Latest Post


 

SANCAnews.id – Dibanding melapor ke Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad), para Koalisi Ulama, Habaib, dan Pengacara Antipenodaan Agama (KUHAP APA) lebih baik memberikan nasihat yang baik untuk Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurachman.

 

Begitu saran yang disampaikan oleh Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menanggapi upaya pelaporan KUHAP APA terkait pernyataan Dudung tentang "Tuhan Bukan Orang Arab".

 

"Menurut saya tidak perlu dilaporkan. Tapi Jenderal Dudung itu perlu didakwahi supaya beliau dapat pemahaman yang baik tentang perkataan 'Tuhan Bukan Orang Arab'," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (31/1).

 

Karena, menurut Muslim, tugas ulama dan Habib selain berdakwah, juga memberi contoh yang baik. Karena, bisa jadi Dudung yang merupakan mantan Pangkostrad tersebut kurang paham atas ucapannya tersebut.

 

"Maafkan beliau dan beri dia tausiah yang mencerahkan. Bila perlu para Ulama dan Habaib yang mau melaporkan itu bersilaturahmi dengan KSAD itu. Saya kira Jenderal Dudung akan mau menerima," ucapnya.

 

"Para Ulama dan Habaib itu perlu berikan Mauidah Hasanah (nasihat yang baik) soal ucapan Jendral Dudung itu," pungkas Muslim. *



 

SANCAnews.id – Pernyataan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurrcahman yang menyebut "Tuhan bukan orang Arab" berujung laporan ke Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad).

 

Laporan itu dilayangkan oleh elemen masyarakat yang menamakan Koalisi Ulama, Habaib dan Pengacra Anti Penodaan Agama (KUHAP APA).

 

Koordinator KUHAP APA, Damai Hari Lubis menyatakan, apa yang dilontarkan Dudung telah menyinggung umat Islam. Selain itu, ucapan mantan Pangkostrad itu tidak mencerminkan sebagai seorang Perwira Tinggi TNI AD.

 

"Jenderal Dudung melakukan tindakan yang sebaliknya daripada kewajiban Tupoksinya sebagai aparatur abdi pilar pertahanan negara," demikian pernyataan Damai, Minguy (30/1).

 

Meski seorang Jenderal, Damai berpendapat, seharusnya Dudung tetap bisa dijerat hukum. Apalagi, seorang Jenderal sepatutnya kepribadiannya bisa menjadi tauladan bagi masyarakat.

 

Atas tindakan Dudung yang diduga melanggar hukum, Damai mengatakan seharusnya aparat penegak hukum bisa menindak mantan Pangdam Jaya itu.

 

"Pernyataan ini (Tuhan bukan orang Arab) menurut pendapat saya adalah bagian dari tindak pidana formil, dan merupakan delik umum," tandas Damai.

 

Damai berharap, Puspomad segera menindaklanjuti laporan KUHAP APA terhadap Dudung Abdurrachman.

 

Laporn terkait dugaan penodaan agama yang dilakukan Jenderal Dudung telah diterima oleh pihak Puspomad bernama Agus Prasetyo pada Jumat (28/1). (rmol)



 

SANCAnews.id – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri resmi menetapkan tersangka Edy Mulyadi dalam kasus dugaan ujaran kebencian yang menimbulkan rasa permusuhan atas pernyataan “jin buang anak”.

 

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyampaikan, penetapan tersangka Edy Mulyadi ini dilakukan usai penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 55 orang saksi diantaranya 37 saksi dan 18 orang saksi ahli yang terdiri dari ahli bahasa, sosiologi, hukum, pidana, ITE, analis media sosial dan ahli digital forensik serta memperhatikan beberapa barang bukti.

 

“Penyidik gelar perkara, penyiidk menetapkan status dari saksi menjadi tersangka,” kata Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Bareskrim Polri beberapa saat lalu, Senin (31/1).

 

Untuk itu, Edy Mulyadi disangkakan dengan pasal Pasal 45 ayat 1 dan 2 juncto pasal 28 Ayat 2 UU ITE. Dan juga Pasal Pasal 14 dan 15 Peraturan Hukum Pidana UU 1/1946. Ancaman hukuman secara keseluruhan adalah 10 tahun.

 

Penyidik, kata Ramadhan menyatakan langsung melakukan penahanan terhadap Edy Mulyadi selama 20 hari ke depan. Penahanan didasari dengan alasan subjektif dan objektif penyidik.

 

“Alasan subjektifnya takut mengulangi perbuatan, dikhawatirkan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Sementara alasan objektifnya ancaman di atas lima tahun,” pungkas Ramadhan. (rmol)




SANCAnews.id – Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian soal Kalimantan tempat jin buang anak. Edy Mulyadi langsung ditahan.

 

“Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik telah menaikan status dari saksi menjadi tersangka.  Jadi sekali lagi yang bersangkutan telah dilakukan penangkapan dan penahanan," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Senin, 31 Januari.

 

Edy Mulyadi memenuhi panggilan pemeriksaan kasus ujaran kebencian atas pernyataannya Kalimantan tempat jin buang anak. Karena menduga bakal ditahan polisi usai pemeriksaan, Edy Mulyadi sudah menyiapkan bekal baju dalam tas kantong warna kuning.

 

“Gue bawa ginian nih,” kata Edy Mulyadi menunjukkan tote bag warna kuning kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin, 31 Januari.

 

Edy Mulyadi kemudian berbicara soal pernyataan minta maaf kepada warga Kalimantan, penolakannya terhadap pemindahan Ibu Kota Negara baru ke Kaltim hingga sumber daya Kalimantan yang dieksploitasi tanpa memberikan keuntungan bagi masyarakat Kalimantan.

 

Edy Mulyadi secara tegas menolak perpindahan Ibu Kota Negara karena dinilai banyak duit yang bakal terbuang.

 

“Tetap menolak IKN kerena IKN banyak kajian, yang penting soal tidak tepat waktunya duit yang segitu banyaknya harusnya buat menyejahterakan rakyat, buat pembangunan ekonomi nasional, buat  memompa ekonomi dalam negeri,” kata Edy Mulyadi.

 

IKN menurut Edy Mulyadi bakal memperparah ekologi di Kalimantan yang sudah rusak. Disiunggung banyaknya lokasi bekas galian tambang tanpa rehabilitasi lahan.

 

“Mohon maaf banget selama puluhan tahun Kalimantan itu dieksploitasi habis-habisan, sudah berapa miliar ton batu bara diangkut, sudah berapa hektare itu hutan-hutan ditebas, diangkut, sudah berapa ribu atau juta hektare lahan lahan milik adat dirampas?” kata dia.

 

“Mohon maaf lagi ya seharusnya saudara-saudara saya warga masyarkat penduduk Kalimantan jauh lebih sejahtera daripada kita di pulau Jawa, kerena harusnya mereka dapat bagian tapi kita tahu dengan segala hormat dan mohon maaf, teman-teman saya, teman kita semua di Kalimantan masih jauh dari kehidupan yang seharusnya dengan potensi sumber daya alam yang dikeruk luar biasa itu,” paparnya. (voi)



 

SANCAnews.id – Wartawan senior Edy Mulyadi akhirnya memenuhi panggilan pemeriksaan dari penyidik Bareskrim Polri, hari ini. Edy yang didampingi oleh sejumlah kuasa hukum ini turut membawa perlengkapan mandi.

 

Dalam kesempatan ini, Edy kembali menyampaikan permohonan maaf terkait ucapannya yang akhirnya menjadi polemik.

 

“Saya kembali minta maaf, saya enggak mau bilang itu ungkapan atau bukan. Saya kembali minta maaf sedalam-dalamnya, sebesar-besarnya," ujar Edy di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1).

 

Di sisi lain, Edy tetap bersikeras menolak rencana pemerintah untuk memindahkan Ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

 

“Kedua tetap menolak IKN, karena IKN banyak kajian yang penting soal tidak tepat waktunya duit yang segitu banyaknya harusnya buat menyejahterakan rakyat, buat pembangunan ekonomi nasional, buat memompa ekonomi dalam negeri. Bukan untuk membangun (IKN)," terang Edy.

 

Edy juga menegaskan bahwa warga Kalimantan bukanlah musuhnya.

 

Sebaliknya, dia justru memperjuangkan masyarakat Kalimantan yang masih belum sejahtera.

 

"Musuh saya bukan penduduk Kalimantan, bukan suku ini, suku itu segala macam, tidak. Saya sekali lagi minta maaf kepada sultan-sultan. Sultan Kutai, Sultan Paser, Sultan Banjar, Sultan Pontianak, Sultan Melayu, atau apa sebagainya. Termasuk suku-sukunya. Suku Paser, Suku Kutai segala macam. Termasuk suku Dayak tadi, semuanya saya minta maaf," pungkas dia. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.