Latest Post


 

SANCAnews.id – Terdakwa Ustad Yahya Waloni divonis lima bulan penjara oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dugaan ujaran kebencian. Selasa (11/1/2022).

 

"Menjatuhkan vonis terhadap terdakwa, pidana penjara selama lima bulan," ujar ketua majelis hakim di persidangan, Selasa (11/1/2022).

 

Hakim menilai, Yahya terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan sengaja memberikan informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau kelompok masyarakat tertentu. Selain itu, Yahya juga dijatuhi denda Rp.50 juta.

 

Adapun ketentuannya, jika tidak membayar denda, maka Yahya harus menggantinya dengan hukuman penjara selama satu bulan.

 

"Dengan ketentuan apabila denda hukuman. Tidak dibayar maka diganti hukuman dengan hukuman penjara selama 1 satu bulan," kata majelis hakim.

 

Sidang tersebut dilaksanakan di ruang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang mana Yahya Waloni dihadirkan secara virtual di pengadilan.

 

Adapun Yahya yang berada di Rutan Bareskrim Polri itu tampak mengenakan kemeja putih, peci hitam, dan memakai masker.

 

Adapun vonis lima bulan terhadap Yahya Waloni tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim di persidangan.

 

Vonis itu sejatinya lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang mana Yahya dituntut JPU 7 bulan penjara di persidangan yang digelar pada Selasa, 28 Desember 2022 lalu.

 

Hakim pun memiliki pertimbangannya saat memberikan vonis tersebut.

 

Usai memberikan vonisnya, majelis hakim menjelaskan perihal yang memberatkan Yahya dalam kasus ujaran kebencian itu.

 

Salah satunya, perbuatan Yahya berpontensi menimbulkan perpecahan antarumat beragama.

 

"Menimbang, hal yang memberatkan dapat menimbulkan perpecahan umat beragama," ujar majelis hakim di ruang sidang 3 PN Jakarta Selatan, Selasa (11/1/2022).

 

Sedangkan hal yang meringankan dalam vonis tersebut, kata hakim, Yahya telah meminta maaf.

 

Selain itu, Yahya juga mempunyai tanggungan pada keluarganya sehingga Yahya divonis 5 bulan penjara.

 

Adapun vonis lima bulan terhadap Yahya Waloni tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim di persidangan.

 

Vonis itu sejatinya lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang mana Yahya dituntut JPU 7 bulan penjara di persidangan yang digelar pada Selasa, 28 Desember 2022 lalu. (poskota)




SANCAnews.id – Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan menanggapi soal penahanan Ferdinand Hutahaean usai ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian. Amirsyah mengapresiasi pihak kepolisian atas tindakan tersebut.

 

“Sudah sepatutnya Ferdinand dijebloskan ke penjara. Kami mengapresiasi pihak kepolisian dengan alasan untuk banyak hal, seperti untuk keamanan sekaligus dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Kami minta para ahli betul-betul memberikan keterangan sesuai dengan kompetensi dan keahliannya," kata Amirsyah kepada Republika.co.id, Selasa (11/1/2022).

 

Amirsyah menyebut, sudah seharusnya para buzzer ditertibkan karena telah membuat kekacauan. “Apa yang dinyatakan Ferdinand hanya menimbulkan kekacauan, seperti kata Pak Jusuf Kalla (JK). Buzzer ini satu per satu harus ditertibkan,” ujar dia.

 

Penertiban para pendengung dilakukan demi menciptakan rasa aman untuk masyarakat. Sebab, masyarakat yang aman dan damai adalah yang tertib hukum. Amirsyah mengingatkan agar para buzzer lain menjadikan kasus Ferdinand sebagai pembelajaran untuk berhati-hati berbicara di media sosial.

 

“Kalau buzzer lain tidak mau diingatkan, ya tunggu waktunya. Berhati-hatilah depan publik. Walaupun hanya sebatas Twitter, tetapi kalau itu sudah lepas jari masuk ranah publik, harus dipertanggungjawabkan,” kata dia.

 

Bareskrim Mabes Polri resmi menetapkan Ferdinand Hutahaean sebagai tersangka kasus ujaran kebencian terhadap suku, agama, RAS, dan antargolongan (SARA), Senin (10/1/2022), malam. Setelah melakukan pemeriksaan lebih dari 13 jam, tim penyidik dari Dirtipid Siber langsung menjebloskan pesohor politik di media sosial itu ke Rumah Tahanan Mabes Polri.

 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Mabes Polri, Brigadir Jendera Ahmad Ramadhan mengatakan, Ferdinand Hutahaean akan ditahan selama 20 hari pertama. “Setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti sesuai dengan KUHP, penyidik menaikkan status saudara FH (Ferdinand Hutahaean), dari saksi menjadi tersangka,” ujar Ramadhan. (*)




SANCAnews.id – Pentolan Persaudaraan Alumni (PA) Novel Bamukmin melontarkan kritik keras kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut).

 

Kritikan menohok ini diutarakan Novel Bamukmin setelah Gus Yaqut meminta masyarakat untuk tidak buru - buru menghakimi Ferdinand Hutahaean atas cuitan ‘Allahmu Lemah’ yang disinyalir mengandung unsur SARA dan penistaan agama.

 

Novel Bamukmin menegaskan, pernyataan Gus Yaqut yang terkesan  membela Ferdinand itu menunjukkan Menang sendiri tidak begitu paham dengan agama Islam.  Novel menayangkan hal tersebut  sebab cuitan Ferdinand kata dia sudah  jelas penistaan agama.

 

“Menag  gagal paham dengan agamanya sendiri. Kalau komen bikin gaduh terus,” kata Novel ketika dikonfiramasi Populis.id lewat sambungan telepon Senin (10/1/2022).

 

Anak buah Habib Rizieq Shihab ini lantas mengatakan, pernyataan Gus Yaqut terkait cuitan Ferdinand tersebut mengkonfirmasi bahwa dirinya adalah Menteri Agama paling  parah dalam sejarah republik Indonesia.

 

“Menag ini paling parah dalam sejarahnya,” tutur  Novel.

 

Pembelaan terhadap Ferdinand tidak hanya datang dari Gus Yaqut, politisi PDI Perjuangan sekaligus mantan pengacara Rizieq Shihab  Kapitra Ampera juga meminta masyarakat Indonesia memaafkan Ferdinand atas cuitan kontroversial itu sebab dia adalah seorang mualaf.

 

“Memang Kapitra dengan Menag Yaqut ini satu paket,’ tukas Novel.

 

Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas akrab disapa Gus Yaqut terang- terang pasang badan  memberi pembelaan buat Ferdinand Hutahaean yang dalam beberapa hari belakangan dihujat banyak pihak  imbas pernyataan kontroversial ‘Allahmu lemah'

 

Gus Yaqut meminta pihak - pihak yang tersinggung dengan cuitan Ferdinand agar berhenti menghakimi pegiat media sosial  berdarah Batak itu, lantaran hingga sekarang belum diketahui secara pasti maksud pernyataan ‘Allahmu lemah’ tersebut.

 

“Saya mengajak masyarakat untuk tidak buru-buru menghakimi Ferdinand. Kita tidak tahu apa niat sebenarnya Ferdinand memposting tentang ‘Allahmu Ternyata Lemah’ itu,” katanya.

 

Gus Yaqut meminta  semua pihak menghormati proses hukum yang  sedang berjalan sekarang ini tanpa terusan - terusan menghujat Ferdinand. Mengingat dia adalah Mualaf sehingga bisa saja dia belum secara utuh memahami ajaran Islam. Kata Yaqut justru Ferdinand mesti dibimbing.

 

“Tunggu sampai proses hukum ini tuntas sehingga masalah menjadi jelas,” pintah Yaqut. (populis)



 

SANCAnews.id – Laporan terhadap dua anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep akan ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya telah menerima laporan yang dilayangkan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun atas dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Senin (10/1).

 

KPK pun mengapresiasi pihak-pihak yang terus gigih mengambil peran dalam upaya pemberantasan korupsi. "KPK akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat tersebut," ujar Ali kepada wartawan, Senin sore (10/1).

 

Tindak lanjut laporan tersebut dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan verifikasi dan telaah terhadap data yang dilaporkan.

 

"Verifikasi untuk menghasilkan rekomendasi, apakah aduan tersebut layak untuk ditindaklanjuti dengan proses telaah atau diarsipkan," kata Ali.

 

Menurut Ali, proses verifikasi dan telaah penting sebagai pintu awal apakah pokok aduan tersebut sesuai UU yang berlaku, termasuk ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak.

 

KPK juga secara proaktif akan menelusuri dan melakukan pengumpulan berbagai keterangan dan informasi tambahan untuk melengkapi aduan yang dilaporkan.

 

"Apabila aduan tersebut menjadi kewenangan KPK, tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Pengaduan masyarakat menjadi salah satu simpul kolaborasi KPK dengan publik dalam upaya pemberantasan korupsi," lanjut Ali.

 

Ubedilah didampingi kuasa hukumnya telah melaporkan Gibran, Kaesang, dan anak petinggi Grup SM ke KPK atas dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

 

Ubedilah menjelaskan, laporan ini berawal dari 2015 terdapat perusahaan besar PT SM yang sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.

 

"Tetapi kemudian oleh MA dikabulkan hanya Rp 78 miliar. Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," kata Ubedilah.

 

Menurut Ubedilah, dugaan KKN tersebut sangat jelas karena tidak mungkin perusahaan baru yang merupakan gabungan dari kedua anak presiden bersama dengan anak petinggi PT SM mendapatkan suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura yang juga berjejaring dengan PT SM.

 

"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92 miliar," jelas Ubedilah. (rmol)





SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menindaklanjuti laporan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun atas dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dua anak Presiden Joko Widodo harus ditindaklanjut.


Ketua Umum (Ketum) Persaudaraan Alumni (PA) 212, Ustaz Slamet Maarif mengingatkan bahwa semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum.

 

"Semoga ditindaklanjuti oleh KPK karena setiap warga negara ada kesamaan di mata hukum," ujar Slamet kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin sore (10/1).

 

Siang tadi, Ubedilah didampingi kuasa hukumnya telah melaporkan dua anak Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, serta anaknya petinggi Grup SM ke KPK. Mereka dilaporkan atas dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

 

"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," ujar Ubedilah kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin siang (10/1).

 

Ubedilah menjelaskan bahwa laporan ini berawal dari 2015 terdapat perusahaan besar PT SM yang sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.

 

"Tetapi kemudian oleh MA dikabulkan hanya Rp 78 miliar. Itu terjadi pada Februari 2019, setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," kata Ubedilah.

 

Menurut Ubedilah, dugaan KKN tersebut sangat jelas karena menurutnya, tidak mungkin perusahaan baru yang merupakan gabungan dari kedua anak Presiden yakni Gibran dan Kaesang bersama dengan anak petinggi PT SM mendapatkan suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura yang juga berjejaring dengan PT SM.

 

"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92 miliar. Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden," jelas Ubedilah. (*)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.