Latest Post


 

SANCAnews.id – Selebgram Rachel Vennya mengakui dirinya mengeluarkan uang dengan Rp 40 juga agar tidak melakukan karantina sepulangnya dari Amerika.

 

Uang itu diberikan kepada seorang oknum bernama Ovelina yang juga menjadi terdakwa dalam perkara kasus pelanggaran karantina kesehatan di Pengadilan Negeri Tangerang, Jumat (10/12/2021).

 

"Saya membayar Rp 40 juta dan uangnya sudah dikembalikan ke saya. Waktu itu diserahkan ke Ovelina," kata Rachel Vennya dalam persidangan.

 

Terdakwa Ovelina kemudian membagi uang Rp 40 juta itu pada anggota TNI AU yang membantu meloloskan Rachel Vennya. Oknum TNI AU tersebut mendapat bagian Rp 30 juta dan ditransfer lewat rekening adiknya, Kania.

 

Kania yang kaget rekeningnya mendapat transferan uang sejumlah Rp 30 juta langsung mengembalikan pada Ovelina.

 

Dalam proses pelarian itu, setibanya di Bandara Soekarno-Hatta Rachel Vennya dijemput menuju Wisma Atlet dengan alibi menjalani karantina. Belum sempat masul ke Wisma Atlet, janda dua anak itu telah ditunggu oknum TNI AU dan diantar pulang kerumahnya.

 

"Dari bus saya sampai ke Wisma Atlet tapi saya langsung pulang. Saat itu tidak sempat mendaftar dan didata," terang Rachel Vennya.

 

Kaburnya Rachel Vennya dan dua orang lainnya itu dari Wisma Atlet awalnya terungkap dari curhatan seorang warganet di media sosial. Beberapa hari setelahnya, pihak Kodam Jaya membenarkannya.

 

Rachel Vennya dalam beberapa kesempatan akhirnya mengakui apa yang dilakukan itu sebuah kesalahan. Dia beralasan tak menyelesaikan karantina usai pulang dari Amerika Serikat karena tidak nyaman menjalani proses tersebut. (suara)



 

SANCAnews.id – Rachel Vennya dkk divonis 4 bulan penjara dengan masa percobaan 8 bulan. Rachel Vennya dkk tidak ditahan.

 

Majelis hakim PN Tangerang menyatakan Rachel Vennya bersalah telah melanggar protokol kesehatan karantina kesehatan. Vonis ini berlaku untuk Rachel dan juga Salim Nauderer serta Maulida Khairunnisa.

 

"Mengadili, menyatakan terdakwa Rachel Vennya Ronald, Salim Nauderer, Maulida Khairunnisa telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana terkait karantina kesehatan," kata hakim saat membacakan vonis oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jumat (10/12/2021).

 

"Dijatuhi pidana masing-masing selama 4 bulan dengan ketentuan hukuman tersebut tidak perlu dijalani, kecuali apabila di kemudian hari dengan putusan hakim diberikan perintah lain atas alasan terpidana sebelum waktu percobaan selama 8 bulan berakhir telah bersalah melakukan suatu tindakan pidana, dan denda masing-masing-masing denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan," lanjut hakim.

 

Hakim menilai Rachel terus terang mengakui perbuatannya dan tidak berbelit-belit dalam memberi keterangan. Rachel juga ketika di tes COVID-19 hasilnya negatif.

 

"Hal yang meringankan terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, terdakwa tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, hasil tes para terdakwa pada saat kejadian negatif sehingga kecil kemungkinan akan menularkan penyakit kepada masyarakat lainnya," tutur hakim.

 

Namun, yang memberatkannya sehingga hakim menyatakan Rachel bersalah adalah Rachel merupakan public figure. Perbuatan Rachel dinilai bisa memberikan contoh buruk.

 

"Yang memberatkan, terdakwa merupakan public figure yang seharusnya menjadi contoh bagi para pengikutnya atau kepada masyarakat," tegas hakim. (dtk)



 

SANCAnews.id – Munarman kini menghadapi sejumlah ancaman, mulai dari hukuman maksimal seumur hidup, atau bahkan mati. Munarman sendiri belakangan ditahan usai dugaan keterlibatannya pada kasus terorisme.

 

Terkait ancaman hukuman yang diberikan pada Munarman, termasuk ancaman mati, pakar hukum tata negara Refly Harun angkat bicara. Refly Harun mempertanyakan tafsir dari istilah terorisme yang melibatkan Munarman.

 

Dia menduga ada pihak-pihak yang pro pada pemerintah Presiden Joko Widodo dan berharap tuduhan kepada Munarman dapat terbukti. “Biasanya, katakanlah orang-orang yang pro kekuasaan biasanya menari-nari di balik tuduhan ini dan memang berharap tuduhan itu terbukti,” kata Refly Harun dikutip saluran Youtube-nya, Kamis 9 Desember 2021.

 

Sementara orang yang mendukung Munarman, berharap agar tuduhan-tuduhan itu tidak terbukti. Apalagi disebutkan bahwa Munarman seolah sesangar dan seseram yang dibayangkan.

 

“Seperti dibait dan sebagainya. Ada dua hal yang saya tahu, baik komentar apapun soal HRS, Munarman, Laskar FPI termasuk soal pembubarannya. Itu sepertinya siap-siap saja ada pihak yang mau nimpe,” katanya.

 

Pro kontra hukuman mati Munarman

Kata Refly Harun, dakwaan yang disangkakan kepada Munarman akan memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, “Ini kegiatan yang dilakukan kira-kira 5 tahun, 6 tahun lalu,” kata Refly Harun. (hops)




 

SANCAnews.id – Proyek infrastruktur garapan pemerintahan Presiden Joko Widodo kian disorot publik. Proyek pembangunan yang selama ini menjadi semangat pemerintahan Jokowi justru menunjukkan sisi negatif, mulai dari minim pemasukan, hingga adanya kecelakaan kerja yang baru-baru ini terungkap dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

 

Begawan ekonomi Rizal Ramli secara khusus menyoroti perkembangan proyek infrastruktur yang selama ini dibanggakan pemerintahan. Pada dasarnya, kata RR, sapaan Rizal Ramli, proyek infrastruktur penting bagi bangsa asalkan dijalankan dengan benar dan sesuai studi.

 

"Pembangunan infrastuktur itu perlu. Tapi proyek-proyek infrastruktur ‘komando boss’, tanpa feasibility study, jadi bancakan, dibiayai utang dan buntutnya hanya jadi beban APBN," kata Rizal Ramli dikutip dari akun Twitternya, Kamis (9/12).

 

Selain karena minim studi kelayakan, kegagalan atas proyek infrastruktur juga tak lepas dari adanya praktik main anggaran. Tak sedikit megaproyek yang dijalankan justru di-markup demi kepentingan kantong pribadi.

 

"Seperti Monorail Palembang, Bandara Kertajati dan lain-lain. Proyek-proyek ‘komando’ sering terjadi dengan markup 130 sampai 150 persen," kritiknya.

 

Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan pembongkaran tiang pancang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) garapan PT Kereta Cepat Indo-China (KCIC). Pembongkaran dilakukan karena tiang pancang atau pier yang dipasang tidak sesuai koordinat.

 

Pembongkaran ini menjadi viral di media sosial lantaran beberapa tiang pancang sudah berdiri tegak namun dirobohkan karena masalah teknis.

 

"Tim Quality PT KCIC dan Konsultan Supervisi CDJO menemukan pergeseran alignment pekerjaan pier di DK46 dan menginstruksikan Kontraktor melakukan rework dan membongkarnya untuk dibangun kembali sesuai spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan," ujar Presiden Director PT KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi mengklarifikasi, Rabu (8/12).

 

Belum lagi sejumlah bandara milik Angkasa Pura I yang minim pemasukan. PT Angkasa Pura I melaporkan pandemi yang melanda sejak 2020 berdampak terhadap penurunan penumpang secara drastis di 15 bandara Angkasa Pura Airports.

 

Ada beberapa catatan bandara yang menjadi sepi penumpang setelah dioperasikan. Salah satunya Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

 

Bandara yang dibangun dengan anggaran Rp 12 triliun masih jauh dari target pemasukan sejak beroperasi pada Agustus 2020 lalu.

 

Belum lagi Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Majalengka, Jawa Barat. Saat ini, bandara tersebut mengalihkan sementara penerbangan komersial ke Bandara Husein Sastranegara, Bandung. (rmol)



 

SANCAnews.id – Pembongkaran tiang pancang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menunjukkan klaim kinerja Presiden Joko Widodo selama ini tidak efisien.

 

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah merespons pembongkaran tiang pancang atau pier proyek KCJB yang viral di media sosial, Rabu kemarin (8/12).

 

"Kejadian ini menegaskan jika klaim kerja kerja kerja yang digaungkan Presiden Joko Widodo tidak terbukti efisien," kata Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Kamis (9/12).

 

Selain itu, aksi turun ke jalan yang kerap dilakukan Presiden Jokowi untuk meninjau pembangunan juga seakan terciderai dengan insiden pembongkaran pier KCJB yang terjadi di Karawang, Jawa Barat itu.

 

"Aktivitas presiden yang selama ini giat turun langsung pun tak terbukti memperbaiki iklim kerja di tingkat bawah," imbuhnya.

 

Menurutnya, klarifikasi pihak PT Kereta Cepat Indo-China (KCIC) yang menyebut pembongkaran dilakukan lantaran pier yang dipasang tidak sesuai koordinat semakin membuktikan bahwa pembangunan tanpa perencanaan yang baik.

 

"Ada kesan menihilkan kajian yang presisi, ini akan semakin menurunkan kepercayaan publik pada proyek KCIC yang memang sejauh ini banyak kritik," sesalnya.

 

Dedi juga menyesalkan Insiden tersebut seolah menganggap enteng anggaran negara yang telah digelontorkan untuk pembangunan KCIB.

 

"Pembengkakan anggaran, perubahan sumber anggaran, hingga urgensi proyek secara umum, dan kini muncul keteledoran luar biasa yang tentu berdampak banyak," katanya.

 

Atas dasar itu, Dedi meminta pemerintah tanggung jawab atas kelalaian proyek pembangunan KCIB. Jika demikian, sudah seharusnya proyek KCIB dihentikan untuk sementara waktu hingga pertangungjawaban atas kelalaian dalam insiden tersebut dilakukan.

 

"Pemerintah seharusnya menghentikan proyek ini sementara waktu, lakukan audit sebelum mengalami kerugian dan persoalan lebih jauh. Dan tentu, harus ada yang bertanggung jawab atas kelalaian merugikan ini," tandasnya. (*)


Tonton video viralnya



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.