menyatakan Kementerian Agama mengetahui, memahami hal tersebut. Sehingga pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala yang diterbitkan oleh Kemenag menandakan bahwa, Kemenag tidak sedang mengurangi kemuliaan lafadz adzan atau lantunan Ayat Suci Al Quran.

 

Prof Sagaf yang juga Waketum MUI Provinsi Sulteng menyatakan pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala sangat diperlukan, seiring dengan upaya pemerintah merawat dan meningkatkan kerukunan umat beragama di Tanah Air.

 

"Pengeras suara di masjid dan musala memang menjadi kebutuhan umat Islam, agar pengajian, tarhim dan adzan, dapat berjalan serentak, maka dibutuhkan pedoman penggunaannya," ujar.

 

Ia menjelaskan, Indonesia penduduknya terdiri dari berbagai latar belakang agama, yang kemudian mendorong perlunya peningkatan harmonisasi antar umat beragama.

 

Maka surat edaran Menteri Agama nomor 5 tahun 2022, bukanlah upaya Kementerian Agama untuk mengurangi syiar Islam. Juga, ia menegaskan, bukan sebagai upaya menghalangi umat Islam beribadah di masjid dan musala.

 

Pengaturan penggunaan pengeras suara, dimaksudkan agar suara yang dipancarkan dari sistem pengeras suara di masjid dan mushala serentak, di waktu bersamaan. Hal ini untuk keteraturan, serta demi harmonisasi umat beragama," ungkap Prof Sagaf. (suara)



 

SANCAnews.id – Massa dari Front Betawi Rempug menggeruduk kantor Kementrian Agama (kemenag) di Jalan Lapangan Banteng Barat, Jakarta Pusat, Jumat (25/2).

 

Dari video yang beredar, ratusan massa FBR terlihat melakukan long march dengan membentangkan spanduk kecaman atas pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing.

 

Aksi ini, merupakan tuntutan agar Presiden Joko Widodo segera memecat Yaqut Cholil. Akibat aksi ini, arus lalu lintas di jalan depan Kantor Kemenag tersendat, petugas kepolisian tampak mengatur kendaraan yang lewat.

 

"Yang kami tuntut adalah kepada Bapak Presiden untuk memberhentikan Bapak Yaqut Cholil, karena beliau telah berucap sesuatu yang tidak pantas. suara azan disamakan dengan anjing mengonggong," kata salah seorang orator, Maryadi.

 

“Mustinya beliau itu ngajak salat berjamaah, makmurkan masjid. Kalau kita orang Islam, harus cinta sama azan. Banyak orang dapat hidayah karena azan,” kata Maryadi ceramahi Yaqut Cholil. (rmol)



 

SANCAnews.id – Gempa bumi magnitudo 6,1 di Pasaman Barat, Sumatera Barat, memakan korban jiwa. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sejumlah korban meninggal dan luka-luka akibat gempa tersebut.

 

Kepala BNPB, Mayjen TNI Suharyanto menjelaskan, jumlah korban yang diumumkan ini adalah data sementara yang berhasil dihimpun hingga puul 11.00 WIB.

 

"Pasaman Barat sudah ada data yang menyatakan dua orang meninggal dan 20 orang luka," ujar Suharyanto dalam jumpa pers virtual bersama Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, Jumat siang (25/2).

 

Lebih lanjut, Suharyanto memastikan jajarannya akan segera bertandang ke lokasi terdampak gempa untuk memastikan kondisi warga dan segera melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan.

 

"Kami akan terus mengumpulkan data-data. Mudah-mudahan dengan waktu yang tdk terlalu lama kita bisa menyampaikan jumlah korban dan kerugian lain yang menjadi akibat gempa," demikian Suharyanto. (rmol)



 

SANCAnews.id – Sejumlah pimpinan partai koalisi sudah mulai terbuka menyampaikan usulan agar Pemilu 2024 ditunda, yang artinya masa jabatan Presiden Joko Widodo turut diperpanjang.

 

Namun demikian, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mempunyai satu pertanyaan berkaitan dengan upaya mewujudkan usulan tersebut. Pertanyaan ditujukan kepada Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang mengusulkan penundaan pemilu.

 

“Kalau pemilu ditunda, maka lembaga apa yang berwenang menundanya,” tanya Yusril kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (25/2).

 

Selain itu, dia menekankan bahwa konsekuensi dari penundaan pemilu adalah masa jabatan presiden, wapres, kabinet, DPR, DPD, dan MPR akan habis dengan sendirinya. Pertanyaan kedua, lembaga apa yang berwenang memperpanjang jabatan para pejabat tersebut.

 

“Lembaga apa yang berwenang memperpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut?" tanya Yusril.

 

"Apa produk hukum yang harus dibuat untuk menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini belum dijawab dan dijelaskan oleh Cak Imin, Zulhas maupun Pak Bahlil," sambungnya.

 

Menurutnya, jika asal menunda pemilu dan asal memperpanjang masa jabatan para pejabat negara tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka ada kemungkinan timbul krisis legitimasi dan krisis kepercayaan.

 

"Keadaan seperti ini harus dicermati betul, karena ini potensial menimbulkan konflik politik yang bisa meluas ke mana-mana," terang Yusril.

 

Hal tersebut bisa berdampak besar karena amandemen UUD 1945 menyisakan persoalan besar bagi bangsa, yakni kevakuman pengaturan jika negara menghadapi krisis seperti tidak dapatnya diselenggarakan Pemilu.

 

"Sementara tidak ada satu lembaga apapun yang dapat memperpanjang masa jabatan Presiden atau Wakil Presiden, atau menunjuk seseorang menjadi Pejabat Presiden seperti dilakukan MPRS tahun 1967," pungkas Yusril. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.