Latest Post


 

SANCAnews.id – Sebuah video viral di media sosial unggahan sebuah akun @ibukostreborn memicu kemarahan warganet. Dalam unggahan yang diberi judul ' sumur piaraan Wan Bahlul Uda mulai berulah ' dan diposting pada 9 Desember 2021 ini memperlihatkan sebuah suasana jalanan perkotaan dengan genangan air yang cukup tinggi di sisi sebelah jalan. 

 

Tampak kemudian beberapa warga melintas di pinggiran trotoar yang digenangi air setinggi mata kaki orang dewasa. 

 

Sekilas tampak biasa,  namun beberapa menit kemudian wanita berjilbab Kuning yang berjalan beriringan dengan warga pejalan lain tiba tiba terperosok ke dalam lubang yang tak terlihat karena tertutup genangan. 

 

Wanita itu terperosok,  kemudian terjatuh sepenuhnya bahkan hingga nyaris tenggelam.  Rupanya pijakan yang ia injak cukup dalam lubangnya dan tertutup genangan air.

 

Sontak warga sekitar berbondong bondong menolongnya.  Unggahan ini pun diretweet ratusan kali dan dibanjiri komentar protes keras dari warganet akibat dirinya menyalahkan Anies Baswedan. 

 

Padahal lokasi sebenarnya terjatuhnya sang ibu tersebut berada di Padalarang,  tepatnya depan kantor pos Padalarang,  Kabupaten Bandung Barat. 

 

Warganet kesal lantaran tuduhan tersebut dan beramai ramai mengomentari. 

 

" Ada ibu ibu tergelincir masuk got di Padalarang yang disalahkan pak Anies?" Cuit akun @tatakuji*** disertai potret dua sumber berbeda satu dari si pengunggah,  satu lagi dari informasi bahwa tempat berasal di Padalarang. 

 

" Ini orang lagi dagang supaya laku,  maka dia buat fitnah murahan,  Kejadiannya di Padalarang,  " Tambah akun @GeiszCha***.

 

" Khan cebong memang dungunya permanent,  kang fitnah pula,  sejak kapan Padalarang masuk DKI? " Timpal akun lain @veaadee*** merasa kesal. 

 

" RAS aja penebar Hoax seperti ini,  kejadian ini di Padalarang,  @ibukostreborn,  benci boleh bodoh jangan, " Sahut akun @Lisaamar***.

 

Hingga kini bahkan muncul tagar #padalarang yang menempati trending teratas dengan ribuan komentar warganet serupa. 

 

Dari berbagai sumber,  informasi mengenai jatuhnya ibu berjilbab ini memang terjadi di Padalarang,  Kabupaten Bandung Barat. 

 

Korban diketahui bernama Ibu Sani,  yang menurut keterangan memang akan menaiki angkot Gunung Bentang tepat didepan Kantor Pos Padalarang, namun saat dirinya berjalan tiba tiba terperosok karena tidak melihat lubang dalam yang tertutup genangan. 

 

Dirinya berharap pemerintah segera memperbaiki selokan tersebut karena membahayakan. (suara)



 

SANCAnews.id – Negara disebut menjadi aktor utama dalam melakukan penyusutan terhadap ruang kebebasan sipil. Hal tersebut disampaikan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam catatan soal kondisi hak asasi manusia (HAM) di Indonesia dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

 

Laporan itu disusun oleh KontraS dan diberi judul "HAM Dikikis Habis". Laporan tersebut dikeluarkan dalam rangka memperingati hari HAM internasional yang jatuh tepat pada hari ini, Jumat (10/12).

 

Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar, menyampaikan penyusutan terhadap ruang-ruang kebebasan masyarakat sipil saat ini kian masif. Hal tersebut tercermin dari tingginya praktik pembubaran paksa terhadap bentuk penyampaian pendapat dalam konteks aksi unjuk rasa.

 

"Pada konteks pemaparan kebebasan sipil secara umum, saya mau menyebutkan hari ini negara menjadi aktor utama dalam melakukan penyusutan terhadap kebebasan sipil," kata Rivanlee di kantor KontraS, Kramat, Jakarta Pusat.

 

Dalam pemantauan KontraS sejak Desember 2020 hingga November 2021, tercatat ada 150 peristiwa pembatasan kebebasan sipil. Dari ratusan peristiwa itu, kurang lebih 500 masyarakat sipil ditangkap.

 

Pembubaran paksa, kata Rivanlee, menjadi tindakan pelanggaran kebebasan berekspresi terbanyak yakni 67 kasus. Kemudian diikuti dengan penangkapan secara sewenang-wenang sebanyak 43 kasus.

 

"Dengan aktor utamanya adalah polisi sendiri," ucap Rivanlee.

 

KontraS juga mencatat adanya pemberangusan kebebasan berekspresi yang berkaitan dengan isu Papua dengan total 25 kasus. Selanjutnya ada pula isu sumber daya alam atau lingkungan sebanyak 18 kasus.

 

Angka kasus pembungkapan berekspresi yang bekaitan dengan isu Papua meunjukkan bahwa cara pandang negara masih sangat represif. Contohnya pada saat aksi unjuk rasa penolakan otonomi khusus Papua di berbagai daerah seperti Jakarta, Semarang, Jayapura, hingga Sorong.

 

Tidak sampai situ, represifitas negara melalui instrumen kepolisian sepanjang 2021 juga semakin sewenang-wenang. Termutakhir, soal penghapusan sejumlah mural yang masuk dalam ranah kritik terhadap negara.

 

Menurut Rivanlee, penghapusan sejumlah mural seperti "Jokowi 404 Not Found" hingga "Tuhan Aku Lapar" masuk dalam kategori perburuan. Dalam hal ini, seniman pembuat gambar tersebut dicari oleh aparat kepolisian.

 

"Hal itu semakin menunjukkan watak otoritatian pemerintah yang alergi terhadap kritik publik. Ucapan Presiden yang meminta masyarakat untuk lebih aktif mengkritik justru tidak dibarengi dengan jaminan tiap bentuk kritik tersebut," pungkas Rivanlee.

 

Pada kesempatan yang sama, Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, mengatakan banyak sekali pola keberulangan dalam konteks pelanggaran HAM di Tanah Air. Misalnya, semakin maraknya pola represifitas negara kepada masyarakat sipil.

 

"Kami lihat ada banyak pola keberulangan dan pola pelanggaran HAM yang terjadi dengan pola yang sama dan marak dan semakin represif pada warga negara," kata Fatia.

 

Fatia mengatakan, pada era rezim Jokowi-Ma'ruf, isu HAM tidak menjadi prioritas dan pertimbangan utama dalam hal pengambilan kebijakan. Malah sebaliknya, pemerintah malah meniadakan nilai-nilai HAM dengan dalih pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas politik.

 

"Dengan adanya agenda pembangunan yang tidak berjalan lurus dengan kemajuan HAM tersebut pada akhirnya berdampak pada nilai HAM itu sendiri," ungkap dia. (suara)



 

SANCAnews.id – Pegiat media sosial, Christ Wamea menanggapi Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang menegaskan komitmen Pemerintah menuntaskan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

 

Ia menyindir bahwa selama 7 tahun berkuasa, Presiden Jokowi sama seklai belum menuntaskan apa pun.

 

“Sudah berkuasa 7 tahun belum ada yang tuntas kok hanya cuma bisa tegaskan saja,” kata Christ Wamea pada Jumat, 10 Desember 2021.

 

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban.

 

Hal ini disampaikan Presiden Jokowi dalam sambutannya pada acara Peringatan Hari HAM Sedunia Tahun 2021, di Istana Negara pada Jumat, 10 Desember 2021.

 

“Pemerintah melalui Jaksa Agung telah mengambil langkah untuk melakukan penyidikan umum terhadap peristiwa pelanggaran HAM yang berat,” kata Jokowi, dikutip dari laman resmi Sekretaris Kabinet.

 

“Salah satunya tadi sudah disampaikan oleh Bapak Ketua Komnas HAM adalah kasus Paniai di Papua Tahun 2014,” sambungnya.

 

Jokowi mengatakan bahwa perkembangan revolusi industri 4.0. juga menuntut untuk dapat mengantisipasi beberapa isu HAM, termasuk kegelisahan dan kekhawatiran masyarakat terhadap sanksi pidana dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

 

Oleh sebab itu, Presiden pun telah menginstruksikan jajarannya untuk mengedepankan edukasi dan langkah persuasif dalam penanganan perkara ITE.

 

“Namun, saya juga ingatkan, bahwa kebebasan berpendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab kepada kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas,” katanya.

 

Lebih lanjut, Presiden Jokowi menegaskan bahwa perlindungan data pribadi juga menjadi perhatian serius pemerintah dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari HAM.

 

“Saya telah memerintahkan Menkominfo serta kementerian dan lembaga terkait untuk segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi bersama-sama dengan DPR, agar perlindungan hak asasi masyarakat dan kepastian berusaha di sektor digital dapat terjamin,” ujarnya.

 

Selain itu, Presiden Jokowi juga menyebutkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus terus diikuti sehingga tidak ada pihak yang dirugikan secara tidak berkeadilan dalam dunia yang penuh disrupsi seperti sekarang.

 

“Kita harus selalu berinovasi dalam upaya melindungi hak asasi warga negara Indonesia, terutama kelompok warga yang marjinal. Kita harus membangun Indonesia Maju, dan sekaligus menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya. (terkini)



 

SANCAnews.id – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengungkap bahwa dirinya diingatkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) jangan berbicara terlalu keras. Namun Anwar Abbas meyakini bahwa Jokowi adalah orang yang kebal terhadap kritik.

 

"Tadi saya diingatkan Pak Jokowi, 'Pak Anwar Abbas, ngomong-nya jangan keras-keras, Pak'. Apalagi tadi ketika bertemu dengan Menteri Agama, ya berapa teman langsung mengambil momen gitu kan. Saya rasa Pak Presiden sama Pak Menteri Agama adalah orang yang sudah kebal ya, bagi beliau kritik itu...," kata Anwar Abbas dalam sambutannya di acara Kongres Ekonomi Umat Islam II melalui siaran YouTube MUI, seperti dilihat Jumat (10/21/2021).

 

Anwar Abbas menyampaikan hal itu di hadapan Jokowi, yang juga hadir dalam acara tersebut. Anwar Abbas menyebut bahwa dirinya masih menyimpan foto makan bersama dengan Jokowi.

 

"Dan saya tadi malam, Pak Presiden, ketemu foto kita berdua makan siang soto di kantor PP Muhammadiyah. Waktu itu Pak Presiden masih jabatan Gubernur DKI Jakarta, dan itu masih saya simpan," kata dia.

 

Singgung Negara Maju Berkarakter Kuat 

Anwar Abbas kemudian melanjutkan pidatonya mengenai negara maju. Dia ingin Indonesia menjadi nagara maju, akan tetapi harus dikuatkan dengan karakter dan keadilan.

 

"Kita mengharapkan negeri kita ini tidak hanya maju seperti yang kita lihat di Barat dan di Amerika hari ini. Kita tidak ingin negeri kita hanya sekadar maju, tapi juga berkeadilan. Mengedepankan kebersamaan, berakhlak dan bermoral, serta memiliki budaya luhur yang akan bisa membuat kesatuan dan persatuan di antara kita sebagai bangsa dan warga dunia," sebutnya.

 

Anwar Abbas ingin Indonesia menjadi negara maju yang mengedepankan persatuan, tidak hanya mencari profit serta negara yang memiliki karakter.

 

"Akan semakin lebih kuat lagi di mana kita tidak hanya peduli terhadap masalah bagaimana kita mendapatkan profit atau keuntungan, tapi kita juga peduli terhadap sesama dan lingkungan hidup serta lingkungan alam ini yang itu kita lakukan adalah karena dimotivasi dan digerakkan oleh keyakinan kita sebagai warga bangsa yang taat dalam menjalankan ajaran agamanya serta patuh terhadap hukum dan dasar atau konstitusinya," kata dia.

 

"Karena itulah kita yakin negara dan bangsa kita akan bisa maju dan majunya kita harapkan akan lain dari yang lain karena kita maju dengan karakter," sambungnya.

 

Dialog dengan Jokowi di Istana soal Karakter Pancasilais 

Anwar Abbas menyebut karakter bangsa penting bagi sebuah negara yang maju. Dia pun menyinggung pernyataan Jokowi yang ingin memperkuat karakter anak bangsa.

 

"Ini saya penting memasukkan karakter karena Pak Presiden dalam kesempatan pertemuan di Istana ya sempat menyatakan, saya bertanya kepada beliau, Pak Presiden menyatakan bahwa Pak Presiden ingin membentuk anak-anak bangsa ini menjadi anak bangsa yang memiliki karakter," katanya.

 

Anwar Abbas kemudian bertanya kepada Jokowi seperti apa karakter anak yang ingin dibentuk itu. Hal itu adalah karakter Pancasilais.

 

"Lalu saya tanya, 'apakah, seperti apa karakter yang Pak Presiden maksudkan, apakah mereka itu insan-insan yang Pancasilais?' kata beliau benar seperti itu. Oleh karena itu, kita ingin ya membuat negeri kita yang maju tapi kita maju dengan jati diri dan karakter kita sendiri sebagai bangsa yang berfalsafahkan Pancasila dan menghormati hukum dasarnya itu UUD Tahun 1945," ujar Anwar. (dtk)



 

SANCAnews.id – Penuntasan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu hingga kekinian situasinya disebut tidak jelas dan semakin kabur. Bahkan, rasa keadilan bagi para korban dan keluarganya semakin jauh dan tidak terpenuhi.

 

Bertepatan dengan hari HAM internasional yang jatuh pada Jumat (10/12) ini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berpandangan jika ruang keadilan terkait pelanggaran HAM masa lalu kian tertutup.

 

Sepanjang Desember 2020 hingga November 2021, KontraS dalam catatan bertajuk "HAM Dikikis Habis" menyebut, pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada beberapa kesempatan soal penuntasan pelanggaran HAM masa lalu secara praktik tidak berjalan. Dengan kata lain, tidak ada kebijakan yang sesuai dengan nilai dan prinsip kemanusiaan yang berlangsung secara universal di Indonesia.

 

Ahmad Sajali, Divisi Pemantauan Impunitas KontraS mengatakan, pihaknya tidak melihat adanya satu itikad baik dari pemerintah untuk melakukan evaluasi dan koreksi dalam rangka menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu. Dengan kata lain, hal itu menjadi berbanding terbalik dengan beberapa pidato Jokowi dan berujung pada isapan jempol belaka atau 'The Lip of service'.

 

"Sehingga kami melihat bahwa ini adalah bentuk dari Lip Service Jokowi sebagaimana telah ramai yang disuarakan oleh kelompok masyarakat, mahasiswa dan juga sebagainya," kata Sajali di kantor KontraS, Kramat, Jakarta Pusat.

 

Sajali menyampaikan, hingga kekinian para keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terus menuntut keadilan. Hal paling nyata adalah Aksi Kamisan yang setiap pekan berlangsung.

 

Faktanya, pemerintah sebagai pihak yang mempunyai peranan penting dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat, dalam hal ini Jaksa Agung, tidak pernah membuka ruang nyata bagi komunikasi terhadap keluarga korban.

 

Sajali mengatakan, sepanjang 2021, KontraS mencatat jika penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu makin berjalan mundur. Contoh paling nyata adalah diangkatnya Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan RI.

 

Dalam bahasa Sajali,"Jokowi menggelar karpet merah untuk penjahat atau pelanggar HAM berat."

 

Diketahui, Prabowo diduga terlibat dalam serangkaian penculikan terhadap sejumlah aktivis pada penghujung rezim Orde Baru tahun 1997-1998. Bahkan, Prabowo juga memberikan karpet merah kepada dua anggota eks Tim Mawar, Brigadir Jenderal TNI Dadang Hendrayudha dan Brigjen TNI Yulius Selvanus di kementerian yang dipimpinnya.

 

Tidak berhenti di situ saja, jalan mulus kepada pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu terus diberikan oleh rezim Jokowi. Eurico Guterres, tokoh Timor Timur yang pro dengan NKRI -- yang juga pelaku pelanggaran HAM-- diberikan penghargaan Bintang Jasa Utama.

 

Sajali melanjutkan, kemunduran juga dibuktikan dengan nihilnya agenda penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu di Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021 - 2025. Hingga pada akhirnya, KontraS mengambil kesimpulan bahwa implementasi penuntasan pelanggaran HAM masa lalu terus memudar hingga hari ini.

 

"Kami akhirnya mengeluarkan statement bahwa komitmen untuk menyelesaikan HAM berat itu betul-betul hanya wujud kata-kata dan pidato saja dan implementasinya begitu pudar sampai hari ini," tegas Sajali. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.