Latest Post


 

SANCAnews.id – Ustaz Abdul Somad atau kerap disingkat UAS membeberkan penghasilannya dari YouTube. Ternyata jumlahnya fantastis mencapai ratusan juta. Ia pun membeberkan tentang penggunaan uang yang didapatkannya.

 

Akun YouTube Pecinta Ustadz mengunggah potongan video kala Ustaz tengah berceramah di depan para jamaahnya. Ia membeberkan tentang penghasilannya dari YouTube.

 

Diketahui bahwa Ustaz Abdul Somad cukup getol mengunggah video pengajian di saluran YouTube pribadinya. Penghasilannya dari YouTube itu ternyata tak ia gunakan sendiri.

 

Penghasilan UAS

Ustaz berusia 44 tahun itu membeberkan bahwa sudah setahun belakangan ini dirinya mengurus saluran YouTube sendiri. Penghasilan yang didapatkan dari video unggahannya itu ternyata fantastis.

 

Dalam setahun, ia mampu mendapatkan penghasilan hingga Rp400 juta, "YouTube itu yang baru saya urus sendiri baru setahun ini, itu totalnya dapat sekitar Rp400 juta," kata Ustaz Abdul Somad.

 

Untuk Fakir Miskin

Lebih lanjut Ustaz Abdul Somad menjelaskan bahwa seluruh penghasilannya dari YouTube itu tak digunakannya sendiri. Melainkan disumbangkan untuk fakir miskin.

 

"Duitnya habis semua untuk membeli sembako dibagi tiap bulan untuk fakir miskin. Jadi kalau bapak ibu mau nonton YouTube pengajian saya itu sama dengan bapak bu memberi sembako," jelasnya.

 

"Habis itu saya ambil duitnya. Tanya tim media tuh, transfer langsung ke yayasan habis dibagikan ke fakir miskin," sambungnya.

 

Kata Netizen

Di kolom komentar banyak sekali netizen yang menulis pesan. Mayoritas memuji kebaikan Ustaz Abdul Somad dan mendoakan kesehatannya.

 

"Subhanallah uas sehat terus, semoga diberi keberkahan oleh Allah SWT," kata Muhammad Fauzi.

 

"Masya'allah semoga tuan guru UAS sehat sellau panjang umur," kata Imanda Putra.

 

"Selalu diberikan kesehatan dan keselamatan untuk beliau ya Allah," kata Muhammad Zamroni. (merdeka)



 

SANCAnews.id – Kementerian Agama kembali menerbitkan protokol kesehatan khusus terkait pengaturan pelaksanaan kegiatan keagamaan di tempat ibadah. Aturan dalam surat edaran ini keluar menyusul lonjakan kasus Covid-19 karena varian Omicron.

 

"Kami kembali terbitkan surat edaran dalam rangka mencegah dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang saat ini mengalami peningkatan dengan munculnya varian Omicron," tulis Menteri Agama Yaqut Cholil dalam keterangan pers diterima, Minggu (6/2).

 

Menteri yang akrab disapa Gus Yaqut ini menjelaskan, kebijakan terbaru tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE. 04 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah Pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19, Optimalisasi Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta Penerapan Protokol Kesehatan 5M.

 

Aturan ini penting agar umat yang beribadah merasa lebih aman dan nyaman dengan panduan protokol kesehatan yang akan diterapkan.

 

"Edaran diterbitkan dengan tujuan memberikan panduan bagi pemangku kepentingan dan umat beragama dalam melaksanakan kegiatan peribadatan/keagamaan dan penerapan protokol kesehatan 5M di tempat ibadah pada masa PPKM,” jelas dia.

 

Berikut ini ketentuan edaran No SE 04 tahun 2022:

 

Tempat Ibadah

A. Tempat ibadah di kabupaten/kota wilayah Jawa dan Bali:

1) Level 3, dapat mengadakan kegiatan peribadatan berjamaah selama PPKM dengan jemaah maksimal 50 persen dari kapasitas dan paling banyak 50 orang jemaah dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat;

 

2) Level 2, dapat mengadakan kegiatan peribadatan berjamaah selama PPKM dengan jumlah jemaah maksimal 75 persen dari kapasitas dan paling banyak 75 jemaah dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat;

 

3) Level 1, dapat mengadakan kegiatan peribadatan berjamaah selama PPKM dengan jumlah jemaah maksimal 75 persen dari kapasitas dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat.

 

B. Tempat ibadah di kabupaten/kota wilayah Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua:

1) Level 3, dapat mengadakan kegiatan peribadatan berjamaah selama masa PPKM dengan jumlah jemaah maksimal 50 persen dari kapasitas dan paling banyak 50 orang dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat;

 

2) Level 2, dapat mengadakan kegiatan peribadatan berjamaah selama masa PPKM dengan jumlah jemaah maksimal 75 persen dari kapasitas dan paling banyak 75 orang dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat;

 

3) Level 1, dapat mengadakan kegiatan peribadatan berjamaah selama masa PPKM dengan jumlah jemaah maksimal 75 persen dari kapasitas dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat.

 

Pengurus dan Pengelola Tempat Ibadah

A. Pengurus dan pengelola tempat ibadah wajib:

1) menyediakan petugas untuk menginformasikan serta mengawasi pelaksanaan Protokol Kesehatan 5M

 

2) melakukan pemeriksaan suhu tubuh untuk setiap jamaah menggunakan alat pengukur suhu tubuh (thermogun)

 

3) menyediakan hand sanitizer dan sarana mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir

 

4) menyediakan cadangan masker medis;

 

5) melarang jemaah dengan kondisi tidak sehat mengikuti pelaksanaan kegiatan peribadatan

 

6) mengatur jarak antarjemaah paling dekat 1 meter dengan memberikan tanda khusus pada lantai, halaman, atau kursi

 

7) tidak menjalankan/mengedarkan kotak amal, infak, kantong kolekte, atau dana punia ke jemaah

 

8) memastikan tidak ada kerumunan sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan peribadatan/keagamaan dengan mengatur akses keluar dan masuk jemaah

 

9) melakukan disinfeksi ruangan pelaksanaan kegiatan peribadatan/keagamaan secara rutin

 

10) memastikan tempat ibadah memiliki ventilasi udara yang baik dan sinar matahari dapat masuk serta apabila menggunakan air conditioner (AC) wajib dibersihkan secara berkala

 

11) melaksanakan kegiatan peribadatan/keagamaan paling lama 1 jam

 

12) memastikan pelaksanaan khutbah, ceramah, atau tausiyah wajib memenuhi ketentuan:

 

- khatib, penceramah, pendeta, pastur, pandita, pedanda, atau rohaniwan memakai masker dan pelindung wajah (faceshield) dengan baik dan benar;

 

- khatib, penceramah, pendeta, pastur, pandita, pedanda, atau rohaniwan menyampaikan khutbah

dengan durasi paling lama 15 menit;

 

- khatib, penceramah, pendeta, pastur,

pandita, pedanda, atau rohaniwan mengingatkan Jemaah untuk selalu menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.

 

B. Pengurus dan Pengelola tempat ibadah menyiapkan, menyosialisasikan, dan mensimulasikan penggunaan aplikasi PeduliLindungi.

 

Jemaah atau Umat

Jemaah wajib:

a. menggunakan masker dengan baik dan benar

 

b. menjaga kebersihan tangan

 

c. menjaga jarak dengan jemaah lain paling dekat 1 (satu) meter

 

d. dalam kondisi sehat (suhu badan di bawah 37 derajat celcius)

 

e. tidak sedang menjalani isolasi mandiri

 

f. membawa perlengkapan peribadatan/keagamaan masing-masing (sajadah, mukena, dan sebagainya)

 

g. menghindari kontak fisik atau bersalaman

 

h. tidak baru kembali dari perjalanan luar daerah

 

i. yang berusia 60 tahun ke atas dan ibu hamil/menyusui disarankan untuk beribadah di rumah.

 

Sosialisasi dan Pemantauan

Sosialisasi, Pemantauan, Koordinasi, dan Pelaporan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama pusat, Rektor/Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi, Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota, Kepala Madrasah/Kepala Satuan Pendidikan Keagamaan, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Penghulu, dan Penyuluh Agama, serta pegawai Aparatur Sipil Negara pada Kementerian Agama:

 

a. melanjutkan secara intensif sosialisasi Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peningkatan Disiplin Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 pada Kementerian Agama;

 

b. melakukan sosialisasi dan pemantauan pelaksanaan Surat Edaran ini;

 

c. dalam melaksanakan pemantauan, berkoordinasi dengan Pimpinan Satuan Kerja, Pimpinan Pemerintahan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dan aparat keamanan;

 

d. melaporkan pelaksanaan sosialisasi, pemantauan, dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c kepada Pimpinan Satuan Kerja atau Unit Kerja secara berjenjang. (merdeka)



 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo tidak akan bisa dikenakan sanksi berupa denda meski telah menimbulkan kerumunan massa saat melakukan kunjungan kerja ke Pasar Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Rabu (2/2).

 

Pasalnya, kerumunan itu menjadi sorotan seiring kasus Covid-19 meningkat belakangan ini.

 

"Jokowi tentu tidak dapat didenda, bahkan tidak dapat disebut melanggar, karena Presiden punya hak imunitas. Tetapi, Jokowi gagal menjadi teladan bagi ketertiban umum," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (5/2).

 

Oleh karena itu, kata Dedi, Jokowi akan dinilai publik sebagai pemimpin yang merusak protokol kesehatan yang selama ini dibebankan pada publik. Sialnya, itu terjadi berulang-ulang.

 

"Situasi ini memicu gelombang publik untuk tidak percaya pada pemerintah, lebih buruk lagi tidak percaya pandemi," kata Pengamat Politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

 

"Presiden seharusnya lebih mampu menghormati kewajiban publik taat protokol kesehatan, tidak justru memperlihatkan pelanggaran dengan sewenang-wenang," demikian Dedi Kurnia. **


 


 

SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo gagal menjadi tauladan bagi masyarakat terhadap kepatuhan pada protokol kesehatan dengan membiarkan terjadinya kerumunan saat kunjungannya ke Pasar Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Rabu (2/2).

 

Dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Poltical Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, Jokowi sebagai kepala negara seharusnya bisa menjadi contoh bagaimana patuh pada aturan pemerintah ketika berada di ruang publik di tengah pandemi.

 

"Inilah bagian terburuk yang publik lihat. Jokowi gagal menjadi tauladan bagi ketertiban umum," kata Dedi Kurnia kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (5/2).

 

Kerumunan yang terjadi saat kedatangan Jokowi, kata dia, menjadi bukti menjaga protokol kesehatan hanya menjadi beban kewajiban pada hajat masyarkat. Artinya, tidak berlaku pada hajat acara pejabat.

 

Buruknya lagi, lanjut Dedi, contoh kerumunan Jokowi itu bisa menggerus kepercayaan publik pada pemerintah dan juga keyakinan bahwa pandemi Covid-19 benar-benar ada.

 

"Situasi ini memicu gelombang publik untuk tidak percaya pada pemerintah, lebih buruk lagi tidak percaya pandemi," pungkasnya. (*)



 

SANCAnews.id – Sebuah petisi dibuat puluhan tokoh nasional kepada Presiden Joko Widodo agar membatalkan pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur (Kaltim).

 

Petisi tersebut dibuat di change.org dengan judul "Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara".

 

Hingga Sabtu sore (5/2), petisi yang dibuat oleh sekitar 45 tokoh nasional tersebut sudah ditandatangani oleh 5.426 orang dari target 7.500 orang.

 

Petisi ini tercatat diorganisir oleh CEO sekalgus Co-Founder Narasi Institute Achmad Nur Hidayat. Tak hanya itu, petisi ini ternyata diinisiasi oleh ke-45 tokoh nasional.

 

Beberapa nama inisiator yang sudah akarab dikenal publik di antaranya Prof. Dr. Sri Edi Swasono, Prof. Dr. Azyumadri Azra, Prof. Dr. Din Syamsuddin, Prof. Dr. Busyro Muqodas, Prof. Dr. Nurhayati Djamas, Prof. Dr. Daniel Mihammad Rasyied, Dr. Anwar Hafid, dan Faisal Basri.

 

Selain itu, ada nama Mayjen (Purn) Deddy Budiman, Muhammad Said Didu, Anthony Budiawan, Zaenal Arifin Hosein, dan sejumlah aktivis serta akademisi lainnya.

 

Adapun di isi petisi ini dinyatakan bahwa para inisiator mengajak seluruh warga Indonesia untuk mendukung ajakan agar Presiden Jokowi menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan IKN di Kaltim.

 

"Memindahkan Ibu kota Negara (IKN) di tengah situasi pandemi Covid-19 tidak tepat," tulis para inisiator di dalam petisi yang diakses Kantor Berita Politik RMOL Sabtu sore (5/2).

 

Menurut para inisiator, kondisi masyarakat saat ini masih dalam keadaan sulit secara ekonomi, sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah untuk memindahkan IKN ke Kaltim.

 

"Terlebih, saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN," imbuh inisiator di dalam petisi.

 

Di samping itu, di dalam petisi ini juga disinggung soal jumlah utang negara yang cukup besar. Di mana disebutkan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah berada di atas 3 persen, sementara pendapatan negara turun.

 

Ditambah lagi dengan penyusunan naskah akademik tentang pembangunan Ibu Kota Negara Baru tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif, terutama mengenai dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi.

 

Contoh lainnya dari rencana pembangunan yang tidak berlandaskan akademik, disebutkan para inisiator, adalah pemilihan lokasi pembangunan IKN yang berpotensi menghapus pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan para pengelola tambang batubara.

 

Sebab mereka mencatat ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara di wilayah IKN yang harus dipertanggungjawabkan.

 

"Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut. Sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara," ucap para inisiator.

 

Maka dari itu, para inisiator menegaskan bahwa proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru tidak akan memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan dan hanya menguntungkan segelintir orang saja.

 

"Karena itu, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta merupakan bentuk kebijakan yang tidak berpihak secara publik secara luas melainkan hanya kepada penyelenggara proyek pembangunan tersebut," tandas mereka. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.