Latest Post


 

SANCAnews.id – Komedian Narji resmi bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Desember lalu.

 

Kini, Narji minta maaf karena mendukung pencabutan baliho Habib Rizieq, setelah bergabung dengan PKS ia berjanji mengikuti beragam pembinaan partai.

 

Narji menegaskan dirinya siap membantu berbagai kegiatan PKS di tengah masyarakat.   

 

"Saya mau belajar banyak hal di PKS. Partai ini kan seperti pesantren, semua kadernya dididik dan dibina secara rutin. Dan saya menyatakan siap mengikuti kegiatan itu semua," kata komedian bernama asli Sunarji Riski Radifan usai mengikuti kegiatan rutin partai di Tangerang Selatan, dalam keterangannya yang diterima Selasa (4/1/2022). 

 

Narji mengaku dirinya masih perlu banyak belajar tentang politik dan agama. Karena itu ia tidak segan mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan PKS.   

Dalam kesempatan yang sama Narji juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas sikapnya di masa lalu. 

 

Narji mengaku sama sekali tidak bermaksud menyinggung pihak tertentu, apalagi menyinggung perasaan umat Islam. 

 

"Saya berharap masyarakat mau memaafkan. Masak masyarakat tidak memaafkan saya. Istri saya saja memaafkan saya, yang punya tampang kayak gini”, ucapnya.

 

Sebelumnya, Narji bersama beberapa artis ibu kota sempat memberikan dukungan moril kepada Letjen Dudung Abdurachman (saat itu Pangdam Jaya) menertibkan baliho Rizieq Shihab. (era)



 

SANCAnews.id – Tokoh Nahdatul Ulama (NU) Umar Hasibuan ikut bersuara terkait pertemuan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman dengan Buya Amiruddin.

 

Pertemuan Jenderal Dudung dengan Buya Amiruddin sendiri dilakukan di sela-sela kunjungannya ke wilayah kerja Kodam I/Bukit Barisan, Senin (3/1/2022).

 

Gus Umar sapaan akrab Umar Hasibuan mengaku bingung Amiruddin disebut sebagai ulama besar.

 

“Jujur ya saya bingung kalau pak Amiruddin ini dibilang ulama besar? Koq bisa? Setahu saya pak amiruddin ini tukang baca doa kalau acara resepsi nikah termasuk resepsi nikah saya di medan,” tulisnya di akun Twitternya, Selasa (4/1/2021).

 

Seperti diketahui dalam rilis resmi Dinas Penerangan TNI AD, disebutkan Jenderal TNI Dudung Abdurachman menyempatkan diri menemui salah satu ulama besar Sumatera Utara Buya Amiruddin.

 

Pertemuan itu guna membangun komunikasi bersama tokoh agama dan menunjukkan adanya hubungan baik antara kelompok pemuka agama (ulama) dan umat (umara).

 

“Pertemuan tersebut berjalan dengan suasana hangat dan penuh keakraban,” kata Dinas Penerangan TNI AD, melansir Antara, Selasa (4/1/2022).

 

Buya Amiruddin merupakan Wakil Ketua Dewan Tim MUI Medan dan Ketua Majelis Dzikir Tadzkira Sumatera Utara. Ia juga memimpin Pondok Pesantren Baitul Almustaghfirin Al Amir.

 

Ia memberi sekaligus memakaikan peci dan sorban putih untuk Dudung sebagai kenang-kenangan.

 

Sedangkan Dudung menyerahkan bantuan untuk pondok pesantren yang dipimpin oleh Buya Amiruddin, yaitu kendaraan operasional.(msn/fajar)

 

Penyerahan kunci kendaraan secara simbolis dari Kasad ke pimpinan Ponpes Baitul Almustaghfirin Al Amir.

 

“Hal tersebut menandakan sinergitas yang terjalin antara ulama dan umara demi menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa di Republik Indonesia,” katanya.

 

Dudung mengawali kunjungannya pada 2022 ke wilayah kerja Kodam I/Bukit Barisan. Ia memberi arahan kepada prajurit secara langsung di Markas Kodam I/Bukit Barisan dan Markas Yonarmed 2/105. (fin)


 


SANCAnews.id – Ketua Rekat Indonesia Eka Gumilar memaparkan beberapa kasus hukum yang menjadi PR bagi Kepolisian Republik Indonesia.

 

Di antaranya ialah pelaporan terhadap Abu Janda dan Denny Siregar yang proses hukumnya tersendat.

 

Kemudian penuntasan kasus penembakan enam laskar FPI.

 

Selanjutnya pengusutan kasus korupsi Harun Masiku yang sampai saat ini belum ditemukan keberadaannya.

 

Memasuki tahun 2022, Eka menyebut publik menantikan penegakan hukum atas kasus-kasus tersebut.

 

"Harapan kami Polri semakin  tegak adil dipimpin Bapak Listyo Sigit Prabowo", terang Eka Gumilar, dikutip dari laman twitternya, Selasa (4/1/2022).



Seperti diketahui, desakan terhadap Polri untuk melanjutkan proses hukum Denny Siregar dan Abu Janda kembali mencuat pasca ditetapkannya Bahar bin Smith sebagai tersangka kasus penyebaran berita bohong.

 

Penangkapan Habib Bahar menimbulkan komentar yang beragam. Pasalnya, ada beberapa kasus serupa yang pernah terjadi namun penanganannya cukup berbeda.

 

Seperti kasus Denny Siregar yang juga dilaporkan ke polisi karena diduga menghina santri dengan sebutan teroris. Padahal, laporan itu sudah berbulan-bulan.

 

Kasus serupa juga pernah menimpa Arya Permadi atau yang dikenal dengan Abu Janda. Pria ini sudah berkali-kali dilaporkan ke polisi. Tahun 2021 ia kembali dilaporkan karena melontarkan kalimat bernada rasisme kepada Natalius Pigai.

 

Di saat yang bersamaan, ia juga dilaporkan karena cuitannya di Twitter yang menyebut Islam sebagai agama pendatang dan arogan.

 

Namun, sama halnya dengan kasus Denny Siregar, kasus penodaan agama yang dilakukan Abu Janda juga jalan di tempat.

 

Komentar mengenai mandegnya penanganan kasus tersebut ramai di media sosial. Publik mempertanyakan kenapa penanganan kasus-kasus tersebut amat berbeda. (glc)



 

SANCAnews.id – Habib Bahar bin Smith resmi ditahan polisi atas kasus dugaan ujaran kebencian. Usai diperiksa di Polda Jabar, Habib Bahar kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan berujung penahanan.

 

Ketua Tim Advokasi Habib Bahar, Ichwanudin Tuankotta mengatakan, pihaknya telah mengajukan penangguhan penahanan kliennya. Namun hingga hari ini, Selasa (4/1), pihaknya belum mendapat jawaban atas pengajuan penangguhan penahanan tersebut.

 

"Belum," kata Ichwanudin saat dihubungi Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (4/1).

 

Lanjut Ichwanudin, pihaknya telah mengeluarkan pernyataan resmi usai Habib Bahar ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian ditahan oleh di Polda Jabar pada Senin kemarin (3/1).

 

Ada 6 butir pernyataan yang dikeluarkan oleh Tim Advokasi Habib Bahar yang diterima oleh Kantor Berita RMOLJabar.

 

Pertama Habib Bahar bin Smith (HBS) merupakan warga negara yang menghormati prosedur hukum, hal tersebut dibuktikan dengan sikap kooperatif HBS yang langsung memenuhi panggilan pertama pihak kepolisian sebagai saksi.

 

Kedua, berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang hukum acara pidana (KUHAP), alasan penahanan adalah didasarkan atas kekhawatiran tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana. Nah, bila dihubungkan dengan sikap kooperatif HBS maka penahanan sama sekali tidak beralasan hukum.

 

Ketiga, proses hukum superkilat yang hanya membutuhkan waktu 17 hari dari pelaporan hingga pemeriksaan yang berujung penahanan mengindikasikan matinya asas kesamaan di hadapan hukum (equality before the law), bila dibandingkan dengan proses penegakan hukum yang dilakukan terhadap para penista agama yang berada dalam lingkaran kekuasaan yang hingga saat ini belum tersentuh hukum.

 

Kemudian yang keempat, rangkaian peristiwa sebelum HBS kooperatif memenuhi panggilan Polda Jabar sebagai saksi yang bermula pada teror kardus balok kayu, tiga kepala anjing yang berlumuran darah, hingga kedatangan "penyampai pesan" Danrem 061/Surya Kancana, patut diduga bahwa kasus HBS didesain sistematik dari pembenci kebenaran.

 

Kelima, dengan diprosesnya HBS karena ceramah yang disampaikan dalam acara keagamaan mengindikasikan bahwa ruang-ruang penyampaian kebenaran kini telah sempit dan terbatas, bahkan dibatasi.

 

"Terhadap proses hukum HBS kami akan menempuh segala upaya hukum untuk memperjuangkan hak-hak klien kami," tutup Ichwanudin. (*)



 

SANCAnews.id – Habib Bahar bin Smith kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyebaran berita bohong oleh Polda Jawa Barat.

 

Namun demikian, penetapan ini bukan berhubungan dengan ceramah Habib Bahar bin Smith yang menyinggung KSAD Dudung Abdurachman. Melainkan terkait peristiwa KM 50 yang dilaporkan oleh Tubagus Nur Alam.

 

Pengacara Habib Bahar, Ichwan Tuankotta mengatakan, Habib Bahar ditetapkan tersangka oleh Polda Jawa Barat (Jabar) terkait laporan yang dilayangkan oleh Tubagus Nur Alam pada 7 Desember 2020.

 

"Tentang isi ceramah beliau di daerah Bandung yang kurang lebih kaitan dengan peristiwa KM 50," ujar Ichwan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa sore (4/1).

 

Hal itu diketahui Ichwan saat mendampingi Habib Bahar diperiksa sebagai saksi pada Senin (3/1).

 

"Penjelasannya pada saat disampaikan penyidik mempertanyakan ke Habib Bahar, dan Habib Bahar juga dalam konteks kita dampingi kemarin juga beliau bingung sebenarnya, tidak memahami apa yang menjadi entri poin dari pihak penyidik," jelas Ichwan.

 

Habib Bahar saat diperiksa kemarin pun, kata Ichwan, menjelaskan bahwa peristiwa KM 50 benar terjadi dan tersangkanya saat ini sedang menjalani proses persidangan.

 

"Artinya memang kalau menurut pemahaman klien kami memang ada itu, ada peristiwanya, ada penyiksaan, ada juga rilis dari Komnas HAM bahwa itu adalah pelanggaran, walaupun bukan pelanggaran HAM berat," terang Ichwan.

 

Namun demikian, Habib Bahar maupun tim pengacaranya hingga saat ini masih mempertanyakan dua alat bukti yang dimiliki penyidik saat menetapkan Habib Bahar sebagai tersangka.

 

"Nah itu lah yang makanya kita justru mempertanyakan pihak kepolisian sebenarnya. Dua alat bukti yang dimaksud polisi itu apa?" herannya.

 

Ichwan melanjutkan, status tersangka Habib Bahar saat ini bukan terkait dengan laporan yang dilayangkan oleh Husin Shihab alias Husin Alwi ke Polda Metro Jaya terkait ceramah soal Jenderal Dudung Abdurachman.

 

"Kalau Jenderal itu kaitannya dengan laporannya Husin Alwi. (Kasus saat ini) Beda (laporan). 7 Desember 2020 sebelum Alwi Husin melaporkan," pungkas Ichwan. (*)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.