Latest Post


 

SANCAnews.id – Yusra Habib Abdul Gani, mantan personel Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengukuhkan dirinya sebagai perdana menteri (PM). Langkah itu dilakukan berbarengan dengan deklarasi Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam (PNAD).

 

Kejadian itu berlangsung lebih dari sebulan lalu di Denmark. Di YouTube, ada salah satu video yang bertajuk Amanat 4 Desember 2021 Pm NAD|~Dr.H.Yusra Habib Abdul Gani,S.H.

 

Namun, Jakarta memilih tak merespons isu tersebut. Ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (11/1), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Teuku Faizasyah juga tak berbicara banyak. Dia bakal lebih dulu mengonfirmasikan hal tersebut ke KBRI di Denmark.

 

Kendati begitu, Faizasyah menegaskan, konflik Aceh sudah selesai secara damai lewat Kesepakatan Helsinki yang diteken pada 15 Agustus 2005.

 

Bahkan, banyak tokoh yang pernah tergabung dalam GAM pada masa lalu yang kini mengelola administrasi Aceh.

 

Jawa Pos berusaha mengontak Yusra, Ketua Majelis GAM Musanna Tiro di Amerika Serikat, dan Ketua Acheh-Sumatra National Liberation Front Arif Fadilah di Jerman. Musanna dan Arif merespons, tetapi Yusra belum membalas sampai tadi malam. ”Insya Allah tidak melebihi seminggu (jawaban atas daftar pertanyaan yang dikirim Jawa Pos, Red),” kata Musanna melalui e-mail.

 

Arif menyanggupi, tetapi meminta waktu pada akhir pekan. ”Karena perbedaan waktu sekitar 6 jam dan aktivitas saya yang padat, sebaiknya kita ambil waktu di akhir pekan sehingga lebih nyaman kita berbicara, bagaimana?” tulisnya melalui e-mail.

 

Al Chaidar menyatakan, ada sejumlah kelompok yang tidak puas dengan perjalanan hasil Kesepakatan Helsinki dan Undang-Undang 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Bukan hanya itu, ada juga video pelatihan militer TAM yang beredar di media sosial sejak tahun lalu. Al Chaidar menduga pelatihan militer tersebut dilakukan di wilayah hutan di Aceh Utara. ”Ada yang sedang mengumpulkan kekuatan karena tidak puas dengan pelaksanaan Kesepakatan Helsinki,” tegasnya.

 

Dimintai konfirmasi secara terpisah, Winardy membantah bahwa penembakan terhadap Kapten Inf Abdul Majid itu terkait dengan TAM. ”Saya sampaikan tidak terkait kelompok tertentu, GAM. Pelaku bekerja sebagai petani dan tukang cukur,” jelasnya kepada Jawa Pos kemarin.

 

Ketiga tersangka dijerat pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan atau perampokan dan pasal 340 tentang pembunuhan berencana. ”Pasal berlapis,” jelasnya.

 

Berdasar informasi yang didapat, Al Chaidar menyebut deklarasi di Denmark dilakukan di hadapan 13 anggota kongres atau ulee wilayah dan qadhi negara. ”Surat diplomatik telah dikirimkan ke beberapa negara. Kabinet PNAD juga telah terbentuk,” ungkapnya. (fajar)



 

SANCAnews.id – Saksi ahli Dian Adriawan DG Tawang memberi kesaksian di persidangan kasus pembunuhan 4 laskar FPI di dalam mobil polisi. Keempat laskar FPI ini merupakan korban pembunuhan aparat.

 

Saksi ahli ini menilai empat anggota Front Pembela Islam (FPI) yang tewas di dalam kendaraan milik aparat merupakan pembunuhan oleh polisi.

 

Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Dian Adriawan DG Tawang menilai empat anggota Front Pembela Islam (FPI) yang tewas di dalam kendaraan milik aparat merupakan pembunuhan.

 

Penilaian itu disampaikan Dian saat memberi keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa.

 

Dian menjelaskan perbuatan membunuh itu ditandai setidaknya oleh dua faktor.

 

Pertama ada korban tewas dan kedua posisi tidak seimbang antara pelaku dan korban.

 

Terkait poin kedua, dia menyampaikan pelaku merupakan pihak yang punya kemampuan untuk melakukan tindak pidana pembunuhan.

 

Misalnya, memiliki senjata, sementara korban tidak memegang senjata dan tidak mampu membela diri.

 

“Dengan adanya orang mati berarti ada perbuatan membunuh. Dalam hal ini yang diduga sebagai pelaku itu memegang senjata, sedangkan yang jadi korban tidak memegang senjata,” kata Dian saat menjawab pertanyaan Jaksa Zet Tadung Allo di persidangan.

 

Dalam persidangan, Zet membacakan fakta-fakta pada berita acara pemeriksaan (BAP), antara lain empat anggota FPI itu telah digeledah dan dilucuti oleh polisi sebelum mereka masuk ke dalam kendaraan untuk dibawa ke Polda Metro Jaya.

 

Dari hasil penggeledahan, petugas menemukan senjata tajam, senjata api, dan butir peluru dari anggota FPI tersebut.

 

“Artinya, empat anggota FPI itu tidak bersenjata saat berada di dalam mobil yang dikendarai petugas, sementara tiga polisi yang berada dalam kendaraan seluruhnya bersenjata lengkap,” kata Jaksa Zet.

 

Tiga polisi yang berada dalam kendaraan, yaitu Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella, dan mendiang Ipda Elwira Priadi.

 

Meski demikian, dia menilai hanya satu terdakwa yang bertanggung jawab atas kematian empat korban, yaitu Briptu Fikri Ramadhan.

 

Pelaku penembakan lainnya, Ipda Elwira Priadi, sempat ditetapkan sebagai tersangka.

 

Namun, dia meninggal dunia sebelum kasusnya masuk tahapan persidangan. Terdakwa lainnya, Ipda Mohammad Yusmin Ohorella dapat disebut melakukan pembantuan.

 

Dalam istilah hukum, yang juga diatur dalam ketentuan perundang-undangan, pembantuan merupakan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa pidana, tetapi itu tidak menentukan akhir suatu peristiwa.

 

Yusmin, menurut Dian, dianggap melakukan pembantuan karena pada saat kejadian dia mengendarai kendaraan yang menjadi lokasi penembakan.

 

Dalam persidangan yang sama, Dian menerangkan adanya posisi yang tidak seimbang antara pelaku dan korban menjadi penentu suatu peristiwa yang dapat disebut sebagai pembunuhan.

 

“Kalau berimbang itu bisa dikatakan sebagai pembelaan diri, tetapi kalau kondisinya sebaliknya tidak masuk dalam kategori itu,” imbuh Dian.

 

Penuntut umum menghadirkan tujuh ahli pada sidang pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap enam anggota FPI pada 2020.

 

Tujuh ahli yang dihadirkan oleh jaksa pada persidangan, Selasa, yaitu dua ahli senjata dari PT Pindad, satu ahli peluru/amunisi dari PT Pindad, satu ahli bahasa, satu ahli digital forensik, dan dua ahli hukum pidana. (pojoksatu)



 

SANCAnews.id – Politikus PDIP Kapitra Ampera mendorong Polri bertindak cepat dalam mengusut semua laporan tentang penistaan agama dan ujaran kebencian.

 

Hal itu disampaikan Kapitra setelah Bareskrim Polri menjadikan Ferdinand Hutahaean sebagai tersangka dan ditahan atas kasus ujaran kebencian bernuansa SARA.

 

"Yang sudah dilaporkan masyarakat itu, kan banyak. Siapa pun yang telah dilaporkan masyarakat bikin delik, harus ditindaklanjuti," kata Kapitra kepada JPNN.com, Rabu (12/1).

 

Namun, eks pengacara Habib Rizieq itu tidak memerinci orang-orang yang sudah dilaporkan ke polisi itu.

 

Kapitra hanya meminta polisi bersikap adil agar tidak terkesan tebang pilih dalam menangani perkara ujaran kebencian dan penistaan agama.

 

Selain itu, ketegasan Polri dinilai penting untuk meminimalisir kegaduhan di sosial media yang dapat mengancam stabilitas dunia nyata.

 

"Kalau sudah ada tindakan tegas seperti ini (Ferdinand, red), itu harus dilakukan juga terhadap yang lain agar ujaran kebencian minimal bisa dikurangi," ujar Kapitra.

 

Kapitra juga berharap kasus Ferdinand bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak dalam bermedia sosial.

 

Dia mengingatkan siapa pun orang dilarang melakukan penistaan agama apa pun di republik ini, karena memilih sebuah keyakinan itu merupakan kebebasan yang sangat dasar dari manusia.

 

"Jadi, kepolisian harus menjadi wasit, di tengah. Harus ada langkah lebih lanjut dari polisi terhadap orang-orang yang menista agama selama ini," ucap Kapitra Ampera. []



 

SANCAnews.id – Publik bisa bernafas lega setelah Ferdinand Hutahean ditetapkan tersangka dan ditahan oleh aparat kepolisian.

 

Selain ketegasan polisi terhadap Ferdinand, publik sebenarnya bertanya-tanya tentang penanganan hukum terkait laporan dugaan ujaran kebencian yang dilakukan pegiat media sosial Denny Siregar.

 

Polda Metro Jaya yang menerima berkas dari Polda Jabar memastikan akan membuka peluang menindaklanjuti laporan terhadap Denny Siregar.

 

Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan, seharusnya polisi segera memeriksa Denny Siregar. Dengan pemeriksaan itu, duduk masalah hukum yang menjerat Denny akan segera jelas. 

 

"Tujuannya untuk membuat terang benderang perkara, memberi kepastian perkara tersebut," demikian kata Suparji kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (11/1).

 

Suparji menambahkan, publik sampai saat ini menduga Denny tidak segera diperiksa karena terafiliasi sebagai pendukung militan Presiden Jokowi.

 

Dengan kondisi itu, Suparji meminta polisi menindak Denny agar tidak muncul tudingan Polri tebang pilih.

 

"Semuanya harus diperlakukan sama sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," pungkasnya.

 

Denny Siregar dilaporkan pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Tasikmalaya, Ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani ke Polresta Tasikmalaya.

 

Keterangan Polda Jabar, kasus Denny Siregar dengan nomor pelaporan 188 ini sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya pada pertengahan 2021.

 

Denny dilaporkan oleh Ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani ke Polresta Tasikmalaya pada 2 Juli 2020. Laporan itu didasari unggahan Denny tentang santri melalui akunnya di Facebook.

 

Denny mengunggah sebuah foto dengan tulisan "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG". Unggahan itu menampilkan foto para santri yang bertuliskan kalimat tauhid.

 

Belakangan terungkap bahwa foto itu menampilkan para santri Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Tasikmalaya yang sedang membaca Alquran. ()




SANCAnews.id – Menteri Investasi /Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menyebut bahwa para pelaku dunia usaha menginginkan Pemilu 2024 diundur.

 

Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala BKPM saat menyampaikan tanggapan hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia.

 

Survei tersebut berkaitan dengan isu masa jabatan Presiden Joko Widodo diperpanjang hingga 2027 akibat pandemi Covid-19.

 

Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa hal tersebut sejalan dengan diskusi yang dilakukannya dengan para pengusaha.

 

Pernyataan Bahlil Lahadalia itu sontak menuai banyak reaksi dari berbagai kalangan, termasuk ekonom senior Rizal Ramli yang ikut membuka suara.

 

Rizal Ramli lalu menuliskan tanggapan melalui akun Twitternya terkait dengan pernyataan yang diberikan oleh Bahlil.




"Ini kok Ketua BKPM ngurusin Pemilu, kepiye toh. Tolong fokus urus investasi aja Bahlil," kicau Rizal Ramli seperti dikutip Suara.com, Rabu (12/1/2022).

 

Warganet juga turut menuliskan komentar dalam cuitan Rizal Ramli terhadap pernyataan Kepala BKPM tersebut.

 

"Diundur ga masalah, tapi yang jabat sekarang tetap harus turun karena masa jabatannya sudah habis di 2024 dan penggantinya harus dipilih langsung oleh rakyat, bukan oleh parpol/titipan parpol," ujar warganet.

 

"Orang ruwet ya ini. Sekarang apa-apa yang memiliki jabatan di rezim ini banyak yang gatau job desk-nya apa? Suka mencampuri bagian lain," tutur warganet.

 

"Pak BKPM sepertinya hanya menyampaikan aspirasi dari pengusaha yang di bawah koordinasinya. Mungkin pengusaha kuatir karena di 2024 sudah banyak orang yang tidak kompeten tapi ngebet jadi presiden," tulis warganet.

 

"Presiden 3 periode nggak mungkin, kader penerus jeblok jadi satu-satunya cara undur pemilu supaya "program2 nyata dan tersembunyi" bisa berjalan," imbuh yang lain.

 

Pernyataan Bahlil Lahadalia

 

Bahlil telah setuju dengan hasil survei yang dipaparkan oleh Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi bahwa wacana Presiden menjabat tiga periode untuk tidak didengungkan terus menerus.

 

Hasil survei terkait perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi hingga 2027 itu menarik perhatian Bahlil.

 

Survei menyebut sebanyak 4,5 persen sangat setuju; 31,0 persen setuju; 32,9 persen kurang setuju; 25,1 persen tidak setuju sama sekali; dan 6,6 persen tidak tahu atau tidak menjawab.

 

Bahlil lalu menyampaikan hasil diskusinya bersama pelaku usaha yang justru berharap ada pertimbangan bahwa pemilihan presiden diundur.

 

"Saya sedikit mengomentari begini, kalau kita mengecek di dunia usaha rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini dalam konteks peralihan kepemimpinan kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan itu jauh lebih baik. Ini hasil diskusi saya dengan mereka," kata Bahlil.

 

"Kenapa? Mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru mau naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik," lanjut Bahlil.

 

Bahlil mengatakan bahwa memundurkan maupun memajukan Pemilu bukan suatu hal yang diharamkan.

 

"Bahwa memajukan Pemilu atau memundurkan Pemilu sudah pernah terjadi bangsa kita dan itu bukan sesuatu yang haram. Jadi itu persoalan kebutuhan saja kok mana yang paling prioritas," ucap Bahlil. (*)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.