Latest Post


 

SANCAnews.id – Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memastikan akan menindaklanjuti laporan terhadap KSAD Jenderal Dudung Abdurrachman terkait dugaan penodaan agama.

 

Seperti diketahui, Dudung dilaporkan ke Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad) oleh Koalisi Ulama, Habaib, dan Pengacara Anti Penodaan Agama (KUHAP APA).

 

Dudung dilaporkan atas ucapannya yang menyebut Allah bukan orang Arab. Ucapan tersebut dinilai sebagai penodaan agama.

 

“Kami punya kewajiban untuk menindaklanjuti laporan tersebut yang sudah kita mulai,” ujar Panglima TNI Andika Perkasa kepada wartawan, dikutip Jumat 4 Februari 2022.

 

Panglima mengatakan bahwa saat ini proses laporan itu sedang berjalan. Nantinya beberapa pihak akan dimintai keterangan termasuk saksi ahli.

 

“Sejak hari senin kemarin. Proses-proses meminta keterangan sari pelapor, kemudian juga meminta konfirmasi dari beberapa pihak termasuk nanti menghadirkan beberapa saksi ahli,” ujar Panglima.

 

Panglima Andika mengatakan, saksi ahli dihadirkan di Puspomad untuk membantu memeriksa isi konten ucapan Dudung tersebut.

 

“Untuk memahami tuntutan konten maupun konten yang diucapkan oleh Jenderal Dudung” katanya.

 

“Tapi kami pasti akan menindaklanjuti,” pungkas Andika.

 

Ucapan Dudung soal ‘Allah bukan orang Arab’ dilontarkan di Podcast Deddy Corbuzier di YouTube.

 

Ucapan itu menuai reaksi keras dari ummat Islam. Pernyataan Dudung dianggap tidak mencerminkan tupoksinya sebagai perwira tinggi TNI AD. (fajar)



 

SANCAnews.id – Langkah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyambangi Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta Pusat, Kamis (3/2), mendapat sorotan publik.

 

Sebab dalam kunjungan itu, Boy Rafli turut menyampaikan maaf terkait data 198 pondok pesantren yang disebut terafiliasi jaringan terorisme.

 

Politisi Partai Demokrat, Benny K. Harman menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa berhenti begitu saja. Harus ada penjelasan yang sistematik di balik data yang sempat disajikan BNPT ke publik. Sehingga opini publik tidak menjadi liar dengan menuding adanya upaya penyebaran hoax secara sistematis.

 

“Harus ada penjelasan yang tuntas dan cespleng. Kalau tidak, dikhawatirkan ada tuduhan bahwa yang terjadi adalah penyebaran hoax secara sistematis,” tegas anggota Komisi III DPR RI itu.

 

Jika itu yang terjadi, maka tidak elok untuk negeri yang sangat majemuk dan multikultur ini.

 

Di satu sisi, Benny Harman juga menyinggung tentang keadilan di tanah air. Jika rakyat yang berbuat salah, maka akan langsung ditangkap, dipenjara, dan dijebloskan ke bui.

 

“Tapi kalau pejabat yang salah, dibilang salah data/ucap dan langsung minta maaf. Perkara selesai. Adil kah ini?” tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Langkah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyambangi Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta Pusat, Kamis (3/2), diapresiasi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.

 

Sebab dalam kunjungan itu, Boy Rafli turut menyampaikan maaf terkait data 198 pondok pesantren yang disebut terafiliasi jaringan terorisme.

 

“Ini tradisi baru, di MUI, Kepala BNPT minta maaf atas penyebutan Pondok Pesantren terafiliasi jaringan terorisme,” ujar Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid lewat akun Twitter pribadinya, Kamis (3/2).

 

Menurutnya tradisi semacam ini penting untuk terus dijaga dan ditingkatkan intensitasnya. Apalagi jika semua juga pada satu komitmen untuk memberantas terorisme dengan menegakkan hukum yang berbasis keadilan dan kebenaran.

 

Di satu sisi, Hidayat Nur Wahid menilai bahwa permintaan maaf dari Kepala BNPT itu juga menjadi pertanda bahwa apa yang disampaikan BNPT belum sepenuhnya benar.

 

“Bukti bahwa tidak serta merta tuduhan dari BNPT adalah kebenaran,” tegasnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – BNPT menyebut ada 198 pondok pesantren (ponpes) di Indonesia yang terafiliasi dengan jaringan terorisme. Keterangan tersebut justru menjadi sorotan. Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar memohon maaf atas pernyataan tersebut.

 

Sebab, data milik BNPT itu dirasa Boy telah melukai perasaan umat Islam. Permohonan maaf itu disampaikan Boy kala berkunjung ke kantor MUI di Menteng, Jakarta Pusat.

 

"Saya selaku Kepala BNPT mohon maaf karena memang penyebutan ponpes ini diyakini memang melukai perasaan dari pengelola pondok, umat Islam," kata Boy, Kamis (3/2/2022).

 

Awal Mula Polemik

Ihwalnya data tersebut diungkap Boy saat rapat kerja dengan III DPR RI pada Selasa (25/1). Dalam slide paparannya, Boy memaparkan data 11 ponpes telah terafiliasi dengan Jamaah Anshorut Khilafah.

 

Ada pula 68 ponpes lainnya yang terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah (JI) yang terhubung dengan Al-Qaeda. Bahkan sebanyak 119 ponpes juga disebut Boy terafiliasi dengan Jemaah Ansharut Daulah (JAD).

 

"Kami menghimpun beberapa pondok pesantren yang kami duga terafiliasi dan tentunya ini merupakan bagian upaya-upaya dengan konteks intel pencegahan yang kami laksanakan di lapangan," ujar Boy.

 

Sanggahan 'Senayan': Aneh!

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB Jazilul Fawaid menilai keterangan yang disampaikan Boy itu janggal. Sebab, BNPT seolah membiarkan menjalarnya paham radikalisme menyebar di kalangan ponpes.

 

"Aneh kalau sudah tahu kok dibiarkan. Lakukan tindakan pencegahan. Sampaikan daftar pesantren tersebut ke publik agar masyarakat juga dapat mengawasi aktivitasnya," ucap Jazilul, Rabu (26/1/2022).

 

Dia menyarankan BNPT membina para santri di ponpes yang terindikasi telah terpapar radikalisme.

 

"Saran saya, santrinya dibina melalui keluarganya juga. Caranya, cari sebab musababnya sehingga dapat dicegah lebih dini," ucapnya.

 

Respons DMI

Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) angkat bicara perihal temuan BNPT. JK meminta BNPT tidak membuat gaduh. BNPT dinilai JK harus memanggil sejumlah pengelola ponpes tersebut.

 

"Jangan kita mengeluarkan isu, kemudian pesantren menjadi seperti semuanya (berafiliasi dengan terorisme). Yang mana itu, terus panggil satu per satu," kata JK di Hotel Bidakara, Jakarta (31/1/2022).

 

Tak sampai di situ, JK meminta BNPT melampirkan bukti terkait data tersebut, "Ya tentu kalau memang ada buktinya, silakan ambil tindakan," tegas JK.

 

BNPT Buka-bukaan

Data yang diungkap Boy dalam rapat kerja dengan DPR tersebut ternyata menciptakan polemik di masyarakat. BNPT pun akhirnya buka suara terkait keterangan tersebut.

 

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R Ahmad Nurwakhid menerangkan data yang disampaikan Boy merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja BNPT. Data itu jadi bukti sepak terjang BNPT di depan dewan rakyat.

 

"Sejatinya, data yang disampaikan Kepala BNPT tersebut harus dibaca sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja sebuah institusi di depan anggota Dewan yang mempunyai tugas pencegahan radikal terorisme," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R Ahmad Nurwakhid dalam keterangan pers tertulis, Minggu (30/1/2022).

 

Nurwakhid memaparkan, berdasarkan data di Kementerian Agama, jumlah ponpes di seluruh Indonesia ada 27.722. Sebanyak 198 ponpes itu yang terindikasi terafiliasi jaringan terorisme tersebut dinilai Nurwakhid hanya sekitar 0,007 persen.

 

"198 pesantren yang terindikasi terafiliasi jaringan terorisme tersebut hanya sekitar 0,007 persen yang harus mendapatkan perhatian agar tidak meresahkan masyarakat. Keberadaannya justru akan mencoreng citra pesantren sebagai lembaga khas Nusantara yang setia membangun narasi Islam rahmatan lil alamin dan wawasan kebangsaan," tuturnya.

 

Data itu disebut Nurwakhid adalah hasil kerja dari pemetaan dan monitoring BNPT. Lewat data itu, seluruh pihak diminta waspada.

 

"Dengan pendekatan multipihak tersebut, kebijakan dan program pencegahan yang dilakukan oleh BNPT dibangun atas prinsip simpatik, silaturahmi, komunikatif dan partisipatif dengan seluruh elemen bangsa," tuturnya.

 

BNPT Bantah soal Islamofobia

Nurwakhid merasa pihaknya dicap sebagai Islamofobia imbas pemaparan data tersebut. Dia menegaskan anggapan itu sama sekali tidak benar.

 

"Karena itulah, sangat tidak benar dan tidak beralasan adanya narasi tuduhan terhadap BNPT yang seolah menggeneralisasi dan menstigma negatif terhadap pondok pesantren yang ada di Indonesia, apalagi menuduh data tersebut bagian dari bentuk Islamofobia," kata Nurwakhid.

 

Kepala BNPT Luruskan Polemik

Kembali ke Boy, dia mengatakan pernyataannya itu tidak bermaksud menggeneralisasi ponpes. Dia menegaskan data itu merujuk pada individu yang pernah terhubung dengan kejahatan terorisme.

 

"Muncul nama ponpes ini tentu tidak bermaksud menggeneralisasi, demikian juga berkaitan dengan terafiliasi. Terafiliasi di sini dimaksudkan memang terkoneksi, terhubung," kata Boy.

 

"Jadi kami mengklarifikasi, meluruskan, bahwa yang terkoneksi di sini adalah berkaitan dengan individu. Bukan lembaga ponpes secara keseluruhan yang disebutkan itu, tapi adalah ada individu yang terhubung dengan pihak-pihak yang terkena proses hukum terorisme," imbuhnya. (dtkc)

 



 

SANCAnews.id – Sidang kasus penembakan yang menewaskan enam laskar FPI pengawal Rizieq Shihab di KM 50 Jakarta-Cikampek kembali digelar. Agenda persidangan pada Rabu, 2 Februari 2022 kali ini mengenai pemeriksaan terdakwa.

 

Dalam sidang yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tersebut terungkap bahwa terdakwa Briptu Fikri Ramadhan membawa senjata api berisi 10 peluru dan telah siap untuk ditembakkan.

 

Hal itu, diungkap Briptu Fikri saat menjalani sidang sebagai terdakwa dalam kasus dugaan Unlawful Killing yang mengakibatkan 6 orang Laskar FPI meninggal dunia.

 

Dilansir dari Suara (jaringan Hops.ID), dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sempat melontarkan pertanyaan kepada terdakwa Fikri terkait kondisi senjata api miliknya tersebut.

 

"Saudara mengatakan, senjata itu sudah dikokang, sudah ready ada peluru berapa di dalamnya?,” tanya Jaksa dalam sidang.

 

Terdakwa Fikri pun menjawab pertanyaan dari JPU dengan mengaku jika telah menyiapkan sekitar 10 peluru yang ada dalam senjata api miliknya.

 

"10 (isi) peluru ready," jawab terdakwa Fikri.

 

Selain itu, terdakwa Fikri juga menyebut jumlah peluru yang dilepaskannya tempat kejadian perkara (TKP) pertama. Ada dua peluru yang dilepaskannya saat terjadi baku tembak di Ruas Jalan Tol Jakarta - Cikampek.

 

"Yang di TKP 1 itu ada dua peluru (ditembakkan)," terang Fikri.

 

Fikri mengaku saat itu kendaraan anggota eks Laskar FPI tiba-tiba menyerempet dan memepet kendaraan yang ditumpanginya.

 

"Kami diikuti, digiring ke Kota Karawang. Kami tidak tahu area tersebut sehingga kurang lebih pukul 00.25 WIB mobil kami diserempet oleh mobil Avanza dari mereka sehingga kami dan tim terkejut, kaget bahwa kami diserempet lalu mobil tersebut kabur,” terangnya.

 

Namun, tiba-tiba salah satu mobil melakukan penghadangan.

 

“Ternyata satu mobil yang kami ketahui, Chevrolet Spin abu-abu itu, berhenti mendadak di depan mobil kami," lanjutnya.

 

Karena dihadang dia dan rekannya terpaksa berhenti. "Mau nggak mau kita setop. Pada saat berhenti secara bersamaan turun dari sebelah kanan mobil itu sekitar 4 orang di mana saat itu situasi hujan, lampu penerangan kurang," imbuhnya.

 

Setelah terjadi penghadangan tersebut, lanjutnya, sebanyak empat anggota laskar FPI menyerang mobil yang ditumpangi Fikri.

 

Karena mobil diserang dengan dipecahkan kacanya, memicu salah satu rekannya mengeluarkan tembakan peringatan.

 

"Kami kira mereka akan setop. Ternyata tidak. Justru 2 orang dari pintu sebelah kiri keluar. Yang kami lihat sekilas, ada senjata rakitan warna putih sehingga kami dan tim langsung waspada," ucap Fikri.

 

Akhirnya, karena sadar ditembaki dan sempat berlindung beberapa saat, Fikri dan rekannya melepaskan tembakan balasan.

 

"(Saat itu) kami diarahkan untuk menunduk dan kemudian mendengar suara letusan dan suara pecahan kaca. Secara spontan Bripka Faisal langsung membalas tembakan. Kami ketahui kaca mobil kami pecah. Ini harus dilakukan penangkapan karena (mereka) sudah menyerang kami," imbuh Fikri.

 

Setelah melakukan penyerangan, lanjutnya, beberapa anggota laskar FPI itu kemudian kabur. Mobil Laskar FPI itu kemudian terlihat kembali di rest area Km 50.

 

"Kami kejar dan kami temukan ada di rest area Km 50. Pada saat itu mobil tersebut sudah penuh asap, velg sudah tersangkut sudah tidak bisa bergerak. Di situ kami dan tim menyingkirkan kendaraan, lalu di situ diberikan arahan kepada mereka, 'kami polisi, turun'," kata Briptu Fikri.

 

Fikri menerangkan jika para anggota polisi sudah waspada karena mengetahui anggota laskar ada yang membawa senpi.

 

"Saat itu situasi waspada karena dia ada senpi. Kami berupaya supaya mereka tidak ada perlawanan dan turun. Ketika turun, dilakukan penggeledahan. Di situlah ditemukan dua orang yang memang nyatanya sudah terkena tembakan," terangnya.

 

Berikutnya para anggota polisi membawa para anggota laskar FPI ke Polda Metro Jaya. Dalam perjalanan terjadi perlawanan dan perebutan senjata.

 

Fikri mengaku tidak ingat berapa jumlah peluru senjata api yang kembali diletuskannya saat terjadi perebutan senjata.

 

Dalam kejadian itu, diketahui ada enam orang eks laskar FPI yang dinyatakan tewas. Meski begitu, Fikri mengaklaim dalam peristiwa tembakan tersebut tak menyadari siapa yang melakukan penembakan.

 

Lantaran ketika itu, kata Fikri, sedang saling berebut senpi. Terdakwa Fikri mengaku baru mengetahui sisa peluru senjata api miliknya, setelah diperiksa oleh penyidik dalam pemeriksaan.

 

"Sisa empat peluru yang diserahkan ke pihak penyidik," imbuhnya.

 

Dalam surat dakwaan yang dibacakan, terdakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin didakwa melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian secara bersama-sama anggota laskar FPI atas nama Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, dan M Suci Khadavi Poetra.

 

Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Fikri Ramadhan dan M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Dalam sidang lanjutan ini, JPU juga turut meminta keterangan dari terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella. ***


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.