Ujian Profesional Polri dan Jargon Presisi Kapolri
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
KAPOLRI Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, sering
mengungkapkan jargon Presisi. Presisi merupakan singkatan dari 'prediktif,
responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan' yang dimaksudkan agar pelayanan
dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat.
Kasus Penistaan Agama dan Delik SARA yang dilakukan Ferdinand
Hutahaean, akan menjadi ujian Presisi Polri diawal tahun 2022 ini. Mengingat,
sebelumnya Polri begitu sigap menangani kasus H B 5 dalam kasus ujaran SARA dan
hoax terkait peristiwa KM 50.
Polri dituntut prediktif, yakni dapat memprediksi dampak
gejolak sosial dan kemarahan umat Islam jika kasus Ferdinand Hutahaean tidak
diproses secara hukum. Jika dibiarkan, bisa terjadi lagi aksi demonstrasi
bergelombang menuntut penista agama di penjara seperti kasus Ahok.
Polri juga wajib memiliki responsibilitas, yakni segera
menindaklanjuti laporan umat Islam terhadap Ferdinand Hutahaean. Sejauh ini,
Aktivis Muslim Makassar yang telah melaporkan, menyusul kemudian Haris Pertama
dari KNPI juga berencana melaporkan.
Polri harus mengutamakan transparasi dalam memproses kasus Ferdinand Hutahaean. Jangan sampai diam, tidak terbuka, dan akhirnya kasusnya menguap. Yang paling penting, Polri harus bertindak dengan tindakan yang berkeadilan. Jangan hanya memproses H B 5 dan mendiamkan Ferdinand Hutahaean.
Saat ini, Umat Islam menunggu gerakan cepat Polri. Dimulai dari menerbitkan Nomor LP,
mengeluarkan Sprindik, mengirimkan SPDP, memanggil Ferdinand sampai menangkap
dan menahannya, dengan status sebagai tersangka. Polri memiliki wewenang
menahan Ferdinand, karena kasusnya adalah delik penistaan agama dan pidana SARA
yang ancaman pidananya diatas lima tahun penjara.
Namun perlu penulis tegaskan, TNI tidak perlu ikut campur
dalam perkara ini. Danrem 061 Surya Kencana Brigjen TNI Achmad Fauzi tidak
perlu mendatangi Ferdinand dan mengancam agar memenuhi panggilan Polri, seperti
kasus Habib Bahar Bin Smith.
Bagi umat Islam, kasus Ferdinand Hutahaean ini seperti menyiram air garam ditengah luka umat Islam yang menganga. Baru saja H B 5 ditangkap dan ditahan, sekarang tuhan umat Islam dilecehkan. Sungguh, benar-benar Umat Islam terus diuji kesabarannya. Umat Islam, terus diposisikan dalam kondisi yang terzalimi.
Adapun kepada Pak Kapolri, kalau kasus Ferdinand ini tidak diproses, perlu penulis tegaskan bahwa umat Islam akan merasa didiskriminasi, merasa dimarginalkan. Selama ini, ulama ditangkapi dengan dalih penegak hukum, sementara gerombolan penista agama terus dibiarkan bebas berkeliaran. **