Latest Post



SANCAnews.id – Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha menyarankan agar Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman tidak melakukan standar ganda terhadap para ulama.

 

Menurut dia, Jenderal Dudung harus menjalin hubungan baik dengan semua ulama, termasuk pendekatan terhadap ulama radikal.

 

"Yang penting Jenderal Dudung tidak melakukan standar ganda terhadap para ulama, semua harus didekati sebagai hubungan baik antara ulama dan umara. Hal itu termasuk ulama radikal sehingga ada saling pengertian dalam merawat kebhinekaan dan keutuhan NKRI," kata Tamliha kepada ANTARA di Jakarta, Minggu (9/1/2022).

 

Dia menilai menjalin silaturahim dengan semua ulama sangat penting dalam membangun kebersamaan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut dia, bisa saja ulama yang radikal dilakukan upaya pendekatan khusus sebagai bagian dari program deradikalisasi.

 

"Tidak ada salahnya jika kita mengajak elemen bangsa ini (kalangan radikal) ke arah yang benar," ujarnya.

 

Tamliha mengatakan setiap tahun TNI selalu mendapatkan tingkat kepercayaan terbaik dari masyarakat sehingga Kasad harus mempertahankan peringkat tersebut di TNI AD.

 

Menurut politisi PPP itu, kunjungan ke organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam selalu dilakukan semua petinggi TNI dari dahulu hingga saat ini.

 

Karena itu dia berpesan agar Jenderal Dudung tidak melakukan standar ganda terhadap para ulama sehingga semua harus didekati.

 

Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman saat berkunjung ke wilayah kerja Kodam I/Bukit Barisan menyempatkan diri menemui salah satu ulama besar Sumatera Utara Buya Amiruddin di Medan, Senin (3/1).

 

Jenderal Dudung juga mengunjungi Pimpinan Muhammadiyah dan PBNU serta akan merekrut calon prajurit dari kalangan santri. (*)



 

SANCAnews.id – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menunjukan sikap berbeda antara kasus yang dialami pegiat media sosial, Ferdinand Hutahaean dan Habib Bahar Smith terkait ujaran kebencian dan keonaran di ruang publik.

 

Pada kasus Ferdinand Hutahaean yang dilaporkan terkait cuitannya yang menyebut ‘Allahmu lemah’, Menag Yaqut meminta masyarakat agar tidak terburu-buru mempolisikan Ferdinand tanpa didasari informasi yang komprehensif.

 

“Saya mengajak masyarakat untuk tidak buru-buru menghakimi Ferdinand. Kita tidak tahu apa niat sebenarnya Ferdinand memposting tentang ‘Allahmu Ternyata Lemah’ itu,” kata Yaqut di Jakarta, Jumat 7 Januari 2022 kemarin.

 

Yaqut memaklumi cuitannya Ferdinand karena status mualaf nya. Sehingga Yaqut sarankan ada tabayun.

 

“Termasuk dalam hal akidah. Jika ini benar maka Ferdinand membutuhkan bimbingan keagamaan, bukan cacian. Untuk itu, klarifikasi (tabayyun) pada kasus ini adalah hal yang mutlak,” kata Yaqut.

 

Yaqut berharap perkara Ferdinand di kepolisian bisa berjalan transparan dan segera tuntas dengan menghasilkan putusan yang seadil-adilnya.

 

Kalimat dan sikap yang berbanding terbalik ditunjukkan Menag Yaqut Cholil terhadap kasus yang dilakukan Habib Bahar bin Smith.

 

Mantan Ketua PP GP Ansor itu terkesan sangat cepat menyampaikan dukungan atas langkah kepolisian yang menetapkan Habib Bahar sebagai tersangka dan ditahan.

 

Menurut Yaqut, siapa pun yang melanggar aturan, perlu mempertanggungjawabkan di hadapan hukum.

 

“Negara ini negara hukum. Siapa pun yang melanggar hukum harus diadili. Tidak pandang bulu,” kata dia kepada wartawan, Rabu 5 Januari 2022 lalu.

 

Yaqut mengapresiasi langkah Polisi yang bergerak cepat memproses Bahar sebagai tersangka.

 

“Saya mendukung apa yang dilakukan Polri terhadap Bahar Smith,” ujarnya. (fin)




SANCAnews.id – Posisi Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dijabat Megawati Soekarnoputri menuai komentar publik.

 

Terlebih posisi Wakil Ketua juga dijabat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa.

 

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, memberikan kritik keras terhadap susunan Dewan Pengarah BRIN.

 

Ia menilai, seharusnya dewan pengarah dijabat oleh para peneliti bukan seorang politisi.

 

“Politisi itu sudahlah urus politik. Jadi kalau BRIN masih dipertahankan dan ada dewan pengarah, dewan pengarah harus mumpuni dan punya track record jelas dalam riset dan teknologi, sehingga punya bobot,” kata Azyumardi dalam webinar Persoalan Tata Kelola BRIN dan Masa Depan Penelitian Indonesia di YouTube Narasi Institute, Jumat (7/1/2022).

 

Megawati disebut akan berperan untuk memastikan ideologi Pancasila yang harus melekat dalam kegiatan riset dan inovasi.

 

Azyumardi menuturkan, Megawati tak punya rekam jejak di dunia riset dan teknologi.

 

Oleh sebab itu, seharusnya Dewan Pengarah BRIN punya latar belakang peneliti. Lebih bagus lagi jika diakui di level internasional.

 

“Dewan pengarah harus orang yang punya nama dalam riset dan inovasi, bukan politisi, bukan juga pengusaha. Harusnya peneliti yang diakui internasional level lah,” jelas Azyumardi Azra.

 

Terkait, peleburan LIPI hingga Eijkman ke BRIN, Azyumardi menyebut hal itu adalah malapetaka bagi dunia riset dan inovasi di Indonesia.

 

Seharusnya, BRIN hanya menjadi lembaga koordinasi. Sehingga masing lembaga tetap independen dan dapat mengembangkan riset-riset lebih optimal. (fajar)



 

SANCAnews.id – Wakil Ketua Sekretaris Jenderal Persadaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin menyoroti soal dugaan korupsi mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

 

Novel mengatakan, saat ini KPK seolah sedang beruji nyali. Mereka dihadapkan pada laporan untuk bisa mengungkap soal kasus dugaan korupsi dari Ahok.

 

"Akankah dengan laporan dugaan 7 kasus korupsi Ahok bisa menyeret Ahok kedalam sel lagi?" kata Novel Bamukmin kepada GenPI.co, Jumat (7/1/2022).

 

Jika KPK berani mengusut, bisa jadi kasus ini akan berbuntut panjang, termasuk menyeret orang penting di negara ini.

 

"Mengingat Ahok sangat tahu memegang kunci rahasia Jokowi," katanya.

 

Pentolan 212 ini menyebut, perkara dugaan korupsi Ahok masih erat terkait dengan jabatan saat dirinya masih bersama Jokowi sebagai gubernur dan wakil gubernur.

 

Terpisah, Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando EMaS menambahkan, wajar-wajar saja ketika ada mantan penyelenggara negara kini diduga menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri.

 

Tak terkecuali dengan pelaporan terhadap Ahok di KPK dengan dugaan melakukan korupsi ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

 

"Jangan sampai pelaporan ini hanya karena ada agenda politik tertentu," tuturnya.

 

Sebelumnya, Plt Jubir KPK Ali Fikri menerangkan laporan soal kasus Ahok yang diberikan oleh Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) telah diserahkan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK.

 

Kasus-kasus yang diduga dilaporkan ialah kasus lama yang belum diungkap. Misalnya, soal RS Sumber Waras, lahan di taman BMW, lahan Cengkareng Barat, dana CSR, reklamasi teluk Jakarta, dana non-budgeter, dan penggusuran. (*)



 

SANCAnews.id – Kapolda Polda Metro Jaya, Irjen Pol M Fadil Imran mengungkapkan bahwa sejarah NKRI tak lepas dari para tokoh agama Islam di Indonesia.

 

Diketahui, Irjen Pol M Fadil mengundang para kiai, ulama, habaib, dan para santri untuk bermunajat kepada Allah SWT agar Jakarta tetap aman, damai sekaligus persatuan tetap terjaga.

 

Fadil menjelaskan, terbentuknya negara Indonesia, salah satunya tidak terlepas dari perjuangan para ulama, kiai, dan habaib.

 

"Siapa pun di negeri ini sadar dan sepenuhnya memahami latar belakang sejarah terbentuknya bangsa dan negara yang sama sama kita cintai ini," kata Irjen Fadil di Gedung BPMJ, dikutip melalui PMJnews, Jumat (7/1/2021) malam.

 

Fadil menambahkan, bahwa para ulama, kiai dan habaib merupakan perekat terbesar dari NKRI.

 

"NKRI, salah satunya yang mendirikan dan memperjuangkan adalah para kiai, ulama, habaib dan bersama komponen-komponen lain," jelasnya.

 

Jenderal Bintang Dua ini mengungkapkan, mustahil negara Indonesia bisa tetap berdiri hingga hari ini, jika ulama dan umat Islam ingkar sejak awal pembentukan Tanah Air Indonesia.

 

"Demikian besar peran ulama dan umat Islam Indonesia, sehingga bangsa dan negara yang kita cintai ini bisa terbentuk dan ada," jelasnya.

 

"Mustahil ini akan ada dan menjadi sekarang ini bila ulama dan umat Islam mengingkarinya sejak awal," urai Jenderal Bintang Dua tersebut menambahkan.

 

Irjen Pol Fadil dengan tegas menyampaikan pihaknya menentang semua pandangan yang berusaha membenturkan antara agama dan ulama, antara umat Islam di Tanah Air.

 

"Pandangan semacam ini tidak mempunyai dasar dan bertolak belakang dengan kekuataan kesejarahan yang membentuk bangsa dan negara ini," pungkasnya. (poskota)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.