Latest Post



SANCAnews.id – Beredar sebuah video di media sosial memperlihatkan seorang pengemudi mobil tampak kesal karena kaca spion mobilnya pecah dipukul paspampres.

 

Si pengendara yang diduga halangi rombongan Presiden Jokowi itu lalu mengumpat. "Pak Jokowi, tolong Pak, itu rombongannya, Pak. Lewat-lewat aja Pak, enggak usah rusak spion juga kali, Pak," ucapnya.

 

Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono membenarkan insiden itu. Namun ia tak menjelaskan rinci kapan dan di mana kejadian tersebut.

 

Kepada awak media, Heru mengirimkan sebuah video dan surat pernyataan atas nama Taufan Aziz berusia 28 tahun yang meminta maaf atas kejadian itu.

 

"Silakan," ucap Heru mempersilakan media memuat keterangan pengendara mobil.




Dalam surat tanggal 27 Desember 2021 itu, ia mengakui telah menghalangi rombongan Jokowi karena mobilnya terlalu kanan, lantaran sambil memegang HP.

 

Lebih lanjut, Taufan juga menyampaikan permohonan maaf atas kejadian itu. Pria asal Bogor itu menyebut Paspampres sudah mengganti rugi spion yang pecah.

 

"Dengan adanya kejadian tersebut saya memohon maaf atas perbuatan yang saya lakukan dan tidak akan mengulangi,” tutur dia. (kumparan)





 

SANCAnews.id – Munculnya anggapan keliru atas gugatan uji materi terkait presidential threshold (preshold) 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK) disayangkan Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma.

 

Menurutnya, anggapan keliru itu bisa jadi timbul karena yang bersangkutan tidak memahami substansi masalah, atau bisa jadi karena dia tak mau membaca sejarah.

 

“Orang-orang seperti itu biasanya merasa pintar sendiri, tapi malah kebelinger,” katanya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (28/12).

 

Lieus menekankan bahwa persoalanpresidential threshold 20 persen bukan hal yang baru saja muncul jelang Pemilu 2024. Sudah sejak awal pembahasannya di DPR pun sudah muncul kontroversi.

 

“Itu dibuktikan dengan walk out-nya empat partai, yakni Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN dari ruang sidang paripurna DPR pada 21 Juli 2017,” kata Lieus.

 

Bahkan, tambah Lieus, kala itu sidang paripurna hanya dipimpin oleh Ketua DPR Setya Novanto yang didampingi Wakilnya, Fahri Hamzah.

 

“Tiga wakil ketua DPR lainnya, Fadli Zon (Gerindra), Agus Hermanto (Demokrat) dan Taufik Kurniawan (PAN) melakukan aksi walk out bersama seluruh rekan satu fraksi mereka,” tutur Lieus.‎

 

Waktu itu, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN)  melakukan aksi walk out karena tidak ingin mengikuti voting terhadap opsi paket lima isu krusial RUU Pemilu. Mereka ingin ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 0 persen alias dihapuskan dalam RUU Pemilu.

 

Bahkan, tambah Lieus, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sendiri menyebut presidential threshold 20 persen merupakan lelucon politik yang menipu rakyat.

 

“Prabowo beralasan, mereka walk out karena tidak mau ikut bertanggung jawab dalam pengesahan RUU Pemilu itu. Prabowo menyebut pihaknya tidak mau ikut sesuatu yang melawan akal sehat dan logika. Seperti katanya, dia tidak mau ditertawakan oleh sejarah,” kata Lieus.

 

Jadi, tambah Lieus, penolakan atas presidential threshold 20 persen itu sudah muncul sejak sebelum UU 7/2017 disahkan.

 

“Jadi ini bukan barang baru. Sayangnya selama bertahun-tahun kita terlalu mabuk oleh ephoria kemenangan untuk dukung mendukung Capres yang diusung Parpol sehingga mengabaikan persoalan krusial yang menjadi hak konstitusional rakyat ini,” katanya.

 

Lebih lanjut Lieus mengingatkan pengurus partai-partai politik bahwa demokrasi sangat membutuhkan azas keadilan dan tidak memaksakan kehendak dengan segala cara. Rakyat juga punya hak dan aspirasinya sendiri soal siapa yang akan menjadi presidennya.

 

“Jangan hak dan aspirasi itu dibungkam oleh peraturan perundang-undangan yang tak logis,” katanya.

 

Terkait adanya petinggi Partai Gerindra yang belakangan menyatakan presidential threshold 20 persen, Lieus mengatakan bahwa sikap itu sangat bertentangan dengan apa yang pernah dinyatakan Prabowo.

 

“Pak Prabowo pernah mengatakan Gerindra menolak presidential threshold 20 persen itu. Pernyataan itu sampai sekarang belum dicabut. Jadi petinggi Gerindra hendaknya jangan plin plan soal ini,” tegas Lieus. []



 

SANCAnews.id – Politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, yang mengeklaim pembubaran Front Pembela Islam (FPI) membuat masyarakat senang.

 

Kapitra mempertanyakan indikator dan tolok ukur Mahfud MD mengeluarkan pernyataan tersebut.

 

"Realitasnya apakah betul rakyat itu sekarang tidak ada masalah, nyaman, dan sebagainya? kata Kapitra kepada JPNN.com, Senin (27/12).

 

Kapitra menjelaskan permasalahan bangsa ini tidak hanya FPI saja. Banyak permasalahan lainnya di negara ini yang harus diselesaikan, dituntaskan.

 

"Saya ingin katakan problem bukan masalah FPI saja, kalau pemerintah anggap FPI itu masalah, tetapi banyak sekali, kompleksitas yah," ujar Kapitra.

 

"Jadi, kita lihatlah sesuatu dengan jernih, sehingga presiden tidak hanya mendapatkan informasi yang subjektif dan berpihak. Jangan berbeda dengan realitas kasihan, dong, presidennya," sambung Kapitra.

 

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengeklaim pembubaran FPI membuat masyarakat senang.

 

Sebab, kata mantan Ketua MK itu, iklim politik lebih stabil tanpa organisasi yang dipimpin Habib Rizieq Shihab tersebut.

 

"Sesudah itu (FPI dibubarkan, red), kan, masyarakat senang, ternyata terasa hidup nyaman sekarang. Sesudah itu dibubarkan, politik stabil," kata Mahfud dalam diskusi virtual pada Minggu (26/12). **



 

SANCAnews.id – Kepala Puskesmas Patimpeng, Andi Asis mengaku belum mendapatkan kabar soal kematian pelajar kelas 1 MTS Patimpeng, Kabupaten Bone, yang meninggal usai divaksin Covid-19 kedua.

 

Namun demikian, dia membenarkan bahwa yang melakukan vaksinasi terhadap semua pelajar MTS Patimpeng adalah pihaknya, dan itu dilakukan sekitar dua bulan lalu.

 

"Pelajar MTS Patimpeng divaksin di puskesmas, tapi saya tidak tahu kalau ada meninggal usai divaksin karena belum ada penyampaian ke saya," kata Andi Asis, Senin (27/12/2021).

 

Menurutnya, bahwa ada kabar yang sampai ke dia bahwa memang ada orang yang meninggal dunia di Desa Gattareng, tapi meninggal karena "Attikengeng" (Semua badannya hitam).

 

Ditanya soal yang disesalkan orang tua korban karena tidak ada penyampaian sebelumnya, Andi Asis justru menyalahkan pihak sekolah. Sebab, sebelumnya pihak puskesmas memang sudah menyampaikan ke sekolah bahwa pelajar yang mau divaksin Covid-19 harus ada izin dari para orang tua.

 

"Setiap kita mau vaksin untuk siswa pasti diberitahukan ke gurunya untuk menyampaikan ke orang tua, kalau tidak ada penyampaian ke orang tua, berarti itu kesalahan guru," dalihnya.

 

Sebelum melakukan vaksin Covid-19, kata dia, sebelumnya discreening dulu dan semua prosedur telah dilaksanakan. Screening sendiri bertujuan untuk mengetahui tekanan darah, selain itu vaksinator juga bertanya ke yang bersangkutan apakah ada riwayat penyakit sebelumnya atau tidak.

 

"Kalau itu jantung saya tidak paham karena saya bukan ahlinya, karena di screening memang tidak bisa terdeteksi kalau jantung, screening, untuk tahu tinggi atau rendah tekanan darahnya, jadi masyarakat sendiri yang harus sampaikan kalau ada penyakit bawaannya, jantung misalnya," lanjut Azis.

 

Tak hanya itu, Asis mengatakan bahwa dia juga tidak bisa disalahkan kalau nyawa seseorang sudah mau mati juga. "Tidak bisa disalahkan hanya satu pihak karena jangan sampai penyebabnya bukan dari situ, kita kan harus buktikan dulu dengan hasil visum baru diketahui pasti penyebab kematiannya," tandasnya.

 

Andi Asis juga mengatakan bahwa tidak mungkin pemerintah menyarankan warganya untuk vaksin Covid-19, sepanjang vaksin ini bertujuan untuk obat.

 

"Kalau sampai hari ini belum ada yang saya tahu punya resiko masalah vaksin, vaksin ini kan cuma vitamin, cuma saya tidak tahu vitamin apa silahkan tanya dokter karena saya hanya penanggungjawab disini," tutupnya. (bukamata)



 

SANCAnews.id – PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga LPG atau elpiji nonsubsidi mulai tanggal 25 Desember. Adapun kenaikan ini disebabkan harga LPG dunia yang terus naik.

 

Adanya kenaikkan harga gas elpiji nonsubsidi yang dilakukan Pertamina ini menarik perhatian salah satu kader Partai Demokrat, yakni Cipta Panca Laksana.

 

Dalam tanggapannya mengenai kenaikkan harga gas elpiji nonsubsidi ini, Cipta Panca melontarkan sebuah sindiran dengan menyinggung Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

 

"Selamat tahun baru. Hidup Ahok," katanya dikutip dari Twitter @panca66 pada Selasa, 28 Desember 2021.

 

Sebelumnya, Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menyatakan, besaran penyesuaian harga LPG non subsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5% berkisar antara Rp 1.600 – Rp 2.600 per Kg.

 

“Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga LPG ke depan serta menciptakan fairness harga antar daerah,” ujar Irto.

 

Irto menuturkan, tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG terus meningkat sepanjang tahun 2021, di mana pada November 2021 mencapai USD 847 per metrik ton, harga tertinggi sejak tahun 2014 atau meningkat 57% sejak Januari 2021.

 

“Penyesuaian harga LPG non subsidi terakhir dilakukan tahun 2017. Harga CPA November 2021 tercatat 74% lebih tinggi dibandingkan penyesuaian harga 4 tahun yang lalu,” jelasnya. (glc)

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.