Latest Post


 

SANCAnews.id – Massa buruh dari berbagai serikat mengancam bakal mogok nasional, jika pemerintah tidak menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Undang Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Hal itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal saat aksi unjuk rasa yang mereka gelar di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.

 

"Perlawanan kaum buruh akan terus meningkat eskalasinya, diseluruh Indonesia bilamana pemerintah memaksakan untuk tetap menjalankan isi Undang Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 tidak mengacu pada keputusan MK," kata Iqbal.

 

"Perlawanan gerakan mogok nasional menjadi pilihan bilamana dalam proses menuju paling lama dua tahun dari awal pembentukan UU Cipta Kerja yang baru ini tetap mengabaikan partisipasi publik," imbuhnya.

 

"Karena diperkirakan Januari 2022 sudah masuk prolegnas prioritas. Tapi kalau kembali dilakukan dengan cara-cara tidak melibatkan partisipasi publik, khususnya serikat buruh dan gerakan sosial lainnya," sambungnya.

 

Kata Said Iqbal, mogok nasional itu akan dilakukan sekitar 2 juta buruh di 30 provinsi Indonesia.

 

"Maka sudah dipastikan gerakan mogok nasional menjadi pilihan. Sekarang ini mogok nasional setop produksi yang direncanakan diikuti 2 juta buruh lebih dari 100 pabrik berhenti produksi," jelasnya.

 

Tuntutan Buruh

 

Hari ini, ratusan buruh dari sejumlah serikat kembali menggelar aski unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.  Ada tiga tuntutan yang mereka ajukan kepada pemerintah pusat dan daerah.

 

"Pertama, meminta seluruh Gurbernur di Indonesia merevisi SK Upah Minimum/ UMP atau  UMK. Karena menurut kaum buruh bertentangan dengan keputusan MK Amar putusan Nomor 7," kata Iqbal.

 

Kedua, mereka meminta pemerintah pusat mencabut Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

 

"Karena dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 7 tersebut, jelas dikatakan menyatakan, menangguhkan tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dan tidak  boleh menerbitkan peraturan-peraturan yang baru," ujar Iqbal.

 

"Di dalam PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Perubahan Pasal 4 Ayat 2, jelas mengatakan kebijakan kenaikan upah minimum adalah keputusan strategis. Oleh karena itu, kami meminta pemerintah pusat tunduk kepada keputusan MK cabut PP Nomor 36 Tahun 2021," sambungnya.

 

Ketiga, mereka meminta pemerintah pusat dan daerah, tunduk pada keputusan MK yang menyatakan  Undang-undang Cpta Kerja  inkonstitusional bersyarat.

 

"Dibutuhkan syarat waktu 2 tahun paling lama untuk memperbaiki prosedur dan tata cara pembentukan UU cipta kerja dari nol. Kalau prosedurnya dimulai dari nol, atau dari awal lagi, dengan demikian isi pasal-pasalnya tidak berlaku, khususnya yang strategis/berdampak luas," katanya.

 

"Dengan demikian kami meminta semua peraturan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja dan isi pasal pasal dalam UU Cipta Kerja tidak boleh diterapkan." (suara)




SANCAnews.id – Kepolisian Daerah Maluku mengklaim bahwa tindakan aparat menertibkan keributan warga di Desa Tamilou, Kecamatan Amahi, Kabupaten Maluku Tengah, pada Selasa pagi, 7 Desember 2021, yang berakibat 18 warga tertembak, sudah sesuai dengan prosedur.

 

Insiden itu sebenarnya berawal ketika sepasukan polisi hendak menangkap sejumlah terduga perusak tanaman warga Dusun Rohunussa, Negeri Sepa, Kecamatan Amahai, dan pembakaran kantor Negeri Tamilouw. Sejumlah warga lantas mengadang dan menyerang polisi. Aparat terpaksa menembakkan gas air mata guna membubarkan pengadangan.

 

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Maluku Kombes Pol M. Roem Ohoirat, di Ambon, menyebut penangkapan terhadap para terduga pelaku tindak pidana itu dipimpin langsung oleh Kepala Polres Maluku Tengah AKBP Rositah Umasugi dan Wakil Kepala Polres Kompol Leo Tiahahu.

 

"Sebelum dikerahkan [untuk] melakukan penangkapan, dilakukan konsolidasi terakhir terkait cara bertindak dan SOP, serta pembagian tugas upaya penangkapan para pelaku tindak pidana tersebut," katanya.

 

Sesaat setelah penangkapan para terduga pelaku, kata Roem, tiba-tiba terjadi penolakan oleh warga Negeri Tamilouw. Warga membunyikan memukul-mukul tiang listrik hingga memalang jalan guna menghalangi mobil polisi.

 

"Kemudian warga melakukan pengrusakan terhadap mobil polisi sehingga anggota Polri membubarkan massa dengan menembakan flass ball serta melakukan tembakan ke udara dengan menggunakan peluru hampa dan peluru karet," ujarnya.

 

Warga juga melempar batu dan memukul polisi. Bahkan, massa berupaya merampas senjata api polisi yang bertugas, di antaranya milik Kepala Unit Regident Satuan Lalu Lintas Polres Maluku Tengah Ipda Ak Rahayamtel. Warga juga merampas senpi milik anggota Brimob Yon B Amahai Bripka Arno tapi gagal. Senpi milik anggota Brimob Yon B Amahai Brigadir Madin juga sempat dirampas massa tapi juga gagal.

 

Dalam kejadian ini, ada tujuh anggota polisi luka-luka. Ada juga sejumlah warga yang luka. Empat unit kendaraan milik polisi rusak terkena lemparan batu.

 

"Saat ini kami telah mengamankan 5 orang  terduga pelaku pengrusakan tanaman warga dan pembakaran kantor desa," ujarnya. (viva)



SANCAnews.id – Puluhan personil polisi dari Polres Maluku Tengah (Malteng) diduga kuat melakukan tindakan yang menyalahi aturan, dengan menembaki warga Negeri Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah secara membabi buta.

 

Akibatnya, 18 orang warga setempat mengalami luka tembak, dan harus dirawat di Puskesmas di negeri itu, dan empat lainnya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Masohi.

 

Peristiwa ini bermula ketika puluhan personil polisi dari satuan Brimob dengan menggunakan senjata lengkap dan peralatan perang seperti Barakuda sebanyak 2 unit, Water Canon sebanyak 1 unit, dan mobil truk milik satuan perintis sebanyak 6 unit dengan total kendaraan sebanyak 24 unit tiba-tiba datang ke Negeri Tamilouw, Selasa (7/12/2021) sekitar pukul 05.20 WIT.

 

Informasi yang dihimpun Teropongnews.com, kedatangan puluhan personil Brimob ini untuk melakukan penangkapan terhadap para pihak, yang pernah dimintai keterangan terkait kasus pembakaran kantor Negeri Tamilouw pasca peristiwa bentrok dua desa bertetangga, Tamilouw dan Sepa.

 

Polisi sendiri melakukan penggerebekan di setiap rumah yang dicurigai. Penggerebekan secara tiba-tiba ini spontan membuat warga terkejut, dan kemudian berhamburan keluar rumah serta membunyikan tiang-tiang listrik.

 

Kemudian terjadi adu argument antara warga setempat dan pihak kepolisian. Sayangnya, pihak kepolisian kemudian menembaki warga.

 

Anehnya, pengrusakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian bukan saja terjadi di Negeri Tamilouw, tetapi juga di Dusun Ampera, dan dilakukan secara serempak.

 

Polisi juga melarang para siswa di Dusun Sihulo untuk mengikuti ulangan umum, dan menyuruh para siswa pulang tanpa kompromi seakan-akan daerah itu dalam keadaan genting karena perang.

 

Untuk diketahui, aksi pembakaran kantor Negeri Tamilouw terjadi pada Selasa (9/11/2021) sekitar pukul 22.00 WIT, dipicu oleh upaya damai yang digelar di kantor Bupati.

 

Berikut, nama-nama korban penembakan oleh polisi di Tamilouw:

 

(teropongnews)



 

SANCAnews.id – Pegiat media sosial sekaligus ahli hukum tata negara, Refly Harun membeberkan sejumlah aksi dari Front Persaudaraan Islam (FPI) yang jarang jadi sorotan publik, khususnya aksi nyata membantu korban bencana alam yang baru-baru ini terjadi, erupsi Gunung Semeru.

 

Refly mengatakan, FPI merupakan ormas yang tanggap dalam dan simpati terhadap aksi kemanusiaan. Bahkan ketika ormas lain masih berwacana untuk membantu korban bencana erupsi Gunung Semeru, FPI sudah hadir terlebih dahulu membantu para korban.

 

“Lagi-lagi FPI adalah organisasi yang mau bersusah-susah hadiri duluan di tempat bencana. Ketika organisasi lain baru berwacana, mereka sudah ada di tempat bencana,” ujar Refly dalam saluran YouTube miliknya, dikutip Hops.id pada Selasa, 7 Desember 2021.

 

“Jadi mudah-mudahan sekali lagi ini membuktikan FPI bukanlah organisasi yang tidak bisa diajak untuk bermusyawarah bermufakat, termasuk juga membantu korban-korban bencana alam dan kemanusiaan seperti ini,” sambungnya.

 

Padahal, kata Refly, belakangan ini FPI sering mendapat perlakuan tidak adil dari pemerintah. Mulai dari ormasnya dibubarkan, imam besarnya dipenjara, hingga laskarnya dibunuh, namun mereka dengan tulus terhadap sesama.

 

“Walaupun mereka diperlakukan tidak adil, dizalimi, organisasinya dibubarkan, kemudian mereka juga imam besarnya dipenjarakan, pengawal imam besarnya dibunuh, tetapi mereka masih mau terjun ke lahan musibah kemanusiaan,” kata Refly.

 

Seruan Habib Rizieq penuh haru

 

Bersamaan dengan itu, Refly juga membacakan sebuah surat yang berisi komando dari Habib Rizieq soal aksi kemanusiaan.

 

Adapun dalam pesannya, Habib Rizieq berpesan agar tetap mengedepankan kemanusiaan meskipun sering diperlakukan tidak adil.

 

Selain itu dengan penuh toleransi Habib Rizieq menyerukan kepada simpatisannya agar membantu dengan cinta kasih, tanpa pandang bulu.

 

Berikut pesan Habib Rizieq soal aksi kemanusiaan:

 

Surat IB-HRS untuk laskar kemanusiaan FPI

 

Kepada segenap saudaraku Laskar Kemanusiaan FPI tercinta.

 

Ingatlah, walau kita dizalimi, difitnah, dicaci-maki, dimusuhi, dikejar, dianiaya, disiksa, diusir, dipenjara hingga dibunuh, tapi jangan sekali-kali duka dan penderitaan kita membunuh rasa kemanusiaan kita.

 

Suka duka akan selalu silih berganti menjadi bagian dari kehidupan kita. Rasa kemanusiaan harus selalu dipupuk agar tumbuh subur dalam sanubari kita baik saat suka maupun duka.

 

Tetaplah semangat berdiri bangkit di setiap medan musibah, bantulah semua manusia yang terkena musibah, tanpa memandangan agama, budaya, suku, ras, ormas, partai dan golongan.

 

Hiburlah semua manusia di medan musibah walau hanya dengan sebuah senyuman atau tatapan cinta, tukarlah duka mereka dengan suka, bangkitkan kembali harapan dan optimisme mereka, untuk meraih bahagia setelah derita.

 

Yakinlah bhwa janji Allah SWT Maha Besar, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sehingga setelah derita akan ada bahagia. ***



 

SANCAnews.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta Briptu Fikri Ramadhan, terdakwa kasus Unlawful Killing Laskar FPI memperagakan peristiwa saat dirinya diserang hingga senjatanya direbut di dalam mobil. Adegan perebutan senjata itu digerakan langsung oleh Bripda Fikri dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/12/2021).

 

Dalam sidang yang berlangsung di ruang utama, Fikri duduk sebagai saksi. Adapun agenda persidangan hari ini masih sama dengan pekan lalu, yakni pemeriksaan saksi.

 

Semula, Fikri bersaksi jika dia sempat mengintrogasi empat anggota Laskar FPI yang telah berada di mobil milik kepolisian. Rencananya, keempat anggota Laskar FPI itu hendak di bawa ke Mapolda Metro Jaya dari rest area KM. 50.

 

Di dalam mobil tersebut, terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan almarhum Ipda Elwira berada pada kursi depan bagian mobil. Sementara, Fikri dusuk di kursi tengah dengan satu anggota Laskar FPI, tiga sisanya berada di kursi paling belakang.

 

Situasi saat itu, keempat anggota Laskar FPI dalam posisi tidak diborgol. Fikri, yang tengah mengintrogasi para anggota Laskar FPI tiba-tiba mendapatkan serangan.

 

Dia dicekik dari belakang oleh salah satu anggota Laskar FPI, bahkan dia dijambak dan dipukul oleh anggota Laskar FPI lainnya. Sementara itu, satu orang yang duduk disamping Fikri berupaya merebut senjata.

 

Fikri mengaku jika dirinya tidak bisa bernafas ketika satu anggota Laskar FPI mencekik dirinya. Sontak Fikri berteriak dengan maksud agar dua koleganya dapat memberikan bantuan.

 

"Saya berteriak: 'Bang senjata saya Bang, senjata saya'. Karena pada saat dicekik kedua tangan saya menarik tangan dia (anggota Laskar)," ujar Fikri.

 

Fikri melanjutkan, kejadian tersebut berlangsung cukup cepat, sehingga tidak dapat melihat hal tersebut secara sepotong-potong. Dalam peristiwa itu, saat lehernya tercekik, Fikri terus berupaya melakukan perlawanan.

 

Di lain hal, alamrhum Elwira langsung melepaskan tembakan yang mengarah ke anggota Laskar FPI yang duduk di samping Fikri. Tidak sampai situ, para anggota Laskar FPI lain yang duduk di belakang terus berupaya merebut senjata, yang tidak lama kemudian, almarhum Elwira melepaskan tembakan selanjutnya.

 

Fikri mengakui, bunyi tembakan yang diletupkan oleh almarhum Elwira terdengar hingga empat kali. Hanya saja, dia tidak mengetahui secara rinci dan hanya memastikan jika almarhum Elwira mengarahkan ke arah kanan dan arah belakang tengah.

 

"Pada saat saya berteriak minta tolong, saya tidak paham situasi saat itu saya mendengar ada tembakan ke arah kanan, lalu tengah belakang saya ini ditembak, lalu belakang mengambil senjata yang mulia, sangat cepat," ucap dia.

 

Pada giliriannya, JPU turut bertanya lebih dalam pada Fikri terkait peristiwa tersebut. JPU mencoba menggali lebih dalam adegan Fikri yang berbalik arah saat tangannya masih memegang senjata yang sempat direbut oleh anggota Laskar FPI.

 

"Saya tidak paham tangan siapa yang menarik pelatuk. Saudara memberikan keterangan di sini senjata berhasil direbut oleh terdakwa saksi, lalu berbalik arah. Ada keterangan yang berbeda, saya ingin tanya berbalik badan yang bagaimana yang saudara terangkan?" tanya JPU.

 

"Ketika yang akhir itu, tangannya sudah tidak lagi merampas senjata saya, saya merasa sudah tidak ada lagi pegangan terhadap senjata baru saya memastikan untuk berbalik badan, berbalik badan itu memastikan bahwasannya saya melihat sudah ada yang tertembak," ucap Fikri.

 

Lantas JPU meminta Fikri memperagakan peristiwa itu di dalam ruang persidangan. Fikri pun meminta agar ada beberapa orang bisa membantu memperagakan hal tersebut, namun tidak dipenuhi oleh JPU.

 

JPU kemudian bertanya mengapa luka tembakan terhadap korban anggota laskar FPI itu tepat berada di dada bagian kiri. Oleh Fikri, pertanyaan itu dijawab, "Saya tidak sadar bahwa saya melakukan penembakan, karena saya ditarik Yang Mulia."

 

"Saya tidak tahu tangan siapa yang masuk ke senjata. Saya mendengar ada tembakan ada tiga dan dua bunyi tembakan. Saya tidak paham siapa yang masuk tangannya. Ketika sudah mengangkat senjata saya berbalik, senjata (diarahkan ke depan) saya lihat ada yang tak (bernyawa)," sambungnya.

 

Dicecar soal Tembakan

 

JPU kemudian kembali bertanya, mengapa  tembakan tersebut tepat mengenai dada korban. Padahal, menurut jaksa jika tidak sengaja, bisa saja peluru mengenai organ lainnya.

 

"Saudara saksi ketika saudara ditarik posisi senjata berarti mengarah ke atas? Sedangkan luka ada pada dada sebelah kiri, 3 luka tembakan ada Pada Lutfi, dan M Reza 2 tembakan, ada lima kali tembakan semuanya tepat pada dada sebelah kiri, posisi kemudian ada tembakan itu bagaimana posisi senjata?" tanya JPU.

 

Fikri tetap mengaku tidak mengetahuinya saat JPU bertanya soal adanya perbedaan keterangan di dalam BAP pemeriksaan penyidik dengan di sidang terkait insiden tersebut. Sebab, di dalam BAP, disebutkan senjata itu berusaha direbut, sedangkan di persidangan Fikri menyatakan senjata itu telah direbut.

 

"Kenapa enggak diterangkan di tingkat penyidikan?" tanya jaksa.

 

"Saya jelaskan bahwa apa yang saya jelaskan di sini sudah saya jelaskan ke penyidik, namun saya tidak tahu pemahaman dari penyidik itu berbeda mungkin. Yang jelas apa yang saya jelaskan di sini sesuai," tutup Fikri. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.