Latest Post


 

SANCAnews.id – Kepala Puskesmas Patimpeng, Andi Asis mengaku belum mendapatkan kabar soal kematian pelajar kelas 1 MTS Patimpeng, Kabupaten Bone, yang meninggal usai divaksin Covid-19 kedua.

 

Namun demikian, dia membenarkan bahwa yang melakukan vaksinasi terhadap semua pelajar MTS Patimpeng adalah pihaknya, dan itu dilakukan sekitar dua bulan lalu.

 

"Pelajar MTS Patimpeng divaksin di puskesmas, tapi saya tidak tahu kalau ada meninggal usai divaksin karena belum ada penyampaian ke saya," kata Andi Asis, Senin (27/12/2021).

 

Menurutnya, bahwa ada kabar yang sampai ke dia bahwa memang ada orang yang meninggal dunia di Desa Gattareng, tapi meninggal karena "Attikengeng" (Semua badannya hitam).

 

Ditanya soal yang disesalkan orang tua korban karena tidak ada penyampaian sebelumnya, Andi Asis justru menyalahkan pihak sekolah. Sebab, sebelumnya pihak puskesmas memang sudah menyampaikan ke sekolah bahwa pelajar yang mau divaksin Covid-19 harus ada izin dari para orang tua.

 

"Setiap kita mau vaksin untuk siswa pasti diberitahukan ke gurunya untuk menyampaikan ke orang tua, kalau tidak ada penyampaian ke orang tua, berarti itu kesalahan guru," dalihnya.

 

Sebelum melakukan vaksin Covid-19, kata dia, sebelumnya discreening dulu dan semua prosedur telah dilaksanakan. Screening sendiri bertujuan untuk mengetahui tekanan darah, selain itu vaksinator juga bertanya ke yang bersangkutan apakah ada riwayat penyakit sebelumnya atau tidak.

 

"Kalau itu jantung saya tidak paham karena saya bukan ahlinya, karena di screening memang tidak bisa terdeteksi kalau jantung, screening, untuk tahu tinggi atau rendah tekanan darahnya, jadi masyarakat sendiri yang harus sampaikan kalau ada penyakit bawaannya, jantung misalnya," lanjut Azis.

 

Tak hanya itu, Asis mengatakan bahwa dia juga tidak bisa disalahkan kalau nyawa seseorang sudah mau mati juga. "Tidak bisa disalahkan hanya satu pihak karena jangan sampai penyebabnya bukan dari situ, kita kan harus buktikan dulu dengan hasil visum baru diketahui pasti penyebab kematiannya," tandasnya.

 

Andi Asis juga mengatakan bahwa tidak mungkin pemerintah menyarankan warganya untuk vaksin Covid-19, sepanjang vaksin ini bertujuan untuk obat.

 

"Kalau sampai hari ini belum ada yang saya tahu punya resiko masalah vaksin, vaksin ini kan cuma vitamin, cuma saya tidak tahu vitamin apa silahkan tanya dokter karena saya hanya penanggungjawab disini," tutupnya. (bukamata)



 

SANCAnews.id – PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga LPG atau elpiji nonsubsidi mulai tanggal 25 Desember. Adapun kenaikan ini disebabkan harga LPG dunia yang terus naik.

 

Adanya kenaikkan harga gas elpiji nonsubsidi yang dilakukan Pertamina ini menarik perhatian salah satu kader Partai Demokrat, yakni Cipta Panca Laksana.

 

Dalam tanggapannya mengenai kenaikkan harga gas elpiji nonsubsidi ini, Cipta Panca melontarkan sebuah sindiran dengan menyinggung Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

 

"Selamat tahun baru. Hidup Ahok," katanya dikutip dari Twitter @panca66 pada Selasa, 28 Desember 2021.

 

Sebelumnya, Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menyatakan, besaran penyesuaian harga LPG non subsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5% berkisar antara Rp 1.600 – Rp 2.600 per Kg.

 

“Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG ke depan serta menciptakan fairness harga antar daerah,” ujar Irto.

 

Irto menuturkan, tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG terus meningkat sepanjang tahun 2021, di mana pada November 2021 mencapai USD 847 per metrik ton, harga tertinggi sejak tahun 2014 atau meningkat 57% sejak Januari 2021.

 

“Penyesuaian harga LPG non subsidi terakhir dilakukan tahun 2017. Harga CPA November 2021 tercatat 74% lebih tinggi dibandingkan penyesuaian harga 4 tahun yang lalu,” jelasnya. (glc)


 

SANCAnews.id – Aksi mogok kerja yang akan digelar Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) pada 29 Desember hingga 7 Januari 2022 disayangkan oleh Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN Bersatu).

 

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Tri Sasono semakin menyayangkan karena FSPPB menuntut Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

 

“Ini bukan domain dari tujuan pekerja dalam berserikat,” tegasnya kepada wartawan, Selasa (28/12).

 

Lebih lanjut, Tri Sasono menilai kinerja Pertamina di bawah kepemimpinan Nicke Widyawati sudah baik, bahkan terbilang istimewa. Ini lantaran perusahaan plat merah itu mampu membukukan laba bersih sebesar 183 juta dolar AS atau setara Rp 2,6 triliun pada semester I 2021.

 

“Realisasi ini berbanding terbalik dengan tahun lalu yang merugi hingga 768 juta dolar AS,” urainya.

 

Lebih lanjut, Tri Sasono menyoroti kinerja Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Di mana Ahok sempat mengklaim telah berpesan kepada direksi Pertamina agar bersikap adil, sehingga aksi mogok bisa dihindari.

 

Dari klaim tersebut, terlihat bahwa Ahok tidak mampu bekerja dengan baik. Sebab, sikap adil dan penjelasan direksi Pertamina tentang kajian agile working nyatanya tidak bisa menghindari ancaman mogok dari FSPPB.

 

“Jelas kisruh yang terjadi hingga ancaman mogok selama ini akibat ketidakmampuan dari kerja Komisaris Utama Pertamina yang lebih banyak gaduh, tapi tidak punya prestasi sama sekali dalam membangun Pertamina,” sambungnya.

 

Kegaduhan yang dimaksud adalah mulai dari koar-koar Ahok menentang rencana Pertamina membangun industri mobil listrik lewat media sosial pribadi, hingga mengomentari kondisi BUMN-BUMN di luar Pertamina.

 

“Dari sini dapat disimpulkan bahwa Ahok ditempatkan di Pertamina oleh Jokowi bukan bekerja, malah buat ribut dan gaduh aja. Sayang juga duit Pertamina keluar untuk gaji Ahok hanya untuk gaduh,” sambung Tri Sasono.

 

Atas alasan itu, lanjut Tri Sasono, FSP BUMN Bersatu meminta Jokowi menegur dan mengevaluasi Ahok. Salah satunya dengan meminta Erick Thohir mencopot Ahok dari posisi komut Pertamina. (rmol)



 

SANCAnews.id – Mantan Sekretaris Menteri BUMN, Muhammad Said Didu menanggapi soal akun Facebook ILC (Indonesia Lawyers Club) yang di-banned karena mengunggah video penceramah, Bahar bin Smith.

 

“Makin otoriter,” kata Said Didu melalui akun Twitter pribadinya melalui akun Twitter pribadinya pada Senin, 27 Desember 2021.

 

“Setelah Instagram Karni Ilyas Club dibanned, sekarang FB ILC yang dibanned, tidak bisa posting selama 24 jam karena postingan promo Habib Bahar dianggap melawan kebijakan FB,” sambungnya.

 

Bersama pernyataannya, Said Didu melampirkan tangkapan layar pemberitahuan dari pihak Facebook kepada akun “Indonesia Lawyes Club”.

 

“Anda tidak bisa mengunggah atau meninggalkan komentar selama 24 jam,” demikian tertulis di awal pemberitahuan tersebut.

 

Faceebok menjelaskan bahwa alasan akun tersebut dilarang selama 24 jam adalah karena unggahan sebelumnya yang tidak memenuhi standar komunitas atau community standar facebook.

 

Adapun unggahan yang dimaksud, yakni potongan video dan tautan link YouTube wawancara Host ILC, Karni Ilyas dan penceramah, Bahar bin Smith.

 

“Posting ini bertentangan dengan standar kami tentang individu dan organisasi yang berbahaya,” demikian tertulis.

 

Sebagaimana diketahui, Karni Ilyas sebelumnya memang mengundang dan mewawancarai Bahar bin Smith di acara Karni Ilyas Club.

 

Wawancara itu diunggah di YouTube pada 23 Desember 2021 dan dipromosikan di beberapa akun Karni Ilyas Club dan ILC.

 

Sekedar catatan, Bahar bin Smith akhir-akhir ini ramai dibicarakan karena ceramahnya yang kontroversial.

 

Salah satu ceramahnya yang sempat ramai dibicarakan adalah bahwa ia akan menghabisi pengkhianat pendiri Front Pembela Islam (FPI) satu per satu. (terkini)



 

SANCAnews.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)  menuntut Muhammad Yahya Waloni, terdakwa ujaran kebencian dan penistaan agama, dengan pidana penjara selama tujuh bulan dan denda sebesar Rp50 juta atau subsider satu bulan kurungan.

 

Tuntutan itu dibacakan oleh Tim JPU Kejari Jaksel dalam sidang yang berlangsung di PN Jaksel, Selasa, 28 Desember.

 

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Yahya Waloni dengan pidana penjara selama tujuh bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp50 juta subsider satu bulan kurungan," kata JPU membacakan tuntutan dilansir dari Antara.

 

Dalam tuntutannya, jaksa penuntut menyatakan Yahya Waloni terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

 

Perbuatan Yahya Waloni melanggar Pasal 45 a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatannya telah merusak kerukunan antarumat beragama yang sudah berjalan lama.

 

Adapun hal-hal yang meringankan, yakni terdakwa Yahya Waloni tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan, menyesali perbuatannya dan telah meminta maaf kepada umat Nasrani dan seluruh rakyat Indonesia.

 

Selain itu, saksi pelapor telah memaafkan perbuatan terdakwa, meskipun kasus hukum terdakwa dilanjutkan demi kebaikan bersama.

 

"Terdakwa Yahya Waloni berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi dan diharapkan dapat memperbaiki di masa mendatang. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga," kata jaksa penuntut.

 

Usai dibacakan tuntutan, ketua majelis hakim menanyakan tanggapan terdakwa Yahya Waloni yang menjalani persidangan tanpa didampingi pengacara. Hakim menanyakan apakah terdakwa menerima tuntutan tersebut dan berhak mengajukan pleidoi (pembelaan, Red).

 

Yahya menyatakan menerima dan langsung menyampaikan pembelaannya secara lisan. Majelis hakim lantas mempersilakan terdakwa menyampaikan pembelaannya. Dalam pembelaannya, Yahya mengakui dan menyesali perbuatannya, serta meminta maaf kepada umat Nasrani seluruh Indonesia.

 

Yahya mengakui perbuatannya melanggar etika dan moralitas berbangsa dan bernegara, oleh karena itu menerima segala konsekuensinya, dan menjalani persidangan tanpa didampingi oleh pengacara.

 

Ia pun berjanji setelah keluar dari penjara akan kembali menjadi pendakwah yang baik, menyerukan pada persatuan dan kesatuan antarumat beragama.

 

"Saya menyadari penuh, apa yang saya lakukan ini akan mendorong saya lebih baik ke depan, akan menjadi seorang pendakwah yang lebih santun, bermartabat, beretika menyampaikan risalah dakwah," kata Yahya.

 

Usai pembacaan pembelaan dari terdakwa, majelis hakim menunda sidang selama dua pekan untuk pembacaan putusan yang diagendakan pada 11 Januari 2022. (voi)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.