SANCAnews.id – Maraknya pemasangan baliho bergambar Habib
Rizieq Shihab (HRS) di sejumlah daerah menunjukkan adanya kecintaan masyarakat
Indonesia terhadap ulama kharismatik tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen)
Persaudaraan Alumni (PA) 212, Novel Bamukmin menanggapi banyaknya baliho
berukuran besar bertuliskan "Usut Tuntas Tragedi KM 50, Pembantaian
Syuhada 6 Laskar FPI" dan bergambar HRS serta laskar FPI yang menjadi
korban KM 50 di Madura belakangan ini.
"Sebenarnya kalau tidak dibendung atau dicopot oleh
oknum yang menyimpang dari tupoksinya, maka baliho IB HRS sudah berada di mana
saja," ujar Novel kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (1/2).
Bertebarannya baliho bergambar Habib Rizieq tersebut menurut
Novel, merupakan hal yang spontan dilakukan oleh umat Islam yang cinta kepada
ulama dan habib.
"Mereka istiqomah merogoh kocek sendiri, masing-masing
mempunyai inisiatif sendiri baik bentuk gambar maupun pemasangannya," kata
Novel.
Dengan demikian, Novel menilai sudah saatnya rezim saat ini
sadar bahwa rakyat Indonesia memiliki rasa cinta yang mendalam kepada Habib
Rizieq.
"Karena IB HRS adalah pejuang yang benar-benar membela
negara, agama juga rakyat Indonesia dari penistaan agama, penjajahan asing dan
aseng, serta aliran sesat juga penyakit sepilis (sekularisme, pluralisme dan
liberalisme)," pungkas Novel. ** Youtuber Edy Mulyadi telah ditetapkan sebagai tersangka oleh
Mabes Polri terkait pernyataan 'jin buang anak' yang dianggap bernada ujaran
kebencian, Senin (31/1/2022).
Penyidik menjerat Edy Mulyadi sebagai tersangka Pasal 45 Ayat
2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
11/2008, juncto Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2, juncto Pasal 15 UU 1/1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana, juncto Pasal 156 KUH Pidana. Ancaman hukumannya hingga
10 tahun penjara.
Namun sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Edy bersama
jaringan FNN Network sempat mengunggah keterangannnya di akun video berbagi
Bang Edy Channel, Senin (31/1/2022). Video itu telah dilihat 43 ribu kali.
Dalam rekaman, selain kembali menyatakan permohonan maafnya kepada tokoh adat
dan masyarakat Kalimantan, ia juga mengungkapkan klaim sudah diincar.
Ini bukan sekadar 'jin buang anak' atan 'Menhan mengeong',
tapi kami selama ini memang kritis dengan kebijakan pemerintah, saya kritik
Omnibus Law, revisi UU KPK, mengkritisi UU Minerba dan kebijakan lain, dalam
bahasa sehari-hari, 'lu udah ditarget Ed', 'lu udah TO Ed', sudah lah anggap
sebagai risiko perjuangan," ujar Edy.
Meski meminta maaf sedalam-dalamnnya atas pernyataannya yang
menyinggung masyarakat Kalimantan, ia menganggap masalah ini tidak murni
persoalan hukum. Bobot politisnya, lanjut Edy, sangat besar. Mantan caleg tak
jadi itu sudah punya firasat akan ditahan.
"Saya mohon maaf, tanpa maksud mendahului takdir Allah
saya sudah merasa dibidik, dan sangat besar kemungkinan saya akan ditahan,
diperiksa dengan prosedur bla bla bla, saya sebagai rakyat, sebagai wartawan
yang mengritik kebijakan pemerintah saya siap risikonya," kata Edy saat
itu.
Pegiat media sosial, Edy Mulyadi (tengah) bersama kuasa
hukumnya saat tiba untuk mejalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor terkait
kasus dugaan ujaran kebencian di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Edy diperiksa atas dugaan kasus ujaran kebencian berkaitan dengan pernyataannya
tentang pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).
Bareskrim Polri menerima tiga laporan polisi terhadap Edy
Mulyadi terkait pernyataannya tentang Ibu Kota Negara (IKN) 'tempat jin buang
anak'. Laporan tersebut berasal dari elemen masyarakat di Polda Kalimantan
Timur, Polda Kalimantan Barat dan Polda Sumatra Utara. Selain itu menerima 16
pengaduan dan 18 pernyataan sikap.
Ketiga laporan tersebut ditarik ke Bareskrim Polri, hingga
tanggal 26 Januari, penyidik menaikkan status perkara dari penyelidikan ke
penyidikan. “Setelah dilakukan gelar
perkara, hasil dari penyidikan menetapkan EM sebagai tersangka,” ujar Kepala
Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal
(Brigjen) Ahmad Ramadhan di Bareskrim
Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Kasus yang menyeret Edy Mulyadi ini berawal dari komentar
terbuka tentang penolakan pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta ke
Kalimantan Timur (Kaltim). Edy Mulyadi, dalam video yang tersebar di medsos dan
Youtube mengucapkan kalimat-kalimat penolakan yang dinilai menghina masyarakat
di Kalimantan.
Edy Mulyadi menyebut wilayah ibu kota baru tersebut sebagai
daerah yang tak layak dihuni oleh kalangan manusia dengan menyebut daerah ibu
kota baru sebagai tempat ‘jin buang anak’. Edy Mulyadi juga menyebut wilayah
ibu kota baru itu sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib. “Kalau
pasarnya kuntilanak, generuwo, ngapain ngebangun di sana (Kalimantan),” kata
Edy.
Edy Mulyadi telah mengklarifikasi pernyataannya dan menyebut
maksud 'jin buang anak' adalah tempat yang jauh. (rep)