Latest Post


 

SANCAnews.id – Wartawan senior, Edy Mulyadi, memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri untuk diperiksa terkait pernyataan "Jin Buang Anak". Edy didampingi sejumlah orang yang menjadi kuasa hukumnya.

 

Salah satu tim kuasa hukum Edy, Damai Hari Lubis mengatakan, hari Senin (31/1) tepat pukul 10.00 WIB, ia bersama tim pengacara mendampingi Edy tiba di Gedung Bareskrim Mabes Polri.

 

"Kami semua anggota tim sama-sama sempat shalat Dhuha bersama Edy di masjid di pekarangan Mabes Polri, Tampak wajah Edy cukup segar, dia nyatakan sudah siap baik fisik maupun mental dengan segala apapun risikonya," ujar Damai kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin siang (31/1).

 

Bahkan, lanjut Damai, Edy sempat memperlihatkan tas kepada wartawan yang berisi pakaian dan celana di dalam tas warna kuning yang dibawanya.

 

"Sebagai persiapan jika ternyata dirinya ditahan oleh sebab hasil penyidikan dan dirinya menduga bahwa dirinya sudah menjadi target oleh kekuatan oligarki," ucap Damai.

 

"Oleh sebab ia selalu bersuara menolak beberapa program pemerintah, di antaranya dia banyak menyoroti atau menentang tentang UU Minerba, UU yang kebijakannya ia anggap banyak merugikan rakyat, dan juga ia keras protes UU Omnibuslaw atau UU Ciptaker dan termasuk terkait perpindahan IKN Baru di Kalimantan," jelas Damai.

 

Bahkan di hadapan wartawan, tambahnya. Edy juga kembali menyampaikan permohonan maaf untuk semua warga Kalimantan.

 

"Tidak ada maksud dirinya menghina sesama saudaranya sebangsa dan setanah air, lalu ia tegaskan menyatakan tetap menolak akan adanya proyek terkait IKN dengan alasan lebih layak dan bermanfaat uangnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat seluruh bangsa Indonesia, terlebih dan mengingat sudah ada peringatan dari IMF masalah warning terkait pinjaman BI kepada ABPN negara Indonesia," pungkas Damai. **



Oleh: Tjetjep Mohammad Yasien

PEMASANGAN baliho atau spanduk atas pembunuhan di KM 50 oleh warga Madura adalah bentuk aspirasi rakyat.

 

Seharusnya sikap rakyat ini didukung karena menunjukkan kepedulian atas penegakan hukum dan mengecam kejahatan keji khususnya yang dilakukan oleh oknum polisi berhubungan dengan KM 50.

 

Maka, kalau pemasangan spanduk yang meminta keadilan tragedi berdarah di KM 50 oleh warga Madura sampai dilarang dan sepertinya hendak diturunkan, rasanya aneh.

 

Mereka warga Madura mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi termasuk melalui spanduk. Kenapa sepertinya dilarang dan hendak diturunkan spanduknya? Apakah yang melarang dan hendak menurunkan itu mendukung atas pembunuhan keji di KM 50?

 

Bukankah pembunuhan keji di KM 50 itu adalah kejahatan keji yang luar biasa yang dilakukan oleh oknum polisi yang seharusnya melindungi dan mengayomi? Kenapa ada yang gerah?

 

Ini yang menjadi pertanyaan saya, apakah atas tragedi pembunuhan keji di KM 50 itu tersistem dan terencana sehingga kalau ada yang memasang baliho atau spanduknya ada yang gerah?

 

Kalau ada yang mempersoalkan karena sebab ada foto IB HRS itu pikiran konyol karena memang dalam tragedi pembunuhan keji  KM 50 ada hubungannya dengan IB HRS.

 

Yang jelas tragedi di KM 50 sudah seharusnya dikawal dan semua yang terlibat harus dihukum termasuk pernyataan Kapolda Metro Fadhil Imran yang seingat saya berubah-ubah. Hukum harus dibuka lebar-lebar.

 

Jangan hanya ke Habib Bahar Smith yang dianggap berbohong atas tragedi di KM 50 hukum diterapkan namun seingat saya dugaan kebohongan oleh Kapolda Metro Fadhil Imran juga harus dilakukan tindakan hukum. Sebab kita semua termasuk Kapolda Metro Fadhil Imran kedudukannya sama di depan hukum.

 

(Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah)



 

SANCAnews.id – Ramainya baliho bertuliskan "Usut Tuntas Tragedi KM 50, Pembantaian Syuhada 6 Laskar FPI" di Madura, Jawa Timur merupakan inisiatif umat Islam di Madura.

 

Hal itu dipastikan langsung oleh Ketua Umum (Ketum) Persaudaraan Alumni (PA) 212, Ustaz Slamet Marif.

 

Ia memastikan, tidak ada perintah dari PA 212 terkait baliho tersebut di daerah Madura.

 

"Itu inisiatif umat Islam Madura sendiri," ujar Slamet kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (31/1).

 

Dalam video yang beredar di media sosial, baliho dengan ukuran besar itu dipasang hingga belasan titik di Madura.

 

Baliho yang juga turut menampilkan gambar Habib Rizieq Shihab (HRS) dan enam laskar FPI yang menjadi korban peristiwa KM 50 itu dipasang dengan tujuan untuk meminta keadilan dengan penungkapan pembantaian atau pembunuhan terhadap enam laskar FPI tersebut. (**)



 

SANCAnews.id – Praktik kotor buzzer yang mendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Pilkada Jakarta pada 2017 silam terungkap. Praktik tak sehat Buzzer Ahok itu diungkap oleh harian berpengaruh di Inggris, The Guardian.

 

Dikutip Tribunpekanbaru.com pada Sabtu (29/1/2021) dikisahkan tentang cerita Alex. Seorang buzzer yang dikerahkan untuk mendukung Ahok selama Pilkada DKI. Dalam kisahnya Alex mengatakan, ia merupakan bagian dari puluhan buzzer yang dibayar oleh Ahok.

 

Mereka ditempatkan di sebuah rumah mewah di Menteng, disiapkan puluhan perangkat komunikasi berupa hape dan laptop. Lewat perangkat-perangkat itu mereka mengendalikan ratusan akun media sosial palsu.

 

Tujuannya dua. Satu untuk menyerang lawan-lawan Ahok. Dan satu lagi, menaikkan pamor Basuki Tjahaja Purnama agar moncer di mata publik.

 

Akun-akun palsu yang mereka kelola, kata Alex, dibuat seolah-olah akun asli. Diberi foto profil yang seolah-olah riil.

 

Kebanyakan foto profil itu adalah wanita cantik. Agar terlihat seperti akun asli, ratusan akun palsu itu juga memosting berbagai aktivitas normal. Seperti status jatuh cinta, foto kuliner , foto tempat liburan dan lain-lain.

 

“Lantas di saat berperang, kita menggunakan apa pun yang tersedia untuk menyerang lawan,” kata Alex dari sebuah kafe di Jakarta Pusat.

 

"Tetapi terkadang saya merasa jijik dengan diri saya sendiri.” tambahnya.

 

Dalam menjalankan aktivitasnya sebagai buzzer, Alex mengelolal lima akun Facebook, lima akun Twitter, dan satu Instagram.

 

“Mereka menyuruh kami untuk merahasiakannya. Mereka mengatakan itu adalah 'waktu perang' dan kami harus menjaga medan pertempuran dan tidak memberi tahu siapa pun tentang tempat kami bekerja.” sebutnya.

 

Pilkada Jakarta sendiri waktu itu diikuti oleh Ahok, seorang beretnis keturunan Tionghoa, lalu Agus Yudhoyono, putra mantan Presiden RI dan mantan menteri pendidikan, Anies Baswedan.

 

Alex mengatakan timnya dipekerjakan untuk melawan banjir sentimen anti-Ahok, termasuk menaikan tagar yang mengkritik kandidat lawan.

 

Tim Alex, terdiri dari beberapa mahasiswa yang dibayar sekitar sekitar 280 dolar AS atau Rp 4,5 juta per bulan.

 

Mereka bekerja di sebuah rumah mewah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Setiap hari, mereka diminta untuk memposting 60 hingga 120 konten dalam sehari di akun Twitter palsu mereka, lalu belasan di Facebook.

 

Alex mengatakan, timnya yang terdiri dari 20 orang, masing-masing dengan 11 akun media sosial, akan menghasilkan hingga 2.400 postingan di Twitter sehari.

 

Untuk mengkordinasikan aktivitas buzzer tersebut, Alex dan kawan-kawannya menghimpun diri dalam grup WhatsApp yang disebut Pasukan Khusus.

 

Di dalam grup itu tergabung sebanyak 80 anggota. Grup itu setiap saat membahas tema yang mereka garap dan tagar harian untuk dipromosikan.

 

Di Facebook, mereka bahkan membuat beberapa akun dengan menggunakan foto profil aktris asing terkenal, yang entah kenapa tampaknya adalah penggemar fanatik Ahok.

 

Dari rumah mewah tempat mereka beroperasi, kata Alex, mereka bekerja dari beberapa kamar.

 

“Ruang pertama untuk konten positif, di mana mereka menyebarkan konten positif tentang Ahok. Ruang kedua untuk konten negatif, penyebaran konten negatif dan ujaran kebencian tentang oposisi,” kata Alex.

 

Ia sendiri mengaku memilih ruang positif. Banyak dari akun tersebut hanya memiliki beberapa ratus pengikut.

 

Tetapi dengan membuat tagar tren, seringkali setiap hari, mereka secara artifisial meningkatkan visibilitas di berbagai platform sosial media itu.

 

Dengan memanipulasi Twitter, mereka memengaruhi pengguna nyata dan media massa Indonesia.

 

Hal ini dikarenakan, trending di berbagai plaform media sosial itu acapkali dijadikan acuan sebagai barometer mood nasional.

 

Pradipa Rasidi, pekerja Transparency International di Indonesia yang meneliti media sosial selama Pilkada Jakarta pernah melakukan wawancara dua buzzer Ahok yang berbeda.

 

Dalam penjelasannya kepada Guardian, Pradipa mengatakan, apa yang dilakukan dua buzzer yang diwawancarainya, sama seperti yang dijelaskan Alex.

 

Namun, ketika Guardian mencoba untuk mewawancarai kedua buzzer itu, mereka menolak untuk memberi keterangan. **

 

 

 



 

SANCAnews.id – Sosok Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi salah satu calon yang diusulkan untuk bakal menjadi Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) baru.

 

Pengusulan tersebut mengundang pro dan kontra. Ada yang mendukung, namun ada pula yang menolaknya. Di antara yang tak setuju ialah Wasekjend Persaudaraan Alumni atau PA 212, Novel Bamukmin.

 

Menurut Novel Bamukmin, Ahok dinilai sebagai produk gagal. Novel Bamukmin berpendapat, Ahok kerap membuat gaduh di Indonesia. Sehingga, dia tak selayaknya ditunjuk sebagai pemimpin.

 

“Kenapa harus Ahok? Padahal Ahok produk gagal dan hanya bisa membuat gaduh negeri ini,” kata dia dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com pada Sabtu (29/1/2022).

 

Lebih lanjut, Novel menduga bahwa melihat latar belakang Ahok yang demikian, keutuhan bangsa bisa saja terancam. Lagipula, ujarnya, masih banyak nama-nama lain yang jauh lebih kompeten.

 

“Keutuhan bangsa sangat terancam kalau dipaksakan juga karena berarti agenda IKN ini sangat diduga syarat kepentingan politik oligarki,” terang Novel.

 

Novel jujur mengaku tak setuju dengan rencana pemindahan Ibu Kota. Sebab, hanya membuang-buang anggaran.

 

“Banyaknya penolakan dari berbagai unsur tentunya menjadi pertimbangan untuk rezim saat ini agar menghentikan berdirinya IKN karena sangat merugikan rakyat,” tuturnya.

 

Sementara itu, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera juga mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memilih Ahok sebagai pemimpin IKN baru.

 

Mardani berharap Jokowi memilih pemimpin IKN yang tidak menimbulkan kegaduhan politik, lantaran energi bangsa akan terbuang.

 

“Karena kepala otorita adalah wewenang presiden maka harapannya presiden memilih yang punya kapasitas integritas,” sebut Mardani.

 

“Usahakan jangan yang menimbulkan kegaduhan politik karena sayang energi bangsa terbuang untuk energi yang tidak perlu,” imbuhnya.

 

“Jaga uang negara sepeserpun itu hal yang mahal semoga kita bisa terus menjaga Indonesia adil makmur dan sejahtera,” tegas Mardani. (suara)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.