Latest Post



SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh jajaran Polri menghormati kebebasan berpendapat masyarakat di Indonesia. Jokowi mengatakan kebebasan berpendapat merupakan konsekuensi Indonesia sebagai negara demokrasi.

 

"Kritik dipanggil. Mengkritik dipanggil. Kalau mengganggu ketertiban, iya silakan, tapi kalau nggak, jangan. Karena kita sudah menyatakan ini negara demokrasi. Hormati kebebasan berpendapat dan serap aspirasinya, tapi ketegasan itu juga jangan hilang dari Polri. Kewibawaan juga jangan hilang dari Polri," kata Jokowi saat menyampaikan arahan kepada kepala kesatuan wilayah tahun 2021 seperti dilihat dalam video di akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (3/12/2021).

 

Jokowi kemudian menyentil para kapolres dan kapolda baru yang sowan ke ke sesepuh ormas yang kerap membuat gaduh. Jokowi mewanti-mewanti Polri agar tidak menggadaikan kewibawaan.

 

"Saya kadang-kadang, saya sudah lama sekali ingin menyampaikan ada kapolda baru, ada kapolres baru, malah datang kepada sesepuhnya ormas yang sering membuat keributan. Bener ini? Saya tanya ke kapolres. Kenapa bapak melakukan ini? Supaya kotanya kondusif. Tapi apakah cara itu betul? hati-hati jangan menggadaikan kewibawaan dengan sowan kepada pelanggar hukum. Banyak ini saya lihat. Saudara-saudara harus memiliki kewibawaan. Polri harus memiliki kewibawaan," ujar Jokowi.

 

Jokowi berpesan kepada Polri agar melindungi dan membantu masyarakat yang lemah. Jokowi meminta masyarakat kecil diperhatikan.

 

"Yang biasanya terpinggirkan dalam hukum, hati-hati urusan pedagang kecil. Lindungi. saya kalau baca itu betul-betul. Itu menjadi sebuah persepsi loh, hati-hati loh ya. Kecil-kecil seperti itu. Itu kecil-kecil, itu mungkin urusannya bukan kapolres, kapolsek, tapi hati-hati tetap tanggung jawab kapolres, tetap tanggung jawab kapolda, yang kecil-kecil seperti ini," ujar Jokowi.

 

Jokowi tidak ingin ada anggapan diskriminasi terhadap masyarakat yang lemah. Karena itu, Jokowi meminta Polri terus menjaga kepercayaan masyarakat.

 

"Apalagi kalau sudah dicap diskriminasi terhadap yang lemah. Hati-hati. Hati-hati. karena terakhir karena posisi Polri sekarang ini pada posisi 3 besar yang dipercaya oleh masyarakat. Jadi titipan saya itu. Hati-hati dipercaya, itu tidak mudah. Yang kecil-kecil itu diperhatikan. Angka 80 persen itu angka yang sangat besar sekali. Survei baru 3 hari yang lalu saya terima. Hati-hati kepercayaan ini, hati-hati. Ringgi sekali. Naiknya tinggi sekali, tapi hati-hati," ujar Jokowi. (dtk)



 

SANCAnews.id – Kegiatan Reuni 212 bertajuk munajat untuk negeri digelar di Masjid Al-Jihad, Medan. Ada sejumlah tuntutan yang dituliskan peserta Reuni 212 lewat spanduk.

 

Pantauan detkcom di Masjid Al-Jihad, Medan, pukul 13.00 WIB, Kamis (2/12/2021), acara dimulai dengan arahan agar jemaah menggunakan masker selama acara. Tampak spanduk berisi tuntutan Reuni 212 di dalam dan luar masjid.

 

Tuntutan itu antara lain ialah bebaskan Habib Rizieq Shihab hingga pencopotan Yaqut Cholil Qoumas dari Menteri Agama. Spanduk itu juga berisi pernyataan menolak Permendikbud 30/2021 tentang pencegahan kekerasan seksual di kampus.

 

"Bebaskan HRS, dukung MUI, setop kriminalisasi ulama, tolak moderasi beragama, usut tuntas Km 50, tolak Permendikbud 30, tolak UU Omnibus Law, Copot Yaqut dari Menag," demikian isi spanduk di lokasi kegiatan Reuni 212.

 

Kegiatan diawali dengan ceramah yang disampaikan sejumlah ustaz. Salah satu penceramah ialah Ustaz Tanjung.

 

Dalam ceramahnya, dia bercerita soal kegiatan aksi bela Islam yang dilaksanakan pada 2016 berjalan dengan baik. Dia mengklaim aksi itu diikuti 7 juta orang.

 

"Hanya di Mekah saat haji yang bisa mengalahkan banyaknya perkumpulan umat Islam tapi tidak ada satu pun rumput yang diinjak saat aksi itu," kata ustaz Tanjung.

 

Tanjung kemudian berbicara soal Habib Rizieq yang saat ini ditahan. Dia meminta Habib Rizieq didoakan agar segera bisa keluar dari penjara.

 

"Habib Rizieq tidak pantas dipenjara satu detik pun, bebaskan Habib Rizieq," ujarnya. (*)



 

SANCAnews.id – Massa yang hendak mengikuti acara reuni akbar Persaudaraan Alumni (PA) 212 telah membubarkan diri. Mereka gagal menggelar acara tahunan tersebut karena dihalau aparat keamanan.

 

Seharusnya acara itu digelar di sekitaran Patung Arjuna Wiwaha atau patung kuda, Jakarta Pusat, dekat istana negara. Namun, pantauan Suara.com, dari berbagai kawasan terlihat peserta aksi sudah sepi.

 

Setelah tak diizinkan masuk, massa sempat berkumpul di beberapa titik, khususnya di sekitaran kawasan Tanah Abang. Hingga pukul 13.45 WIB, sudah tidak ada lagi kerumunan dalam jumlah banyak.

 

Sisa-sisa peserta reuni terlihat berpencar sambil berjalan menuju sejumlah angkutan umum. Salah satunya seperti Abu, yang sengaja datang dari Bogor.

 

Abu mengaku kecewa dengan tak diizinkannya reuni akbar ini. Pasalnya sudah dua tahun belakangan ini acara tersebut tak digelar secara offline karena pandemi Covid-19.

 

"Kita kangen saja sih ya, rindu dengan 212. Zikir bersama. Dulu saya selalu datang tiap tahun," ujar Abu di stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2021).

 

Abu berharap tahun depan reuni akbar bisa kembali digelar. Ia pun akan datang kembali begitu ada kabar acara ini akan kembali diadakan.

 

"Kami pasti akan kembali, pasti itu. Tahun depan kalau ada lagi saya pasti datang," tuturnya.

 

Dia pun berharap kepolisian dan pemerintah tidak menjegal rencana digelarnya aksi ini tahun depan.

 

"Tolong pak polisi, kenapa sampai begini banget (dibubarkan). Kita cuma rindu sama 212," pungkasnya.

 

Meski massa terlihat sudah bubar, kepolisian dan aparat keamanan lainnya masih berjaga ketat. Terlihat Jalan menuju ke patung kuda seperti di Medan Merdeka Selatan, Abdul Muis, dan Medan Merdeka Barat masih ditutup. (suara)



 

SANCAnews.id – Pihak Polda Metro Jaya memberi penjelasan terkait perbedaan perlakuan antara demonstrasi dengan acara reuni.

 

Mengenai kegiatan Reuni 212 yang dilarang, karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak mengeluarkan rekomendasi dan izin penggunaan lokasi reuni.

 

Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, untuk menanggapi pernyataan sejumlah pihak yang merasa ada perbedaan sikap kepolisian dalam memberikan izin Reuni 212, dengan aksi demonstrasi di DKI Jakarta beberapa waktu belakangan.

 

"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998, dalam rangka menyampaikan pendapat di muka umum itu ada ketentuannya," ujar Zulpan kepada wartawan, Kamis (2/12/2021).

 

Zulpan menjelaskan, kegiatan Reuni 212 tidak dapat digelar karena izin penggunaan kawasan Patung Arjuna Wiwaha berada di bawah pemerintah daerah.

 

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memutuskan tidak mengeluarkan izin penggunaan lokasi tersebut untuk kegiatan yang rencananya digelar pada Kamis (2/12/2021) hari ini.

 

"Patung kuda ini tidak di bawah Polda Metro izinnya. Tetapi pemerintah daerah. Nah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mengeluarkan izin," ungkap Zulpan.

 

Selain itu, lanjut Zulpan, Satgas Covid-19 Provinsi DKI Jakarta juga tidak mengeluarkan rekomendasi untuk kegiatan tersebut.

 

Alhasil, Kepolisian memutuskan untuk tidak memberikan izin keramaian bagi pelaksanaan kegiatan Reuni 212.

 

"Kemudian harus ada juga rekomendasi dari Satgas Covid-19 di tengah situasi pandemi ini. Nah, Satgas Covid-19 Provinsi DKI Jakarta tidak memberikan rekomendasi izin kepada panitia," ungkap Zulpan.

 

Acara Reuni 212 rencananya bakal digelar di dua tempat, yakni kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat; dan Masjid Az Zikra, Sentul, Kabupaten Bogor.

 

Aksi Superdamai bertempat di kawasan Patung Kuda, pukul 08.00-11.00 WIB, kemudian dilanjutkan di Masjid Az Zikra.

 

Namun, acara di Patung Kuda tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian.

 

Polisi menyekat semua jalan ke arah Monas dengan kawat berduri.

 

Kondisi di Patung Kuda pun terpantau sepi.

 

Selain itu, Yayasan Az Zikra juga menolak pelaksanaan Reuni 212 di Masjid Az Zikra karena mereka masih berduka atas meninggalnya Muhammad Ameer Adz Zikro, anak almarhum KH Muhammad Arifin Ilham yang merupakan pemilik yayasan. (tribun) SANCAnews.id – Massa Reuni 212 yang hendak menggelar aksi di sekitar Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat dibubarkan paksa oleh polisi pada Kamis siang ini. Mereka sudah dihadang oleh aparat sejak masih berada di kawasan Cikini dan Gondangdia.

 

Dari pantauan Tempo, tidak semua massa yang bersedia meninggalkan kawasan Jalan MH Thamrin. Beberapa di antara mereka terlihat bertahan di sekitar simpang Thamrin yang sudah disekat menggunakan pagar duri besi. "Bubar, bubar!" teriak polisi memerintahkan massa meninggalkan lokasi pada Kamis siang, 2 Desember 2021.

 

Massa yang awalnya kekeh, akhirnya kocar-kacir setelah dikejar polisi menggunakan sepeda motor. Aparat mengejar mereka hingga naik ke Atas trotoar. Beberapa di antara mereka bahkan terlihat terjatuh saat dikejar aparat.

 

Meski begitu, polisi tidak menangkap satu pun massa Reuni 212. Massa yang berpakaian serba putih kemudian terlihat mundur ke arah Stasiun Gondangdia.

 

Seperti diketahui, Reuni Alumni 212 rencananya digelar di kawasan Patung Kuda. Meski tidak mengantongi izin keramaian dari Polda Metro Jaya, sejumlah orang tetap saja berusaha hadir ke sana.

 

Polisi telah menyekat sejumlah titik agar massa yang ingin menggelar Reuni 212 tidak bisa mencapai kawasan Patung Kuda. Alhasil hingga kini daerah tersebut masih sepi imbas massa yang tertahan. (tempo)



 

SANCAnews.id – Pihak Polda Metro Jaya memberi penjelasan terkait perbedaan perlakuan antara demonstrasi dengan acara reuni.

 

Mengenai kegiatan Reuni 212 yang dilarang, karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak mengeluarkan rekomendasi dan izin penggunaan lokasi reuni.

 

Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, untuk menanggapi pernyataan sejumlah pihak yang merasa ada perbedaan sikap kepolisian dalam memberikan izin Reuni 212, dengan aksi demonstrasi di DKI Jakarta beberapa waktu belakangan.

 

"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998, dalam rangka menyampaikan pendapat di muka umum itu ada ketentuannya," ujar Zulpan kepada wartawan, Kamis (2/12/2021).

 

Zulpan menjelaskan, kegiatan Reuni 212 tidak dapat digelar karena izin penggunaan kawasan Patung Arjuna Wiwaha berada di bawah pemerintah daerah.

 

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memutuskan tidak mengeluarkan izin penggunaan lokasi tersebut untuk kegiatan yang rencananya digelar pada Kamis (2/12/2021) hari ini.

 

"Patung kuda ini tidak di bawah Polda Metro izinnya. Tetapi pemerintah daerah. Nah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mengeluarkan izin," ungkap Zulpan.

 

Selain itu, lanjut Zulpan, Satgas Covid-19 Provinsi DKI Jakarta juga tidak mengeluarkan rekomendasi untuk kegiatan tersebut.

 

Alhasil, Kepolisian memutuskan untuk tidak memberikan izin keramaian bagi pelaksanaan kegiatan Reuni 212.

 

"Kemudian harus ada juga rekomendasi dari Satgas Covid-19 di tengah situasi pandemi ini. Nah, Satgas Covid-19 Provinsi DKI Jakarta tidak memberikan rekomendasi izin kepada panitia," ungkap Zulpan.

 

Acara Reuni 212 rencananya bakal digelar di dua tempat, yakni kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat; dan Masjid Az Zikra, Sentul, Kabupaten Bogor.

 

Aksi Superdamai bertempat di kawasan Patung Kuda, pukul 08.00-11.00 WIB, kemudian dilanjutkan di Masjid Az Zikra.

 

Namun, acara di Patung Kuda tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian.

 

Polisi menyekat semua jalan ke arah Monas dengan kawat berduri.

 

Kondisi di Patung Kuda pun terpantau sepi.

 

Selain itu, Yayasan Az Zikra juga menolak pelaksanaan Reuni 212 di Masjid Az Zikra karena mereka masih berduka atas meninggalnya Muhammad Ameer Adz Zikro, anak almarhum KH Muhammad Arifin Ilham yang merupakan pemilik yayasan. (tribun)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.