Latest Post


 

SANCAnews.id – Rumah tangga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim jadi sorotan publik. Sebab, istri Nadiem Makarim bukan seorang muslim.

 

Nadiem Makarim beda agama dengan istrinya, Franka Franklin. Nadiem beragama Islam, sedangkan Franka Franklin beragama Kristen.

 

Nadiem menikah dengan Franka Franklin pada Juni 2014 silam.

 

Nadiem beberapa kali memamerkan keharmonisan rumah tangganya di media sosial. Ia tak sungkan membagikan fotonya bersama sang istri.

 

“Teman hidup saya,” tulis Nadiem melalui akun Instagramnya pada Jumat, 11 Juni 2021 lalu.

 

Banyak yang memuji Nadiem dan Franka Franklin sebagai pasangan yang menginspirasi. Namun sebagian umat Islam menganggap pasangan ini berzina.

 

“Perbedaan yang menginspirasi. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim seorang Muslim keturunan Arab. Sang istri wanita pribumi beragama Nasrani,” tulis Twitter @nak_Negeri, Selasa (27/12).

 

“Menariknya, di saat sang suami menjalankan ibadah puasa sahur bulan Ramadhan, sang istri dengan ikhlas menyiapkan makan sahur,” tambahnya.

 

Cuitan itu ditanggapi oleh politikus Partai Ummat, Mustofa Nahrawardaya.

 

Mustofa Nahrawardaya mengatakan bahwa dalam ajaran Islam, menikah beda agama adalah haram.

 

Mustofa menyebut pernikahan beda agama jatuhnya adalah berzina.


“Dalam Islam, nikah beda agama itu haram. Jadi seumur hidupnya terhitung: ZINA. #StopZina,” tulis Mustofa di Twitter-nya, @TofaTofa_id, dikutip Selasa (28/21/2021).

 

Cuitan Mustofa ditanggapi sejumlah warganet, salah satunya akun @BNatawijaya.

 

“Pria Muslim, Wanita Ahlul Kitab(Yahudi/Nasrani), ada dalil Quran yang membolehkan dan selaras pendapat beberapa ulama besar. Jadi, gak bijak pukul rata pendapat bahwa pernikahan itu haram. Pendapat sebagian ulama ada yang mengharamkan, sebagian lain membolehkan. Masing-masing punya dalil,” tulisnya.

 

Mustofa menanggapi pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa Majelis Ulama Indoensia (MUI) telah mengharamkan pernikahan beda agama bagi umat Islam.

 

“MUI sudah mengharamkan kok. Karena saat ini, tidak ada lagi perempuan ahlul kitab, seperti yang dimaksud dalam Qur’an. Bijak aja sih,” kata Mustofa.

 

Fatwa Haram Pernikahan Beda Agama

MUI telah mengeluarkan fatwa haram pernikahan beda agama bagi penganut agama Islam pada 2005. Saat itu, KH Ma’ruf Amin menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI pusat.

 

Fatwa haram pernikahan beda agama ditetapkan melalui Musyawarah Nasional VII MUI pada 28 Juli 2005.

 

Fatwa haram perkawinan beda agama dengan nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 itu ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin dan Sekretaris Drs. H. Hasanuddin.

 

Dalam fatwa haram perkawinan beda agama itu disebutkan:

 

1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.

 

2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.

 

Dalam lampiran Fatwa MUI disebutkan alasan-alasan mengapa perkawinan beda agama itu haram yakni:

 

1. Bahwa belakangan ini disinyalir banyak terjadi perkawinan beda agama;

 

2. Bahwa perkawinan beda agama ini bukan saja mengundang perdebatan di antara sesama umat Islam, akan tetapi juga sering mengundang keresahan di tengah-tengah masyarakat;

 

3. Bahwa di tengah-tengah masyarakat telah muncul pemikiran yang membenarkan perkawinan beda agama dengan dalih hak asasi manusia dan kemaslahatan;

 

4. Bahwa untuk mewujudkan dan memelihara ketentraman kehidupan berumah tangga, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang perkawinan beda agama untuk dijadikan pedoman.

 

MUI juga mengutip hadis Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal: (1) karena hartanya (2) karena (asal-usul) keturunannya (3) karena kecantikannya (4) karena agamanya. (pojoksatu)



 

SANCAnews.id – Kubu Habib Bahar bin Smith melaporkan Husin Alwi Shihab ke Polres Bogor. Dia dilaporkan atas tuduhan telah menyebarkan berita bohong atau hoaks.

 

Laporan tersebut telah teregistrasi dengan Nomor: STTP/11/XII/2021/Reskrim/ Polres Bogor, tertanggal 28 Desember 2021. Pelapor dalam kasus ini ialah Ali Ridho.

 

Kuasa hukum Ali Ridho sekaligus Habib Bahar, Ichwan Tuankotta menyebut pihaknya melaporkan Husin dengan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 220 KUHP.

 

"Resmi Husin Alwi Shihab kita laporkan," kata Ichwan kepada wartawan, Selasa (28/12/2021).

 

Melansir Terkini.id, Habib Bahar sebelumnya memang berencana melaporkan balik Husin Shihab ke polisi.

 

Ichwan ketika itu menegaskan kalau pihaknya tengah mempersiapkan bukti-bukti yang akan dibawa untuk melaporkan Husin Shihab.

 

"Justru kita akan laporkan balik dia. Karena dia penyebar hoaks, jadi kita akan laporkan balik," terang Ichwan dikutip dari Terkini.id, pada Selasa (21/12/2021).

 

Ichwan menyebut, upaya pelaporan ini merupakan permintaan langsung dari kliennya sendiri yaitu Habib Bahar.

 

"Iya keinginan dari Habib Bahar sendiri. Kita akan lakukan itu nanti. Dalam tempo waktu yang sesingkat-singkatnya kita akan lapor balik dia," ujar Ichwan.

 

Dua Laporan

Sebelumnya Polda Metro Jaya menerima dua laporan kasus ujaran kebencian berdasar suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA yang diduga dilakukan oleh Habib Bahar. Kedua laporan itu dilayangkan pada Desember 2021.

 

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan laporan pertama dilayangkan pada 7 Desember 2021. Selain Habib Bahar, pelapor juga melaporkan Eggi Sudjana dalam kasus ini.

 

Adapun, laporan tersebut telah diterima dan teregistrasi dengan Nomor: LP/B/6146/XII/2021/SPKT POLDA METRO JAYA.

 

"Kemudian 17 Desember 2021 yang dilaporkan Bahar Smith pelaporan terkait dengan hal ujaran kebencian dan bersifat bisa timbulkan permusuhan dan SARA," kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (20/12/2021).

 

Laporan kedua, tercatat dengan Nomor: LP/B/6354/XII/2021/SPKT POLDA METRO JAYA tertanggal 17 Desember 2021.

 

Dalam dua berkas laporan berbeda itu, para pelapor mempersangkakan pasal yang sama. Mereka mempersangkakan dengan Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45A Ayat 2 dan atau Pasal 32 Ayat 1 Juncto Pasal 48 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 207 KUHP.  (suara)




SANCAnews.id – Sosok mantan vokalis band Nidji, Giring Ganesha kini disorot publik usai menyampaikan pidato yang terindikasi menyerang Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

 

Giring yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ramai dibahas karena dalam pidatonya, ia menyinggung sosok menteri pembohong pecatan Presiden Joko Widodo.

 

"Indonesia akan suram jika yang terpilih kelak adalah seorang pembohong dan juga pernah dipecat oleh Pak Jokowi karena tidak becus bekerja," demikian pidato Giring beberapa waktu yang lalu.

 

Gara-gara pidato kontroversialnya tersebut, nama Giring pun diolok-olok warganet. Bahkan salah satu warganet mengungkap bahwa Giring pernah di-drop out dari Universitas Paramadina.

 

Padahal diketahui Anies Baswedan merupakan Rektor Universitas Paramadina periode 15 Mei 2007 hingga 6 Januari 2015. Anies menyabet predikat rektor termuda di Indonesia saat itu yakni pada usia 38 tahun.

 

Berdasarkan data yang dikutip Kantor Berita RMOLJakarta dari PDDikti atau Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek, Selasa (28/12), Giring tercatat sebagai mahasiswa Universitas Paramadina yang mengambil studi Hubungan Internasional.


Giring memiliki Nomor Induk Mahasiswa 202000249 dengan status "dikeluarkan" pada 2011. (*)



 

SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyindir secara halus Ketua Umum PSI, Giring Ganesha.

 

Menurut Refly, Giring adalah orang yang hebat. Meski belum menyelesaikan pendidikan strata 1, Giring sudah menjadi ketua umum partai, dan berpidato di hadapan Presiden Joko Widodo.

 

“Hebat yah, belum S1 sudah jadi ketua umum partai, dan bisa pidato depan Presiden Jokowi,” ujar Refly sambil tertawa sebagaimana video yang diupload di YouTube pribadinya pada Selasa 28 Desember 2021.

 

Awalnya, Refly Harun menanggapi nyinyiran Giring pada Anies yang disampaikan persis di depan Presiden Joko Widodo.

 

Giring menuding Anies sebagai ‘pembohong.’ Meski tidak menyebut secara langsung nama yang dimaksud, publik meyakini bahwa itu adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

 

Refly kemudian membandingkan Anies Baswedan yang pernah menjadi Rektor di Universitas Paramadina, dan Giring Ganesha sebagai mahasiswa di kampus yang sama.

 

Meskipun berasal dari almamater yang sama, menurut Refly, Giring adalah mahasiswa yang drop out atau dikeluarkan.

 

“Giring ini, adalah mahasiswa DO dari Universitas Paramadina, sementara Anies adalah mantan rektor. Berarti rektor dan mantan mahasiswanya,” ujar Refly sambil tertawa.

 

Lebih lanjut, Refly memperlihatkan data Giring Ganesha yang terekap dalam PDDikti. Dalam keterangan tersebut tertulis, status mahasiswa Giring adalah dikeluarkan, sementara status awalnya adalah pindahan.

 

Meski begitu, Refly menegaskan bahwa tidak selamanya mahasiswa yang dikeluarkan dari universitas diukur dari kemampuan.

 

Mungkin saja, karena faktor kesibukan membangun karir, sehingga tidak sempat untuk melanjutkan kuliah lagi.

 

“Kita tahu, dikeluarkan itu belum tentu juga karena kemampuan yah, bisa saja karena terlalu sibuk menjalani karir, sehingga tidak sempat kuliah lagi,” tutur Refly. (terkini)



 

SANCAnews.id – Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo ikut menyayangkan masih adanya sikap sikap arogansi aparat saat bertugas melakukan pengamanan atau pengawalan tamu VVIP. Dia sendiri menyayangkan masih ada mental petugas yang sewenang-wenang seperti itu kepada warga. "Itu arogansi namanya," kata Agus kepada wartawan, Selasa (28/12).

 

Agus mengingatkan, walaupun warga tersebut dianggap salah, dalam menjalankan tugas aparat atau petugas harus menjalankan tugas sesuai aturan hukum. "Kalau ada warga yang sengaja menghalangi, misalnya, ya ada sanksi hukumnya," tegas Agus.

 

Sehingga, menurut dia, petugas atau aparat paspampres tak perlu menunjukkan sikap arogansi berlebih-lebihan. Apalagi sampai merusak spion atau fasilitas milik warga biasa, yang mudah menjadi korban kekerasan aparat. Karena kalaupun warga dituduh bersalah, menurut dia, pasti ada hukuman dan sanksi yang akan diterima warga tersebut.

 

Sebelumnya viral di media sosial sebuah video saat pengamanan tamu VVIP oleh paspampres merusak spion pengendara mobil. Pengendara yang bernama Taufan_Gilber ini seketika membagikan video pengalamannya, ketika di jalan raya kemudian lewatlah rombongan paspampres yang disusul dengan memukul kaca spion mobil miliknya.

 

Walaupun sudah ada kronologi dan ucapan permintaan maaf dari Taufan Gilbert terkait kesalahannya, dimana ia tidak memdengar seruan paspampres untuk menepi perlahan. Hal ini, tidak dilakukan dikarenakan ia sedang menggunakan handphone atau ponsel miliknya, yang seharusnya hal itu dilarang.

 

Taufan Gilbert sendiri telah mengakui kesalahannya dan membubuhkan keterangan bersalahnya di atas materai. Dan kejadian ini, juga telah dijelaskan duduk perkaranya oleh Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono. Walaupun akhirnya sikap arogansi paspampres kepada warga sipil, merusak kaca spion tersebut sangat disayangkan. (republika)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.