Latest Post


 

SANCAnews.id Dalam sebuah negara demokrasi Pancasila, Presiden adalah petugas rakyat, bukan partai. Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang presiden wajib mendengar suara rakyat, bukan mendengar suara ketua partai. Hal itu ditegaskan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, dalam keterangannya, Rabu (2/2).

 

"Namun yang terjadi saat ini bukan seperti itu. Karena Demokrasi Pancasila yang merupakan sebuah sistem tata negara yang paling sesuai dengan DNA asli bangsa Indonesia telah hilang. Telah kita porak-porandakan melalui Amandemen 20 tahun yang lalu," kata LaNyalla.

 

Padahal menurut LaNyalla, sistem demokrasi Pancasila telah dirancang melalui mekanisme yang paling sesuai dengan watak dasar negara bangsa ini. Yaitu adanya Lembaga Kedaulatan Rakyat yang mewakili semua kebhinekaan yang ada.

 

"Sebelum Amandemen 1999 hingga 2002 MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara. Di sana semua rakyat atau semua elemen bangsa ada. Di dalam MPR terdapat representasi politik, melalui anggota DPR RI, representasi TNI-Polri melalui Fraksi ABRI, representasi daerah melalui anggota Utusan Daerah dan representasi golongan melalui anggota Utusan Golongan," katanya.

 

Dari situlah, lanjut dia, mereka menyusun arah perjalanan bangsa melalui GBHN, dan kemudian memilih siapa yang pantas sebagai Presiden yang bertugas sebagai mandataris MPR. Arti dari mandataris MPR adalah seorang presiden itu petugas rakyat. Bukan petugas partai.

 

"Tetapi kita sudah secara sengaja mencabut dari DNA asli kita, untuk menjadi bangsa lain. Demi kebanggaan yang semu, yang menyatakan bahwa demokrasi barat adalah yang terbaik," urainya.

 

Setelah Amandemen UUD 20 tahun yang lalu, konstitusi menempatkan Partai Politik menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa ini.

 

Sebaliknya DPD RI sebagai wakil dari daerah, wakil dari golongan-golongan dan wakil dari kelompok non-partisan, tidak memiliki ruang yang kuat untuk menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini.

 

"Semua simpul penentu perjalanan bangsa ini direduksi hanya di tangan Partai Politik. Partai-Partai besar menjadi tirani mayoritas untuk mengendalikan semua keputusan melalui voting di parlemen. Mereka juga bersepakat membuat Undang-Undang yang sama sekali tidak diperintah oleh Konstitusi, yaitu aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Sehingga lengkap sudah dominasi dan hegemoni Partai Politik untuk memasung Vox Populi," tuturnya.

 

Inilah wajah Konstitusi hasil Amandemen 2002 yang telah mengubah lebih dari 90 persen isi pasal-pasal di UUD 1945 naskah asli. Dan telah mengganti sistem tata negara yang dirumuskan para pendiri bangsa yang mengacu kepada Demokrasi asli Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila, menjadi Demokrasi barat dan ekonomi yang kapitalistik.

 

"Karena itu, DPD RI terus menggugah kesadaran publik. Bahwa sistem tata negara Indonesia saat ini, sudah jauh dari cita-cita luhur para pendiri bangsa. Untuk itu, DPD RI terus menggelorakan, bahwa rencana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5 harus menjadi momentum untuk melakukan koreksi atas sistem tersebut," katanya.

 

LaNyalla juga mendorong elemen-elemen rakyat melakukan gugatan atas aturan presidential threshold yang nyata-nyata merugikan.

 

"Untuk itu, saya mengajak semua pihak untuk jangan meninggalkan sejarah. Kita juga harus berpikir dalam kerangka pikir seorang negarawan. Bukan politisi. Karena seorang politisi lebih suka berpikir tentang next election. Sedangkan negarawan lebih suka berpikir tentang next generation," tandasnya. (rmol)



 

SANCAnews.id Wakil Bupati Kulon Progo Fajar Gegana terpapar Covid-19 dari klaster pernikahan yang belum lama ini muncul di daerah Karangsari. Fajar mengaku tidak mengalami gejala dan menjalani isolasi di rumah dinasnya.

 

“Saya terpapar Covid-19, dan secara riil tidak ada keluhan. Hanya sedikit keluhan dan kantuk,” katanya, Rabu (2/2).

 

Fajar mengatakan dirinya sudah transmisi lokal di ring keempat pada klaster pernikahan ini. Dia menyebut ada pertemuan dan rapat yang diikutinya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan di ruang yang luas.

 

Menurutnya, penularan seperti ciri dari Omicron yakni sangat cepat. Bahkan, menurutnya penularan ini lebih cepat tiga kali lipat dibandingkan dengan varian Delta.

 

“Sangat cepat penularannya. Saya harap bukan Omicron,” tuturnya.

 

Dalam kasusnya ini, setidaknya ada 10 orang yang kontrak erat yang dilakukan tracing. Mereka dari keluarga, sopir, ajudan, dan beberapa rekan.

 

“Sudah ditracing, semoga hasilnya cepat keluar dan dapat segera diantisipasi,” ucapnya. (genpi)



 

SANCAnews.id – Konser penyanyi Tri Suaka di Kabupaten Subang, pada Minggu (30/1) dibanjiri lautan penonton. Video konser itu pun banjir kritikan dari publik lantaran meimbulkan kerumunan tanpa menerapkan protokol kesehatan.

 

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan selain membubarkan massa, polisi juga akan memeriksa panitia konser.

 

“Ini mempunya efek hukum dari panitia yang menginisiasi kegiatan itu sehingga menimbulkan kerumunan,” kata Ibrahim, dikutip dari JPNN Jabar, Rabu (2/2).

 

Ibrahim mengungkapkan bahwa pihaknya akah segera melakukan pemanggilan terhadap panitia konser tersebut.

 

“Ini kan ada Undang-Undang Kesehatan dan Karantina. Seharusnya panitia menyadari kondisi-kondisi tersebut, memang pengajuan izinnya berjalan sepihak,” ujarnya.

 

Menurut Ibrahim, pihak penyelenggara tidak melakukan koordinasi intens dengan Polres Subang terkait jumlah penonton konser tersebut.

 

Dia mengatakan tidak menutup kemungkin akan memeriksa Tri Suaka dan Nabila Maharani yang menjadi pengisi acara tersebut.

 

“Nanti kami lihat kedalamannya seperti apa, tetapi mudah-mudahan semua bisa diperiksa dan kami porsikan sesuai dengan pasal yang dilanggar,” tutur Ibrahim.

 

Kemudian, sambung Ibrahim, pemerintah daerah setempat dipastikan bakal menutup sementara waktu objek wisata Taman Anggur Kukulu yang menjadi lokasi konser.

 

“Dari pihak Pemda sudah melakukan sanksi berupa penutupan sementara terhadap area wisata sebelumnya,” imbuhnya.

 

Sebelumnya, rekaman video berdurasi 50 detik menampilkan terjadinya kerumunan massa dalam gelaran sebuah konser musik.

 

Berdasarkan informasi, konser musik itu diadakan di objek wisata Taman Anggur Kukulu di Kabupaten Subang dan mendatangkan pernyanyi Tri Suaka serta Nabila Maharani pada Minggu (30/1).

 

Dalam rekaman video, terlihat Tri Suaka bernyanyi bersama para penonton. Mereka tampak mengabaikan protokol kesehatan, dengan tanpa jaga jarak dan tidak ada yang memakai masker. *



 

SANCAnews.id – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti angkat bicara soal aksi usir paksa 3 pesawat Susi Air dari Bandara Kolonel RA Bessing Malinau Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, pagi ini, Rabu (2/2/2022).

 

Dalam video yang beredar di media sosial, sejumlah anggota Satpol PP tampak memaksa keluar 3 pesawat Susi Air yang sedang mengalami perbaikan.

 

Kemudian mereka mendorong 3 pesawat tersebut ke luar hanggar dan membiarkan terparkir di rerumputan tanpa atap.

 

Menanggapi itu, Susi Pudjiastuti yang notabene pemilik  PT ASI Pujiastuti Aviation atau Susi Air angkat bicara. Ia mengaku kecewa maskapai miliknya yang sudah 10 tahun beroperasi di wilayah Kaltara harus diusir paksa dari hanggar Bandara Malinau.

 

"Seringkali ada kejutan dlm hari-hari kita .. Kejutan hari ini, sy dapat video dari anak saya ttg pesawat Susi Air dikeluarkan paksa oleh sekumpulan Satpol PP dari Hanggar Malinau setelah kita sewa selama 10 tahun ini untuk melayani penerbangan di wilayah Kaltara .." cuit Susi Pudjiastuti di akun Twitternya, dilihat ERA, Rabu (2/2/2022).

 

Ia lantas menyindir bahwa kekuasaan dan wewenang begitu hebatnya, sehingga pesawat Susi Air harus diusir paksa dari hanggar.

 

"Kuasa .. wewenang .. begitu hebatnya .. Apa yang kau lakukan 10 tahun terbang & melayani wilayah Kaltara yang sulit dijangkau, ternyata …" tambah dia.

 

Susi lantas menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengajukan perpanjangan beberapa kali sejak bulan November. Namun, berakhir dengan penolakan.

 


Ia pun mengaku tak tahu alasan pengajuan perpanjangan tersebut ditolak. Hal itu sepenuhnya merupakan wewenang Pemda Malinau.

 

"Hal yg aneh krn 10thn ini perpanjangan tdk pernah ada masalah. Sudah 10 thn hrs terbang perintis di Kaltara," kata dia.

 

Susi kemudian mengenang kejadian tahun 2010 saat Susi Air diusir dari Nabire karena bupatinya marah ajudannya tidak dapat kursi.

 

"Saya teringat kejadian dulu th 2010 Susi Air diusir dr Nabire sebab Bupatinya marah ajudannya tdk dpt kursi krn tiketnya mmg sdh terjual semua," ujar dia. **



 

SANCAnews.id – Terdakwa kasus pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap anggota FPI Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan mengaku baku tembak dengan Laskar FPI pada 2020 merupakan pengalaman pertamanya selama ia bertugas sebagai polisi.

 

"Saya tidak pernah (baku tembak sebelumnya, Red.) Yang Mulia. Baru kali ini," kata Briptu Fikri saat sidang agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta dikutip dari Antara, Rabu (2/2/2022).

 

Hakim anggota pada persidangan, Elfian, lanjut bertanya mengenai kondisi batin Briptu Fikri usai terjadi baku tembak antara polisi dan Laskar FPI.


"Kacau, sangat kacau," kata Fikri menjawab pertanyaan Elfian.

 

Enam anggota FPI dan sejumlah polisi terlibat baku tembak di Jalan Simpang Susun Karawang Barat pada tanggal 7 Desember 2020.

 

Insiden itu terjadi saat polisi melakukan pemantauan terhadap enam anggota FPI dari sebuah perumahan di Sentul menuju Tol Cikampek.

 

Fikri saat persidangan menyampaikan sebelum ada baku tembak, pihak FPI sempat menyerang mobil milik kepolisian. Polisi pun sempat meletuskan tembakan peringatan. Akan tetapi, penyerangan masih berlanjut. Alhasil, baku tembak terjadi dan dua anggota FPI, yaitu Luthfi Hakim (25) dan Andi Oktiawan (33) tewas.

 

Keduanya ditemukan tewas saat polisi menghentikan mobil milik FPI di Rest Area KM 50 Tol Cikampek. Dua anggota FPI yang tewas pun dievakuasi ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta.

 

Di Rest Area, empat anggota FPI lainnya yang sempat berada dalam satu mobil bersama Luthfi dan Andi pun digeledah. Polisi menemukan senjata api rakitan dan senjata tajam.

 

Empat anggota FPI itu kemudian diangkut menggunakan mobil Xenia milik kepolisian untuk dibawa ke Markas Polda Metro Jaya, Jakarta.

 

Di dalam mobil, Fikri menerangkan insiden penembakan berlanjut setelah salah satu anggota FPI menyerang dan berusaha merebut senjata petugas. Fikri mengaku dicekik, dijambak, dan ditarik tangannya oleh anggota FPI.

 

Dalam pergulatan mempertahankan senjata dan menyelamatkan diri, dua anggota polisi, yaitu Inspektur Polisi Dua Elwira Priadi dan Briptu Fikri menembak anggota FPI.

 

Empat anggota FPI, yaitu Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21), pun tewas tertembak di dalam mobil Xenia milik kepolisian.

 

Akibat dua insiden itu, Briptu Fikri dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella, yang mengendarai mobil Xenia, telah ditetapkan sebagai terdakwa dan saat ini masih menjalani persidangan.

 

Ipda Elwira yang turut melakukan penembakan di dalam mobil sempat ditetapkan sebagai tersangka. Akan tetapi, dia meninggal dunia sebelum persidangan.

 

Briptu Fikri dan Ipda Yusmin telah didakwa oleh penuntut umum melakukan pembunuhan sewenang-wenang/di luar hukum. Dua terdakwa itu oleh penuntut umum dijerat dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya 15 tahun penjara dan 7 tahun penjara.

 

Briptu Fikri dan Ipda Yusmin menjalani persidangan agenda pemeriksaan terdakwa di PN Jakarta Selatan, Rabu.

 

Keduanya dipanggil secara bergiliran untuk memberi keterangan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan penuntut umum serta majelis hakim mengenai peristiwa penembakan enam anggota FPI itu. (era)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.