Latest Post


 

SANCAnews.id – Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) jadi bahan tertawaan netizen usai tak fokus menjawab pertanyaan Najwa Shihab di Mata Najwa.

 

Bagaimana tidak, dalam video tersebut, Giring tak bisa membedakan mana saran dan kritik. Konten itu sebenarnya sudah lama terbit dan beredar.

 

Anehnya, kini muncul lagi di media sosial.

 

Isinya seperti ini.

 

Najwa: Berani beda dengan partai?

 

Giring: Berani, berani banget, karena itu sudah komitmen saya ketika masuk ke Partai Solidaritas Indonesia.

 

Bahwa begitu sudah masuk ke gedung DPR, saya sudah miliknya rakyat, dan PSI juga sudah tahu itu.

 

Nana: Kalau gitu sekarang saya minta autokritik dong untuk partai Anda.

 

Giring: Oke, no problem.

 

Nana: Apa, apa yang bisa dikritik dari PSI, dari kadernya, kalau Anda berani berbeda dengan partai? Autokritik, dong?

 

Giring: Menurut saya yang harus dikritik dari Partai Solidaritas Indonesia untuk saat ini adalah harus mulai lebih merapatkan barisannya lagi untuk mempersiapkan Pemilu 2019…

 

Nana: Itu saran, bukan kritik…

 

Giring: Oh, itu saran, ya?

 

Nana: Itu saran…

 

Giring dan penonton pun tertawa. Terlihat wajah Giring langsung berubah saat ditegur Nana.

 

Nana: Bagaimana?

 

Giring: Apa?

 

Nana: Ada [kritik untuk PSI]?

 

Giring: Ada, ada, ada… Oke… Eee…

 

Lama menjawab, Nana menanggapi: Dipikirkan dulu, saya lempar ke yang lain… saya lempar ke yang lain…

 

Semenjak terjun ke dunia politik dan bergabung dengan PSI, Giring memang doyan jadi bahan viral. Bukan karena prestasi, melainkan karena pernyataannya yang kontroversial. (era)



 

SANCAnews.id – Analis politik Charta Politika Yunarto Wijaya kembali menjadi bahan cibiran sejumlah tokoh dan warganet.

 

Warganet mempermasalahkan tulisan Yunarto Wijaya yang seolah menyebut jalan tol milik Presiden Joko Widodo.

 

Awalnya, Yunarto membalas sebuah unggahan dari seorang pendukung Gubernur DKI Anies Baswedan yang membanggakan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) serta menyindir politisi PDI Perjuangan yang tengah asyik berselfi ria di JPO estetik tersebut.

 

Yunarto pun menyambar cuitan itu dengan mempertanyakan kepada pendukung Anies itu tidak menertawakan ketika ada kader Demokrat dan PKS yang melewati jalan tol.

 

Ia pu  menyebut jalan tol itu dengan istilah 'tolnya Jokowi'

 

"Kok gak sekalian ketawain kalo ada kader PKS & Demokrat yg ikut menikmati Tol-nya Jokowi... Mbok ya gak gini tarung idenya," protes Yunarto dalam cuitannya yang dilihat pada Minggu (2/1/2021).

 

Akibat istilah 'tolnya Jokowi, Yunarto jadi bulan-bulanan.

 

Tokoh nasional, Said Didu, bahkan merespon dengan menjelaskan status kepemilikan jalan tol yang dibandun di masa Presiden Joko Widodo.

 

"Tol-nya Jokowi ? Pembangunan jalan Tol itu dibiayai oleh badan usaha - bukan dana pemerintah. Pemberian dana PMN kepada BUMN karena penugasan untuk bangun jalan Tol yang tidak layak. Jalan Tol itu bukan milik negara apalagi milik Jokowi, tapi milik badan usaha sampai masa konsesi habis. Jelas ?" tulis Said Didu.

 

Yunarto pun membalas sindiran dari Said Didu tersebut.

 

Yunarto Wijaya meminta Said Didu untuk melihat maksud dari Twit yang dia buat, yakni untuk membalas twit dari pendukung Anies.

 

"Kalo JPO Besutan anies itu pake dana apa? Sana komenin," imbuh Yunarto.

 

Kritikan tidak hanya datang dari Said Didu.

 

 

Tokoh Nahdlatul Ulama, Gus Umar melalui cuitannya juga mempertanyakan apa maksud Yunarto menyebut 'tolnya Jokowi'

 

Dengan logika yang dibangun Yunarto bahwa jalan tol milik Jokowi, Gus Umar Hasibuan mempertanyakan bagaimana dengan utang yang dilakukan oleh pemerintah.

 

"Kata Yunarto tol yg dibangun pemerintah namanya Tol Jokowi. Lalu kalau utang pemerintah bisa gak dibilang utang jokowi?" tanya dia. (wartakota)




 

SANCAnews.id – Aktivis dan pegiat media sosial, Nicho Silalahi melontarkan sindiran kepada Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya menyebut “tol-nya Jokowi” dalam sebuah cuitan.

 

Nicho Silalahi menyindir Yunarto Wijaya dengan sebutan “surepay”. Ia juga mempertanyakan sejak kapan Presiden Jokowi (Joko Widodo) punya jalan tol.

 

Ia menyindir apakah Jokowi membayar pembangunan jalan tol dengan uang pribadi sehingga Yunarto menyebut seolah tol milik Jokowi.

 

“Tukang Surepay kok bloon ini?” kata Nicho Silalahi melalui akun Twitter pribadinya pada Minggu, 2 Januari 2022.

 

“Sejak kapan jokowi punya Tol? Emang uang jokowi gitu yang bangun jalan Tol?” sambungnya.

 

Nicho Silalahi lantas menyinggung bahwa pantas saja hasil survei Yunarto Wijaya selalu berpolemik karena kapasitas otaknya yang seperti ini.

 

“Oalah pantas saja setiap rilis hasil Surepay berpolemik melulu wong model otak korsleting gini,” kata Nicho Silalahi.

 

“Woi bos jokowi hanya kebetulan aja presiden jadi bisa gunting pita,” sambungnya.

 

Bersama cuitannya, Nicho Silalahi membagikan balasan cuitan Yunarto Wijaya kepada pegiat media sosial, Maudy Asmara.

 

Dalam cuitannya, Maudy Asmara menyoroti kader-kader PDIP yang mengambil foto di Jalan Penyeberangan Orang (JPO) yang dibesut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

 

“Nah kan!! Baru tahu mereka,” katanya dengan memakai emoticon tertawa sebagai respons terhadap berita berjudul “Kader PDIP Gowes dan Selfie di Titik Instagramable Besutan Anies Baswedan: Keren”.

 

Menanggapi itu, Yunarto Wijaya menyindir bahwa jika hal seperti ditertawakan, maka kader PKS dan Partai Demokrat yang menggunakan tol Jokowi juga harus ditertawakan.

 

“Kok gak sekalian ketawain kalo ada kader PKS dan Demokrat yang ikut menikmati Tol-nya Jokowi… Mbok ya gak gini tarung idenya,” katanya pada Sabtu, 1 Januari 2022. (terkini)



 

SANCAnews.id – Kuasa hukum Habib Bahar yakni Aziz Yanuar memberikan penjelasan terkait peristiwa Ponpes milik Habib Bahar diteror tiga kepala anjing.

 

Dia mengaku, kliennya mendapatkan teror tiga kepala anjing di Ponpes Tajul Alawiyyin di Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

 

Berdasarkan informasi yang diterima Aziz, dugaan teror itu berlangsung pada hari Jumat, 31 Desember 2021 sekitar pukul 03.00 WIB dini hari.

 

“Benar, jam 3 pagi dini hari tadi, pos jaga Ponpes Tajul Alawiyyin di depannya di lempar plastik hitam berisi tiga kepala anjing,” kata Azis kepada wartawan.

 

Menurut informasi yang didapat Aziz, terduga pengirim tiga potong kepala anjing tersebut ada sekira empat orang.

 

Di mana, empat terduga pengirim tiga kepala anjing itu berboncengan dengan menggunakan dua motor.

 

Tak hanya kepala anjing, kata Aziz, mereka juga melempar sebuah kardus yang didalamnya berisi tiga balok kayu.

 

“Dus bertuliskan jangan dibuka oleh orang tak dikenal, sekitar empat oran gunakan motor Nmax dan Aerox,” ujar Aziz.

 

Lebih lanjut, Aziz menerangkan jika empat pelaku pengirim teror tersebut segera melarikan diri usai melempar benda itu.

 

“Setelah melempar, mereka melarikan diri. Setelah dibuka plastik, isi kepala anjing tiga dan dus dibuka isi balok tiga,” imbuhnya.

 

Aziz mengatakan tidak ada rekaman Closed Circuit Television (CCTV) di sekitar lokasi Ponpes Tajul Alawiyyin.

 

Kendati demikian, banyak saksi yang melihat dan mengetahui kejadian tersebut. “Tidak ada CCTV, tapi banyak saksi,” pungkasnya. (suara)



 

SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung, buka suara mengomentari polemik yang terjadi antara Habib Bahar dengan laporan yang menimpanya soal penyebaran ujaran kebencian.

 

Rocky menilai, jika ucapan yang dilontarkan oleh Bahar Smith sah-sah saja sebagai warga negara.

 

Menurutnya, justru Presiden seperti Jokowi akan menjadi otoritarianisme apabila terus dipuji-puji. Sehingga, ia berharap semua pihak bisa menghormati Bahar Smith.

 

“Habib Bahar berhak, untuk, bahkan menghujat. Nah itu yang ingin kita mintakan perlindungan,” kata Rocky, dalam video yang diunggah kanal YouTube Refly Harun, dilihat pada Sabtu 1 Desember 2022.

 

Selain itu, Rocky menyebut Bahar Smith hanya bicara dan tidak melakukan makar. Itulah nilai utama demokrasi, kata dia.

 

“Karena Habib Bahar hanya bicara, dia nggak melakukan kegiatan makar. Dia mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan pemerintah. Itu justru nilai utama demokrasi,” lanjutnya.

 

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa demokrasi seharusnya dipelihara dalam kondisi banyaknya perbedaan, bukan kesepakatan. Sayangnya hal ini dinilai tidak dipahami oleh pihak yang berkuasa.

 

Tak hanya itu, ia pun meminta agar Kapolri bisa memahami bahwa Indonesia bisa diselamatkan dengan perbedaan pendapat.

 

“Kalau nggak ada perbedaan pikiran, itu artinya nggak ada demokrasi. Jadi hal yang paling elementer dalam demokrasi adalah berbeda pikiran,” tutur Rocky.

 

Ia lantas menegaskan bahwa sebuah pikiran, utamanya pikiran penguasa, harus ada yang menentang.

 

“Kenapa? Karena pikiran hanya disebut pikiran kalau ada yang menentangnya. Nah pikiran kekuasaan pasti harus ada yang menentang,” ujarnya. (tekini)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.