SANCAnews.id – Hakim mempertanyakan terdakwa Briptu
Fikri Ramadhan yang tetap menembak 1 anggota laskar FPI, sedangkan 3 lainnya
sudah tewas di dalam mobil.
Ipda M Yusmin Ohorella mengatakan 1 korban lainnya masih
melakukan perlawanan sehingga rekannya, Briptu Fikri Ramadhan, tetap melakukan
penembakan.
Hal itu disampaikan Yusmin saat diperiksa sebagai saksi
mahkota dalam persidangan penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek. Awalnya
hakim menanyai mengapa terdakwa tidak meminta bantuan dari Brimob yang berada
di sekitar rest area Km 50 untuk meminjam borgol agar mengamankan korban laskar
FPI, Yusmin menjawab tidak terpikirkan karena ingin membawa 4 anggota laskar
FPI itu dengan cepat.
"Kami tidak memikirkan waktu itu, kita memikirkan
bagaimana caranya 4 orang itu dibawa cepat," kata Yusmin, di sidang PN
Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/11/2021).
Yusmin mengatakan, saat insiden penembakan itu, dia sebagai
pengemudi mobil, kemudian Briptu Fikri duduk di kursi tengah, sedangkan Ipda
Elwira Priadi (terdakwa meninggal dunia) yang duduk di kursi depan sampingnya
sedang menuju Polda Metro Jaya membawa 4 anggota laskar FPI.
Yusmin, yang saat itu mengendarai mobil, melihat kondisi
belakang mobil dengan spion. Yusmin mengatakan saat itu Fikri sedang
menginterogasi anggota laskar FPI, tetapi tiba-tiba Briptu Fikri berteriak
senjata yang ada di kantong celananya direbut oleh anggota laskar FPI yang
berada di sampingnya, sedangkan leher Fikri saat itu dicekik oleh anggota
laskar FPI lainnya yang berada di kursi belakang.
"Alasannya (alasan penembakan) senjata Briptu Fikri
dirampas," kata Yusmin.
Saat itu senjata Briptu Fikri disebut dirampas tetapi belum
sempat digunakan oleh anggota laskar FPI. Sebab, saat Fikri berteriak, polisi
lainnya, Ipda Elwira, yang berada di kursi depan, menembak anggota laskar FPI
yang berada di samping Fikri.
Kemudian anggota laskar FPI lainnya disebut tetap berusaha
merebut senjata dari Briptu Fikri sehingga Ipda Elwira dan Fikri kembali
menembak anggota laskar FPI lainnya karena dinilai terancam nyawa.
Lebih lanjut, anggota majelis hakim, Suharno mempertanyakan
alasan mengapa ketika 3 orang laskar FPI lainnya telah tewas ditembak,
sedangkan masih ada 1 anggota laskar FPI lainnya juga tetap ditembak. Namun,
Yusmin berpendapat saat itu 1 orang anggota laskar FPI lainnya tetap melawan
sehingga terdakwa Fikri melakukan penembakan.
Berikut tanya-jawab hakim dan Yusmin saat memberikan
kesaksian:
"Dengan adanya korban, 1, 2, 3, pertanyaan saya
selanjutnya terhadap korban yang terakhir, korban terakhir ini dengan penumpang
yang ada di Xenia silver itu jumlahnya 3 banding 1, 3 anggota dan 1 yang masih
hidup dan satu ini kan tidak bawa senjata, kenapa harus dilakukan penembakan
lagi dan itu pun beberapa kali? Alasannya apa? Saudara kan katanya melihat dari
spion itu, untuk pertama dua, tiga, empat apakah melihat semuanya? tanya hakim
Suharno.
"Siap lihat," kata Yusmin.
"Kalau melihat keadaan itu semuanya pertanyaan saya
untuk korban yang terakhir ini kenapa dilakukan penembakan, kenapa tidak
dilakukan langsung diamankan 2 orang ke belakang diikat atau apa?" tanya
hakim Suharno.
"Jadi untuk korban terakhir sama, situasinya dia
merampas senjata juga," kata Yusmin.
"Walaupun keadaan temannya sudah begitu?" tanya
hakim Suharno.
"Siap," ujar Yusmin.
"Walaupun tinggal 1 saja dia tetap masih melawan?"
tanya Suharno lagi.
"Siap. Jadi situasinya cepat," ungkap Yusmin.
Diketahui, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan
didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam
kasus Km 50. Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu
Ipda Elwira Priadi tetapi yang bersangkutan sudah meninggal dunia karena kecelakaan.
"Bahwa akibat perbuatan terdakwa (Ipda Yusmin)
bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum)
mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi
Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10/2021).
Kasus bermula saat Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira
bersama 4 polisi lain diperintahkan memantau pergerakan Habib Rizieq Shihab.
Sebab, saat itu Habib Rizieq tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Polda
Metro Jaya terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Di sisi lain, polisi menerima informasi tentang simpatisan
Habib Rizieq akan mengepung Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Desember 2020, di
mana seharusnya Habib Rizieq memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Ketujuh
polisi itu lalu melakukan pemantauan di Perumahan The Nature Mutiara Sentul
Bogor di mana Habib Rizieq berada.
Namun saat itu dari perumahan itu muncul 10 mobil yang diduga
rombongan Habib Rizieq. Ketujuh polisi itu mengikuti menggunakan 3 mobil.
Dalam perjalanan, salah satu mobil polisi dicegat dan
diserempet mobil yang diduga berisi para laskar FPI. Para laskar FPI itu
disebut jaksa sempat menyerang mobil polisi menggunakan pedang.
"Selanjutnya, laki-laki yang menggunakan jaket warna
biru membawa pedang gagang warna biru atau samurai melakukan penyerangan ke
mobil dengan cara mengayunkan pedang gagang warna biru tersebut dan membacok
kap mesin mobil kemudian melanjutkan amarahnya dengan menghunjamkan pedangnya
sekali lagi ke arah kaca depan mobil secara membabi-buta," ucap jaksa.
Polisi sempat memberikan tembakan peringatan, tetapi anggota
laskar FPI balik menodongkan senjata. Setelah itu, terjadi aksi kejar-kejaran
di mana saat anggota laskar FPI kembali menodongkan senjata. Polisi pun
membalas dengan menembak ke arah mobil para anggota laskar FPI itu.
"Ipda Mohammad Yusmin Ohorella melakukan penembakan
beberapa kali yang diikuti oleh Briptu Fikri melakukan penembakan ke arah
penumpang yang berada di atas mobil anggota FPI dengan jarak penembakan yang
sangat dekat kurang-lebih 1 meter," ujar jaksa.
Singkat cerita, kejar-kejaran itu berakhir di rest area Km
50. Saat diperiksa polisi, ada 2 orang yang sudah tewas di dalam mobil anggota
FPI itu, sisanya 4 orang masih hidup.
Polisi lalu membawa 4 orang yang masih hidup itu tetapi tidak
diborgol yang disebut jaksa tidak sesuai standard operating procedure (SOP).
Keempat anggota FPI itu lalu disebut menyerang dan berupaya mengambil senjata
polisi.
Briptu Fikri dan Ipda Elwira pun menembak mati 4 anggota FPI
itu di dalam mobil. Akibat perbuatannya, para terdakwa itu dikenai Pasal 338
KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dtk)