Latest Post


SANCAnews.id – Janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin merampingkan kabinetnya bertolakbelakang dengan banyaknya wakil menteri (Wamen) di struktur pemerintahan.

 

Terbaru, Jokowi kembali mengalokasikan Wamen di Kementerian Sosial. Ketentuan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2021 Tentang Kementerian Sosial pada 14 Desember 2021.

 

Dengan bertambahnya satu kursi Wamen, maka total kursi wamen di Kabinet Indonesia Maju menjadi 16. Sementara pada Kabinet Indonesia Kerja, Jokowi hanya mengalokasikan tiga kursi wamen.

 

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, mengatakan membengkahnya kursi Wamen pada Kabinet Indonesia Maju layak dipersoalkan.

 

Pasalnya, sejauh ini belum jelas apa urgensi penetapan kursi Wamen dalam satu kementerian.

 

"Semua tugas dan fungsi kementerian sesungguhnya sudah terbagi habis di unit eselon satu. Tugas dan fungsi eselon satu juga sudah dijabarkan secara operasional oleh unit eselon dua," kata Jamil kepada Pedoman Tangerang–jaringan Pikiran Rakyat–Senin, 27 Desember 2021.

 

Pada Juli 2020, Jokowi pernah menyatakan akan terus merampingkan struktur pemerintahannya. Dia misalnya, berencana membubarkan 18 lembaga nonstruktural untuk meringankan beban keuangan negara.

 

"Dalam waktu dekat ini ada 18 lembaga (yang akan dirampingkan),” kata Jokowi saat berbincang bersama wartawan di Istana Merdeka, Senin, 13 Juli 2020.

 

Jokowi mengatakan alasan perampingan untuk menghemat anggaran negara. Alokasi anggaran untuk pembiayaan 18 lembaga nonstruktural itu rencananya akan dikembalikan ke lembaga struktural yang ada.

 

"Semakin ramping organisasi ya cost-nya kan semakin bisa kita kembalikan. Anggaran, biaya. Kalaupun bisa kembalikan ke menteri, kementerian, ke dirjen, direktorat, direktur, kenapa kita harus pakai badan-badan itu lagi, ke komisi-komisi itu lagi," ujarnya.

 

Menurut Jamil, semua kebijakan yang terkait tugas dan fungsi setiap kementerian sudah ditentukan oleh menteri. Adapun seorang Sekjen biasanya mewakili menteri dalam kegiatan seremonial.

 

Sementara dirjen mewakili menteri dalam bidang operasional sesuai tugas dan fungsi kementeriannya.

 

"Jadi, tugas dan fungsi setiap kementerian pada dasarnya sudah terbagi habis. Karena itu, tidak ada lagi tugas dan fungsi kementerian yang perlu didistribusikan untuk Wamen," jelasnya.

 

Jamil mengatakan penempatan Wamen di kementerian pada dasarnya bukanlah kebutuhan. Sebab, kementerian yang sudah memiliki kursi Wamen juga kinerjanya tidak membaik.

 

"Ada kesan kursi wamen hanya untuk mengakomodir orang-orang yang dinilai berjasa mengantarkan Jokowi jadi presiden. Jadi, kursi wamen hanya untuk mengakomodasi kepentingan politik," ujar Jamil.

 

Dia menilai kebijakan ini tidak sejalan dengan keinginan Jokowi yang selalu ingin berhemat.

 

Duduknya 16 Wamen di Kabinet Indonesia Maju dinilai menjadi beban yang tak sedikit bagi negara. Padahal negara saat ini tengah mengalami kesulitan keuangan akibat pandemi.

 

"Jokowi seharusnya menghentikan penambahan kursi Wamen. Selain memang tidak berkaitan dengan peningkatan kinerja kabinet, juga tidak sejalan dengan janjinya untuk menyusun kabinet yang ramping," pungkas Jamil. (*)




 

SANCAnews.id – Politisi Partai Demokrat, Abdullah Rasyid menanggapi pernyataan Mahfud MD yang menyebut bahwa masyarakat senang Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan.

 

Abdullah Rasyid mempertanyakan masyarakat mana yang dimaksud oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) tersebut.

“Coba mas Mahfud MD chek lagi. Masyarakat mana yang senang?” kata Abdullah Rasyid melalui akun Twitter pribadinya pada Minggu, 26 Desember 2021.

 


Sebelumnya, Mahfud MD menyebut bahwa setelah FPI dibubarkan, masyarakat senang dan merasa hidup lebih nyaman.

 

Sebelum mengatakan itu, ia menyinggung bahwa Pemerintah mengakhiri kelompok-kelompok yang suka membuat kekerasan di berbagai daerah.

 

Lebih spesifik, Mahfud MD menyebut bahwa Pemerintah membubarkan atau melarang diteruskannya FPI karena legal standing-nya tidak ada.

 

“Sesudah itu (pembubaran FPI) kan masyarakat senang, ternyata terasa hidup nyaman sekarang sesudah itu dibubarkan maka politik stabil,” ujarnya dalam sebuah diskusi daring pada Minggu, dilansir dari Republika.

 

Seperti diketahui, pada tahun 2020, Pemerintah memutuskan untuk melarang kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut FPI di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

 

Selain itu, Pemerintah juga memutuskan bahwa apabila terjadi pelanggaran dari keputusan tersebut, maka aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh FPI.

 

Pemerintah juga meminta masyarakat untuk tidak terpengaruh ataupun terlibat dalam kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut FPI.

 

“Kemudian, untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut FPI,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, saat membacakan SKB itu pada 30 Desember 2020. (terkini)



 

SANCAnews.id – Ketua GNPF Ulama, Ustaz Yusuf Martak mengatakan di Indonesia saat ini sangat ramai bermunculan penistaan gama, khususnya Islam.

 

Yusuf Martak juga melihat saat ini banyak yang mengaku beragama Islam tetapi aslinya Islamphobia dan seperti menjadi komunis gaya baru.

 

Islamofobia sendiri adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim.

 

“Mustahil orang yang beragama Islam rela membayar buzzer-buzzer penjilat untuk agamanya dihinakan dan dinista, berarti mereka aslinya adalah komunis gaya baru yang sedang menyusun kekuatan,” jelas Yusuf Martak pada Minggu, 26 Desember 2021 dilansir dari RMOL.

 

Banyaknya laporan pada orang yang terindikasi penista agama tidak ditindak oleh aparat merupakan dasar dari argumentasi yang diungkapkan Yusuf Martak.

 

Kata Yusuf Martak, banyak buzzer sampah peradaban bangsa yang sampai saat ini kesannya mendapat perlindungan pihak tertentu.

 

Lebih lanjut Yusuf Martak juga meyakini bahwa para buzzer tersebut melaporkan kepada pimpinannya atas karya-karya penghinaan mereka yang membuat gaduh masyarakat.

 

“Apakah apabila aparat tidak menindaklanjuti laporan-laporan masyarakat lalu pimpinan aparatnya ditegur oleh Presiden?,” kata Yusuf Martak.

 

Yusuf Martak lantas mengingatkan kepada aparat penegak hukum untuk tidak terus-menerus cuek dengan tidak mengambil tindakan pada para penista yang menggaduhkan negara.

 

“Maka jangan menyesal bila suatu saat kesabaran umat Islam telah hilang dan mengambil cara dan jalannya sendiri,” tegasnya. (terkini)



 

SANCAnews.id – Pegiat media sosial, Christ Wamea menilai bahwa hanya masyarakat yang berpaham komunis yang merasa senang atau hidup lebih nyaman usai Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan.

 

“Hanya masyarakat yang berpaham komunis saja yang merasa senang atau hidup lebih nyaman usai FPI dibubarkan,” kata Christ Wamea melalui akun Tiwtter pribadinya pada Senin, 17 Desember 2021.

 

Dalam cuitannya yang lain, Christ Wamea menyindir Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD yang mengatakan bahwa masyarakat merasa senang dan hidup lebih nyaman usai FPI dibubarkan.

 

“Masih saja FPI yang dibicarakan,” kata Christ Wamea pada Minggu, 26 Desember 2021.

 

Dilansir dari Republika, sebelumnya Mahfud MD menyinggung bahwa Pemerintah mengakhiri kelompok-kelompok yang suka membuat kekerasan di berbagai daerah.

 

Lebih spesifik, ia menyebut bahwa Pemerintah membubarkan atau melarang diteruskannya FPI karena legal standing-nya tidak ada.

 

“Sesudah itu (pembubaran FPI) kan masyarakat senang, ternyata terasa hidup nyaman sekarang sesudah itu dibubarkan maka politik stabil,” ujarnya dalam sebuah diskusi daring pada Minggu.

 

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2020, Pemerintah memutuskan untuk melarang kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut FPI di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

Hal ini tertuang di dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

 

Bukan hanya itu, Pemerintah juga memutuskan bahwa apabila terjadi pelanggaran dari keputusan tersebut, maka aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh FPI.

 

Pemerintah juga meminta masyarakat untuk tidak terpengaruh ataupun terlibat dalam kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut FPI.

 

“Kemudian, untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut FPI,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, saat membacakan SKB itu pada 30 Desember 2020. (terkini)



 

SANCAnews.id – Pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan, masyarakat saat ini hidup tenang setelah Front Pembela Islam atau FPI dibubarkan oleh pemerintah menuai respons dari kritikus Faizal Assegaf.

 

Faizal Assegaf menyebut Mahfud MD sebagai mentor Partai Solidaritas Islam (PSI) yang anti FPI.

 

“Sbg mentor PSI wajar Mahfud MD anti FPI, krn kalah di Pilgub DKI & gagal bawa PSI ke Senayan,” tulis Faizal di akun Twitternya, Minggu malam (26/12/2021).

 

Faizal Assegaf bahkan menuding mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu frustasi melihat sepak terjang eks FPI yang tetap eksis.

 

“Selain itu, Mahfud frustasi melihat FPI sdh dibubarkn tp mrk tulus & giat membantu rakyat dlm aneka bencana alam,” katanya.

 

Karena itu, Faizal menyarankan Mahfud MD untuk belajar soal toleransi ke negara tetangga Timor Leste.

 

“Mahfud sebaiknya kursus bernegara dari Timor Leste biar cerdas!,” sarannya.

 

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, pembubaran FPI merupakan sikap tegas Presiden Jokowi kepada ormas-ormas atau kelompok yang gemar melakukan kebesaran di masyarakat.

 

“Pada akhir tahun 2020 dan awal 2021 ditegaskan presiden. Pertama kita mengakhiri kelompok-kelompok yang suka bikin kekerasan di berbagai daerah dengan tegas, yaitu kita membubarkan atau melarang diteruskannya FPI karena legal standingnya tidak ada,” kata Mahfud dalam diskusi secara daring, Minggu (26/12/2021).

 

Menurut Mahfud, setelah FPI dibubarkan, masyarakat mendapat ketenangan dalam hidup. Kondisi politik Indonesia juga kembali stabil.

 

“Dan sesudah itu kan masyarakat senang, ternyata terasa hidup nyaman sekarang sesudah itu dibubarkan maka politik stabil,” kata Mahfud Md.

 

Pemerintah resmi membubarkan FPI pada Desember 2020 lalu. Segala bentuk aktifitas FPI juga dilarang karena dianggap ilegal. Baik berupa baliho, lambang FPI, foto Habib Rizieq, dilarang beredar di ruang publik.

 

“Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang akan dilakukan karena FPI tak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa,” kata Mahfud MD. (fajar)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.