Latest Post


 

SANCAnews.id – 3 orang kader Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Bengkulu baru-baru ini ditangkap Densus 88 dengan dugaan adanya keterlibatan jaringan terorisme.

 

Mendengar kabar ini, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas memberi tanggapan.

 

“Kalau menurut BNPT dan Densus 88 ada warga masyarakat yang terlibat dengan tindakan dan atau dengan jaringan terorisme ya silakan saja ditangkap. Tapi mohon supaya yang bersangkutan jangan ditahan berlama-lama tanpa diproses. Kita mengharapkan supaya kasusnya sesegera mungkin dilimpahkan ke pihak kejaksaan untuk kemudian oleh kejaksaan masalahnya bisa dibawa ke pengadilan untuk supaya kasusnya bisa diadili supaya jelas duduk perkaranya oleh masyarakat,” kata Anwar saat dikonfirmasi. Mengutip dari laman Detik pada Minggu, 20 Februari 2022.

 

“Apakah betul yang bersangkutan menurut hakim bersalah atau tidak, karena bagaimana pun dalam masalah hukum kita tentu akan menerapkan praduga tidak bersalah sehingga kalau yang bersangkutan merupakan anggota dari sebuah organisasi maka terpaksalah organisasi tersebut menonaktifkan yang bersangkutan untuk sementara waktu,” sambung Anwar.

 

Anwar yang juga wakil ketua umum MUI meminta pada pihak yang melakukan menangkapan agar ketiga kader Muhammadiyah tersebut segera diproses.

 

Anwar menyebut, dalam hal ini BNPT dan Densus 88 harus menekankan pada pendekatan preventif agar meminimalisir terbuangnya anggaran dalam pencegahan jaringan terorisme.

 

“Sehingga anggaran BNPT dan Densus 88 yang besar tersebut tidak perlu lagi ditambah. Bahkan, akan bisa kita kurangi sehingga masalah penanggulangan radikalisme dan terorisme ini tidak lagi membebani APBN dan rakyat,” tuturnya.

 

“Sebaiknya menurut saya ada kerja sama yang baik dan rapi antara BNPT dengan ormas-ormas dan elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat sehingga kita bisa secara bersama-sama mencegah praktik yang tidak terpuji tersebut,” ungkapnya.

 

Penangkapan ini menuai banyak kontroversi hingga tagar Muhammadiyah menjadi trending di Twitter. sebagian besar menghimbau agar ormas Muhammadiyah berhati-hati dengan peristiwa ini.

 

Akun @pakaipeci menyebut, “Muhammadiyah lagi dibidik. Kadernya diteroriskan atau terorisnya diMuhammadiyahkan. Nanti dibubarkan dan aset gurihnya diambil penguasa”

 

Tak hanya itu, akun @ariekris4 menyampaikan, “Asset Muhammadiyah sangat besar. Warga Muhammadiyah dan kaum muslim sedang dipecah belah demi keuntungan pihak-pihak tertentu…”

 

Sebelumnya, PW Muhammadiyah Bengkulu menonaktifkan sementara tiga kadernya yang diamankan Densus 88 Antiteror beberapa waktu lalu. Pihaknya menunggu kepastian hukum ketiganya.

 

“Kami atas nama pengurus wilayah Muhammadiyah Bengkulu menyatakan menonaktifkan sementara terduga teroris yang ditangkap,” kata Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Bengkulu Taufik Bustami saat memberikan pernyataan.

 

Dikutip dari laman Detik pada Minggu, 20 Februari 2022. “Kami sangat mengenal RH ,beliau selama ini bersifat biasa sama dengan kader lainnya, tidak ada menunjukkan akan keterlibatan sebagai terorisme,” jelas Taufik menyebut inisial salah satu yang ditangkap. (terkini)

 


 

SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta melakukan investigasi dan penyelidikan terkait dugaan korupsi penambangan, khususnya batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

 

Hal itu diminta oleh Ketua Umum (Ketum) Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono yang mengungkapkan nilai kekayaan tambang andesit di Wadas, yakni paling sedikit senilai 140 juta dolar AS.

 

Arief mengatakan, nilai tersebut ia dapatkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah nomor 543/30 tahun 2017 tentang Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Bukan Logam dan Batuan.

 

Dalam SK itu, harga andesit di Kabupaten Purworejo senilai Rp 70 ribu per meter kubik.

 

"Dengan asumsi setiap tahun naik Rp 10 ribu saja, artinya hari ini harganya Rp 120 ribu per meter kubik. Dan Bendungan Bener itu membutuhkan 16,9 juta meter kubik, ya dikali aja itu, itu kalau dikali jadi dolar itu sekitar 140 juta dolar," ujar Arief kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu sore (20/2).

 

Sementara itu, pada tahun 2018 kata Arief, dari data Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Jawa Tengah, tidak tercantum Desa Wadas, Kecamatan Bener.

 

"Jadi memang kalau yang di Wadas belum ada izinnya, saya berharap KPK turun tangan ya, kalau dibilang tidak perlu izin, ya harusnya izin. Kalau tidak ada izin main bongkar aja, itu kan namanya mencuri kekayaan negara," jelas Arief.

 

Menurut Arief, penambangan andesit di Wadas merupakan celah bagi KPK untuk melakukan penyelidikan untuk mendalami terkait penambangan liar.

 

"Itu bisa masuk kategori korupsi dong. Pertanyaannya siapa yang memiliki IUP itu, karena per 2018 belum ada izinnya di daerah situ (Kecamatan Bener)," pungkas Arief. **


 

SANCAnews.id – Komite Kajian Jakarta (KKJ) merespon rencana pemerintah pusat memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Nusantara berdasarkan Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN).

 

Direktur Eksekutif KKJ Syaifuddin mengatakan pihaknya juga merespon permintaan pemerintah kepada masyarakat untuk memberikan masukan terkait konsep Jakarta ke depan setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara RI.

 

Terkait hal tersebut, Syaifuddin mengatakan dari hasil diskusi dan kajian yang melibatkan banyak pihak seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, akademisi dan aktivis di Jakarta maka KKJ mengusulkan untuk tetap mempertahankan keistimewaan Jakarta menjadi provinsi baru yang bernama "Daerah Istimewa Jakarta Raya".

 

"Namun dengan memperluas wilayah Jakarta dengan menyatukannya dengan  wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi," ujar Syaifuddin dalam keterangannya, Minggu (20/2/2022).

 

KKJ, menurut Syaifuddin, menjelaskan beberapa alasannya:

 

1. Dimensi Historis, Jakarta memiliki nilai sejarah yang tinggi sebagai Ibu Kota Negara sebelumnya.

 

2. Dimensi Ekonomi, Jakarta memiliki infrastruktur maju sekaligus sebagai pusat perdagangan dan bisnis, pendidikan serta kesehatan.

 

3. Dimensi Geografis, Jakarta sebagai kota metropolitan perlu adanya perluasan wilayah dengan menggabungkan wilayah penyangga Jakarta, mengingat daerah penyangga lebih dekat jaraknya dengan pusat pemerintahan Jakarta dibandingkan dengan ibu kota provinsinya.

 

4. Dimensi Budaya dan Emosional, yang mana penduduk daerah penyangga adalah mayoritas etnis Betawi.

 

5. Dimensi Regulasi dan Kebijakan, pemerintah Jakarta perlu mengambil kebijakan cepat dan tepat untuk mengatasi problem yang ada di Jakarta.

 

6. Dimensi Pembangunan yang berkeadilan, mendorong pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah penyangga lebih merata. (tribun)



 

SANCAnews.id – Lima perusahaan sawit yang pernah mendapat suntikan subsidi dari pemerintah dianggap sudah tidak percaya lagi kepada rezim Joko Widodo saat ini.

 

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengatakan, sepanjang Januari hingga September 2017 lalu, lima perusahaan sawit berskala besar pernah mendapatkan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS) dengan total mencapai Rp 7,5 triliun.

 

Kelima perusahaan yang dimaksud, yaitu Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC).

 

"Subsidi mega Rp 7,5 triliun ke 5 konglomerat sawit, tetapi malah minyak goreng susah dan menghilang di pasar, ini skandal subsidi. Kelima konglomerat sawit itu wajib diperiksa KPK," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (20/2).

 

Seharusnya kata Muslim, dengan adanya subsidi tersebut, minyak goreng yang merupakan kebutuhan rakyat mudah didapat.

 

"Kemana dilarikan itu dana subsidi sawit itu? Rakyat makin susah. Dugaan saya, dana subsidi triliunan itu para konglomerat tidak semata bermain di sawit," kata Muslim.

 

Dengan langkanya minta goreng di pasaran saat ini kata Muslim, bisa dianggap satu bentuk pengkhianatan terhadap dana subsidi sawit.

 

"Dan bisa jadi konglomerat sawit itu sudah tidak percaya lagi ke rezim. Dana dialihkan ke bisnis lain. Efeknya, minyak goreng tidak lagi tertangani dan susah didapat, Jokowi kena imbasnya," pungkas Muslim. **



 

SANCAnews.id – Kepemilikan kartu peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) akan menjadi syarat wajib untuk berbagai keperluan.

 

Semisal mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

 

Kewajiban itu tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

 

Peraturan tersebut talah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari 2022 lalu.

 

Dalam aturan tersebut, Jokowi meminta pihak kepolisian untuk memastikan pemohon SIM, STNK dan SKCK merupakan peserta aktif BPJS Kesehatan.

 

"Melakukan penyempurnaan regulasi untuk memastikan pemohon SIM, STNK, SKCK  adalah Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," bunyi Inpres No.1 Tahun 2022.

 

Beberapa pelayanan publik seperti mendaftar ibadah Haji dan Umrah juga diwajibkan memiliki BPJS Kesehatan.

 

Jokowi menginstruksikan Menteri Agama untuk memastikan pelaku usaha dan pekerja yang ingin ibadah Umrah dan Haji merupakan peserta aktif dalam program JKN.

 

"Mensyaratkan calon jamaah Umrah dan jamaah Haji khusus merupakan peserta aktif dalam program JKN," lanjutnya.

 

Adapun Presiden Jokowi juga menginstruksikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga mengumumkan kartu BPJS Kesehatan akan menjadi syarat jual beli tanah

 

BPJS Kesehatan menjadi salah satu syarat wajib pembelian tanah akan dimulai 1 Maret 2022.

 

Tuai kritik 

Kebijakan terkait kartu peserta BPJS Kesehatan menjadi syarat transaksi jual beli tanah yang akan diberlakukan mulai 1 Maret 2022 menuai kritik keras dari berbagai kalangan.

 

Seperti diketahui, kebijakan itu mengacu pada surat bernomor HR.02/153-400/II/2022 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

 

Dikutip dari Tribunnews, penggunaan BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah diterapkan dikarenakan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

 

Aturan ini pun juga diamini oleh Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Teuku Taufiqulhadi.

 

Mengenai BPJS Kesehatan yang dilampirkan, menurut Taufiq, dapat dilampirkan dari berbagai kelas baik kelas 1 hingga kelas 3.

 

“Jadi harus melampirkan BPJS ketika membeli tanah. Baru keluar tahun ini Inpres-nya. MUlai diberlakukan sejak 1 Maret 2022,” ungkapnya pada Jumat (18/2/2022).

 

Kritik pun berdatangan dari anggota DPR dan pengamat mengenai aturan ini.

 

Dinilai Konyol 

Aturan ini pun dikritik oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus politisi dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim.

 

Dikutip dari Kompas.com, dirinya menilai kebijakan BPJS Kesehatan harus menjadi syarat jual beli tanah adalah kebijakan yang konyol dan irasional. Menurutnya ini adalah salah satu bentuk pemaksaan kebijakaan kepada masyarakat.

 

“Terbitnya aturan yang memaksa rakyat menjad peserta BPJS Kesehatan dengan menjadikannya sebagai syarat dalam layanan pertanahan, merupakan bagian dari praktek kekuasaan yagn konyol, irasional, dan sewenang-wenang,” ujarnya pada Sabtu (19/2/2202).

 

Selain itu Luqman mengatakan kepemilikan tanah dan jaminan sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dilindungi negara, sehingga dalam melindungi hak tersebut maka negara tidak boleh memberangus hak yang lainnya.

 

“Lahirnya kebijakan ini membuat saya curiga adanya anasir jahat yang menyusup di sekitar Presiden Jokowi dan jajaran kabinetnya dan dengan sengaja mendorong lahirnya kebijakan yang membenturkan presiden dengan rakyat,” jelasnya.

 

Mengenai kebijakan ini, Luqman pun meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil agar membatalkan kebijakan ini.

 

Menurutnya, selaku pembantu presiden, Sofyan seharusnya memberi masukan kepada presiden bukan bersikap seolah tidak ada masalah.

 

“Jangan malah sebaliknya, bersikap seolah tidak tahu ada masalah dan langsung melaksanakannya,” kata Luqman.

 

Mengada-ada 

Selain dari DPR, kritik pun juga datang dari pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah.

 

Dikutip dari Kompas.com, kebijakan BPJS Kesehatan menjadi syarat jual beli tanah adalah aturan yang mengada-ada.

 

“Kalau kemudian syarat jual beli tanah itu harus menggunakan BPJS, ya menurut saya jauh panggang dari api, jadi terlalu mengada-ada karena ini berlebih-lebihan,” ujar Trubus pada Jumat (18/2/2022).

 

Selain itu Trubus juga mengatakan optimalisasi BPJS Kesehatan sebagai landasan syarat untuk jual beli tanah juga tidak bisa diterima.

 

Seharusnya, menurut Trubus, pemerintah seharusnya meningkatkan transparansi pengelolaan BPJS Kesehatan dan pelayanannya untuk menarik masyarakat menjadi peserta, bukan malah memaksa BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah.

 

“Kalau dia mendapatkan kepuasan, saya rasa akan tertarik, tidak perlu dipaksa pakai aturan, itu masyarakat akan dengan sendirinya membeli, artinya masyarakat itu akan terlibat ikut aktif di dalam peserta BPJS,” jelasnya.

 

Akibatnya, Trubus menganggap adanya kewajaran apabila masyarakat menduga-duga adanya kebijakan ini dalam rangka untuk membiayai proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.

 

“Di sini kemudian kementerian/lembaga atau anak buahnya ini mencari celah untuk membantu setidak-tidaknya membantu kebijakan presiden, jadi arahnya ke sana, bisa saja dibaca seperti itu,” pungkas Trubus. (wartakota)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.