Latest Post



SANCAnews.id – Kabag Penum Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan 21 saksi ahli dan 31 saksi atas kasus ujaran kebencian yang dulakukan Habib Bahar bin Smith.

 

Dari hasil pemeriksaan itulah, penyidik lantas menaikkan kasus Habib Bahar Smith ke tingkat penyidikan.

 

“Penyidik juga memeriksa 21 ahli dan 31 saksi biasa atas itulah naik ke penyidikan,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (31/12/2021).

 

Jendral bintang satu ini merinci 21 saksi ahli yang telah diperiksa itu terdiri ahli agama 4 orang, ahli bahasa 4 orang, ahli pidan 2 orang, ahli IT 4 orang, ahli sosial hukum 2 orang dan ahli kedokteran 3 orang.

 

Selain itu, kata Ramadhan, penyidik sempat melakukan penggeledahan di kediaman Habib Bahar.

 

“Penyidik melakukan penggeledahan dan menyita 4 barang bukti yang disita,” ujarnya.

 

Sebelumnya, Kapolda Jawa Barat Irjen Suntana menegaskan pihaknya sudah meningkatkan kasus yang menjerat Bahar bin Smith menjadi penyidikan.

 

Kasus yang menjerat Bahar bin Smith terkait dugaan ujaran kebencian yang mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

 

“Penyidik Polda Jawa Barat sudah meningkatkan proses hukum yang menjerat BS menjadi penyidikan,” ujar Suntana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/12/2021).

 

Penyidik Polda Jawa Barat, kata Suntana, sudah menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Bahar bin Smith di kediamannya di Bogor pada Selasa, 28 Desember kemarin.

 

“Penyerahan SPDP sudah dilakukan kepada terlapor,” katanya.

 

Dalam kasus ini, Bahar bin Smith dijerat dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan atau permusuhan individu dan atau kelompok berdasarkan SARA sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. (pojoksatu)



 

SANCAnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semestinya menyambut baik laporan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi terkait dugaan korupsi yang diduga dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

 

KPK, diminta membuka mata lebar-lebar bahwa Ahok acap kali terseret sejumlah persoalan yang kontroversial di ruang publik. Namun hingga kini belum ada proses hukum yang menjeratnya.

 

"Ahok sejauh ini banyak terseret dalam sejumlah persoalan, sehingga baik bagi dirinya maupun KPK untuk sama-sama menyelesaikan persoalan itu," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Kamis (30/12).

 

Menurutnya, KPK perlu peka atas laporan dari masyarakat, termasuk dugaan rasuah yang menyeret politisi PDIP yang kini menduduki kursi Komisaris Utama Pertamina tersebut.

 

"KPK perlu merespons semua laporan publik, terlebih terkait pejabat publik meskipun saat laporan disampaikan sudah bukan lagi menjabat," tandasnya.

 

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi melimpahkan dokumen berbagai temuan yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang patut diduga melibatkan Ahok, baik saat masih Wakil Gubernur (2012) maupun setelah ditetapkan sebagai Gubernur DKI Jakarta (2014) menggantikan Joko Widodo yang jadi presiden.

 

Adhie bahkan menegaskan bahwa dokumen berbagai skandal korupsi di Pemprov DKI sepanjang 2012 hingga 2017 yang akan dilimpahkan ke KPK tersebut sudah dalam bentuk buku resmi.

 

Dokumen dikumpulkan dan dirangkai oleh salah satu tokoh gerakan anti-korupsi dan peneliti sumber daya alam Indonesia, Marwan Batubara. Bukunya pernah dicetak pada tahun 2017. (*)



 

SANCAnews.id – Nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masih tetap pilihan nomor satu dan menggema di Sumatera Barat (Sumbar). Hal ini sebagaimana disampaikan Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar, Andre Rosiade yang pada pekan lalu berkeliling Sumbar.

 

Menurutnya, dari 20 titik yang didatangi, seperti di Kota Padang, Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung, dan Dharmasraya masyarakat tetap meminta Prabowo menjadi Presiden 2024.

 

Mereka siap memenangkan kembali Prabowo seperti Pilpres 2014 dan 2019. Kala itu, Prabowo menang mutlak hingga 80-an persen.

 

“Tak ada yang meragukan dukungan kepada Pak Prabowo pada Pilpres 2024 nanti. Ini tentu memicu semangat kami dalam memenangkan Pak Prabowo kembali di Sumbar, dan Indonesia umumnya,” kata Andre Rosiade kepada wartawan, Kamis (30/12).

 

Anggota DPR RI ini menegaskan bahwa masyarakat Sumbar bahkan meminta Prabowo kembali menjadi Capres 2024

 

Di Kabupaten Dharmasraya misalnya, tidak sedikit warga yang yakin Prabowo akan melebihi angka perolehan tahun 2019 sebesar 69 persen. Hal yang sama juga didapati di Kota Sawahlunto yang pada pilpres lalu suara Jokowi mencapai 82 persen.

 

“Karena, kinerja Pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan RI juga baik dan banyak dapat apresiasi,” urainya.

 

“Kami akan terus bergerak memastikan suara Pak Prabowo terus bertambah di Sumbar. Agar peluang menjadi Presiden semakin besar,” tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Endang Tirtana sebagai Komisaris Independen PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Pengangkatan dilakukan pada Rabu (29/12).

 

Selain mengangkat Endang, Erick juga memberhentikan Pungky Sumadi dari jabatan Komisaris KAI. Jabatan itu diduduki Pungky sejak 2017.

 

"Adanya pemberhentian dan pengangkatan Anggota Dewan Komisaris PT Kereta Api Indonesia (Persero) diharapkan dapat berdampak positif untuk menjaga dan meningkatkan kinerja perseroan," kata Executive Vice President Corporate Secretary KAI, Asdo Artriviyanto, dalam suratnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikutip kumparan, Kamis (30/12).

 

Sebelum diangkat sebagai Komisaris Independen KAI, Endang merupakan Komisaris Independen di PT Semen Baturaja (Persero). Dia diangkat di BUMN semen itu pada Agustus 2020.

 

Pada 2019 lalu, Endang tercatat merupakan calon legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Daerah Pemilihan Sumatera Barat II. Namun, gagal terpilih. Pada 2014, dia juga pernah maju menjadi caleg untuk DPR pada 2014 dari Partai Hanura, namun gagal juga.

 

Mengutip dari situs Semen Baturaja, Endang kelahiran Padang Balai, 9 April 1981. Dia merupakan Sarjana di Institut Agama Islam Negeri Padang (IAIN) Jurusan Aqidah Filsafat pada 2000.



Selain menjadi Komisaris BUMN, dia juga Peneliti Senior Maarif Institute For Culture and Humanity, Direktur Media Said Aqil Sirodj Institute (2017-saat ini), dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (2010-2015). Di akun Twitter pribadinya, Endang juga menulis dirinya aktif di Direktur Indonesian Watch for Democracy.

 

Berikut Jajaran Komisaris KAI yang Baru:

Komisaris Utama/Komisaris Independen: Said Aqil Siroj

Komisaris Independen: Rochadi

Komisaris Independen: Riza Primadi

Komisaris Independen: Endang Tirtana

Komisaris: Cris Kuntadi

Komisaris: Freddy Harris

Komisaris: Diah Natalisa

Komisaris: Chairul Anwar

(**)



 

SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung mengaku heran melihat PDIP yang memiliki elektabilitas yang tinggi akan tetapi kerap menghasilkan kader yang kedapatan koruspi.

 

Menurutnya, hasil survei yang dirilis Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terbaru dianggap tidak masuk akal.

 

Apalagi, tercatat bahwa partai yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri itu unggul 25% jauh dari partai lain.

 

“Survei terakhir dari SMRC bahwa PDIP tetap partai tertinggi elektabilitasnya, yang lain (parpol lain elektabilitasnya) itu 12 persen,” ujar Rocky Gerung.

 

“Kan ajaib ini partai yang isinya para koruptor tetapi masih dipilih rakyat. Ini ada yang enggak benar sebetulnya,” sambung Rocky, mengutip rmolid.

 

Hal itu disampaikan Rocky dalam diskusi virtual bertema ‘Refleksi Akhir Tahun, Selamat Datang Tahun Politik, Bagaimana Nasib Indonesia di Masa Depan?’ pada Rabu, 29 Desember 2021.

 

Potret elektabilitas PDIP ini dianggap contoh dari kesimpulan yang deadlock atas kebijakan pemerintah terhadap sejumlah variabel ekonomi, politik, dan kesejahteraaan yang absurd.

 

Selanjutnya, Rocky menuturkan bahwa PDIP seharusnya tidak berada di posisi teratas merujuk rekam jejak kader yang kerap berurusan dengan KPK.

 

Ia pun memberikan dua permisalan dalam fenomena tersebut, yakni adanya kasus suap dalam menaikkan elektabilitas atau bisa jadi masyarakat yang masih belum melek melihat situasi politik.

 

“Masa seluruh peristiwa politik sepanjang tahun ini PDIP masih tinggi. Walaupun itu (hasil survei) betul, SMRC mesti jelasin mengapa partai yang menjadi pusat korupsi masih dipilih rakyat, apakah rakyat bodoh atau ada suap-menyuap angket?” kritiknya. (terkini)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.