Latest Post


SANCAnews.id – Polda Metro Jaya membenarkan perihal adanya dua laporan polisi yang masuk terkait kasus dugaan ujaran kebencian yang menyeret nama Habib Bahar bin Smith dan Eggi Sudjana.

 

”Kemudian 17 Desember yang dilaporkan Bahar Smith, pelaporan terkait dengan hal ujaran kebencian dan bersifat bisa menimbulkan permusuhan dan SARA,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, Senin (20/12/2021).

 

Zulpan mengatakan pelapor turut serta membawa bukti autentik dalam pelaporannya. Laporannya autentik tersebut berupa ujaran kebencian di media sosial. Baca juga: Habib Bahar Diduga Hina Jokowi, #TangkapBaharSmith Jadi Trending Topic

 

”Pelapor membawa bukti autentik terkait penyampaian orang yang mereka laporkan. Di medsos dengan kalimat-kalimat yang menimbulkan permusuhan, ujaran kebencian, dan SARA,” ujarnya.

 

Hanya saja, saat disinggung pelaporan itu terkait dugaan penghinaan terhadap Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman, Zulpan enggan berkomentar banyak. Dia mengklaim laporan tersebut masih didalami.

 

”Didalami penyidik, yang jelas laporan ada,” kata Zulpan. Baca juga: Profil Habib Bahar bin Smith, Murid Habib Rizieq Shihab yang Penuh Kontroversial

 

Sejauh ini, penyidik tengah mendalami lebih lanjut dua laporan tersebut. Dia menegaskan semua laporan akan ditindaklanjuti kepolisian. Baca juga: 2 Laporan Polisi Pidanakan Habib Bahar bin Smith, Apa Aja?

 

Laporan pertama Habib Bahar dan Eggi dilakukan pada Selasa 7 Desember 2021 dengan nomor laporan LP/B/614/XII/2021/SPKT/Polda Metro Jaya. Laporan kedua pada pada Jumat 17/ Desember 2021 dengan nomor laporan LP/B/6354/XII/2021/SPKT/Polda Metro Jaya.

 

Kedua laporan tersebut sama terkait kasus dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang menyebabkan rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok. (sindonews)



 

SANCAnews.id – Beredar di media sosial, seorang pria didatangi sejumlah anggota polisi, diduga pria tersebut menolak untuk divaksin.

 

Pria berkaos singlet warna putih itu tampak sedang duduk dan dikelilingi sejumlah anggota polisi yang mendatangi tokonya.

 

Salah seorang polisi terdengar memberikan penjelasan kepada pria itu yang diduga menolak untuk divaksin.

 

Polisi mengatakan jika menolak divaksin maka ia tidak akan mendapatkan pelayanan administrasi seperti pengurusan KTP dan lain-lain.

 

"Jika menolak untuk tidak diberikan vaksin, maka jelas disitu aturan mengatakan bahwa semua pengurusan administrasi baik ditingkat desa, kecamatan dan kepolisian tidak bisa dilayani ketika dia tidak bisa menunjukan kartu vaksin sampai menunggu kartu vaksinnya," ujar anggota polisi.

 

Pria berkaos putih yang merupakan pemilik toko itu tampak hanya mendengarkan sambil terus melanjutkan aktivitasnya.

 

Anggota polisi itu juga mengatakan jika pria tersebut akan mengurus surat kehilangan ke kantor polisi tak akan dilayani kalau tidak bisa menunjukan kartu vaksin.

 

"Besok lusa kalau KTP atau SIM bapak hilang lalu datang ke kantor polisi minta surat kehilangan kalau tidak bisa menunjukan kartu vaksin, mohon maaf tidak bisa dilayani," terangnya.

 

Kemudian polisi meminta pria tersebut untuk berbicara jika dirinya tidak bersedia divaksin.

 

"Bicara pak 'Saya tidak mau divaksin' supaya ada pertanggung jawaban sama bupati dan kapolres. Karena kami datang kesini bukan atas kemauan sendiri, ini perintahnya presiden. Inilah bentuk kepedulian kami sebagai pemerintah," katanya.

 

"Silakan bapak bicara, saya kirimkan ke kapolres, kapolda dan bupati. Apa alasan bapak tidak mau divaksin?" tanya polisi.

 

Pria pemilik toko yang sedari tadi hanya mendengarkan saja akhirnya angkat bicara. Ia mengatakan alasannya menolak divaksin.

 

"Rata-rata orang yang divaksin banyak yang meninggal, (sedangkan) yang tidak divaksin tidak ada yang meninggal," kata pria tersebut.

 

"Biar kita memakai seribu masker namanya virus, selagi kita bernafas pasti mudah kena," lanjutnya.

 

Tak terima begitu saja alasan pria itu, polisi mengatakan jika aturan vaksinasi ini sudah disetujui oleh para ulama.

 

"Pak ini aturan, ulama-ulama sudah menyetujui semua," kata polisi.

 

Pada bagian akhir video, polisi meminta KTP pria tersebut. Diduga peristiwa ini terjadi di wilayah Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

 

Video tersebut diunggah akun Twitter @FahmiHerbal pada Minggu, 19 Desember 2021.

 

"Kok jadinya kayak gini?" tulisanya dalam cuitan tersebut.



Video tersebut mendapatkan tanggapan beragam dari warganet.

 

"Vaksin adalah hak bukan kewajiban, yang namanya hak boleh digunakan boleh tidak" kata @mulyamri2.

 

"Ini pemaksaan melanggar Hak Asasi manusia, seharusnya berlaku lemah lembut kepada rakyat. Kasih pengertian insya Allah rakyat paham dan akan menurut," kata @ArifinNaftalia.

 

"Sekalian kalau belum divaksin nggak boleh bayar pajak," tulis @MuhamadNasir_79.

 

"Masalahnya pak, virus ini bawa penyakit tidak kasat mata. Bapak tidak divaksin, orang lain juga akan kena dampaknya," kata @Tyas_oju.

 

"Apa memang seperti ini aturan yang diberlakukan pemerintah?" tanya @BTriga.

 

Video ini pun sudah ditonton lebih dari 24 ribu tayangan dan diretweet sebanyak 700 kali. Belum ada keterangan resmi dari pihak terkait mengenai video tersebut. (gelora.co)


SANCAnews.id – Beredar sebuah video di media sosial WhatsApp yang memperlihatkan seorang pria tergeletak usai melakukan vaksinasi.

 

Di dalam video tersebut, laki laki yang menggunakan jaket berwarna hijau tidak berdaya di tengah rumah dan disaksikan oleh banyak orang.

 

Hal itu lantas membuat jagat raya dunia maya dibuat heboh lantaran sang Ibunda berteriak histeris akibat anaknya mengikuti kegiatan vaksinasi.

 

"Anak den kajang, lah mati anak den dek basuntik suntik vaksin, ndak iduik anak den dek kalian lai," ungkap ibunda, di dalam video yang berdurasi 2:39 detik itu.

 

Tampak, pada video itu sejumlah tim kesehatan turun untuk memeriksakan keadaan pasien dan memasangkan selang oksigen. Namun, sang ibunda terus mencerca vaksinasi yang sedang berjalan di seluruh wilayah.

 

"Tanggung jawab kalian sadonyo, mati anak wak, jan bavaksin jo kalian lai," katanya

 

Menanggapi hal itu, Haluan.com Padang mencoba mengkonfirmasi sejumlah pihak terkait mengenai video yang beredar.

 

"Informasi tersebut tidak benar, kita sedang selidiki dan siapa saja yang terlibat dalam pembuatan serta penyebaran video hoax itu," imbuh Kapolres Pasaman, AKBP Dedi Nur Andriansyah singkat. (*)



 

SANCAnews.id – Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masih enggan buka-bukaan soal jalan politiknya menuju pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Bagi Prabowo, terlalu dini membahas peta Pilpres 2024 yang masih akan digelar kurang dari tiga tahun ke depan.

 

"Ya kita lihatlah, masih jauh 2024 lah," ujar Prabowo saat menghadiri Kongres ke-3 Tunas Indonesia Raya (Tidar) di Hotel Sahid Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat malam (17/12).

 

Bahkan, Menteri Pertahanan ini enggan berkomentar saat ditanya wartawan soal elektabilitasnya yang kian moncer di berbagai lembaga survei belakangan ini.

 

"Kita tidak berbicara dulu ya, nanti aja," singkatnya.

 

Pun juga saat ditanya soal namanya yang santer disebut akan dipasangkan dengan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani di Pilpres 2024, Prabowo bergeming dan berlalu dari hadangan wartawan. (rmol)



 

SANCAnews.id – Mantan Menteri Kehutanan, MS Kaban mendesak agar Presiden Jokowi mundur dari jabatannya dan diadili di Sidang Istimewa MPR lantaran menurutnya dia terlibat dalam penentuan harga tes PCR.

 

Hal terkait Presiden Jokowi itu disampaikan MS Kaban lewat cuitannya di Twitter MSKaban3, seperti dilihat pada Jumat 17 Desember 2021.

 

“Salam PCR, Presiden cepat resign dan perlu diadili dalam sidang istimewa MPR,” cuit MS Kaban.

 

Menurut Kaban, Presiden Jokowi perlu diadili oleh MPR karena telah melanggar konstitusi dan abuse of power lantaran terlibat dalam penentuan harga PCR bersama para menteri-menterinya.

 

“Pelanggaran konstitusi dan abuse of power penentuan harga PCR Presiden “terlibat” bersama pembantunya (menteri),” ujar MS Kaban.

 

Dirinya pun memastikan bahwa apa yang ia sampaikan terkait presiden tersebut bukan tudingan semata melainkan fakta nyata.

 

“Fakta nyata yang berkata kleptokrasi memang ada,” kata MS Kaban.

 

Pada kicauan sebelumnya, MS Kaban juga menyinggung Presiden Jokowi soal Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

 

“Pres Jkwi bersama beberapa parpol Parlemen sahkan UU cipta kerja inkonstitusional itu peradaban apa? Arogan?,” tanya Kaban.

 

MS Kaban pun lantas menyinggung soal ulama yang mengkritik Presiden Jokowi langsung di hadapan orang nomor satu di Indonesia itu.

 

“Ulama kritik didepan Presiden itu yang paling haq. Ingat Nabi Musa as peringatkan Firaun taat Allah swt langsung didepannya itulah adab yang benar. PDIP mau kritik ulama ngaji kitablah,” ujarnya. (terkini)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.