Latest Post

Kapolres Bogor AKBP Harun [antara]



SANCAnews.id – Acara reuni 212 akan diselenggarakan di Masjid Az Zikra Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Diketahui, acara tersebut dilaksanakan pada Kamis 2 Desember 2021.

 

Menanggapi hal itu, Kapolres Bogor, AKBP Harun mengatakan, bahwa pihaknya tidak akan memberikan atau mengeluarkan izin soal reuni 212 yang akan diselenggarakan di Kabupaten Bogor tersebut.

 

Apalagi kata Harun, saat ini wilayah Kabupaten Bogor masih menerapkan PPKM level 3.

 

"Kabupaten Bogor masih level 3, belum mengizinkan untuk kegiatan berkumpul dengan jumlah besar," tegasnya, saat dihubungi Suara.com, Selasa (30/11/2021).

 

Sebelumnya, Camat Babakan Madang Cecep Imam mengatakan, pihaknya belum menerima surat permohonan giat atau acara reuni 212 yang akan dilaksanakan di Masjid Az Zikra Sentul, Bogor, Jawa Barat.

 

Menurutnya, hingga sore ini pihak kecematan belum menerima surat permohonan tersebut dari panitia ataupun pihak Yayasan Az Zikra Bogor.

 

"Saya belum menerima surat permohonan giat yang dimaksud, baik dari yayasan Az Zikra atau panitia reuni 212," katanya.

 

"Saya gak mau ngarang, besok akan di cek, karena info dari pihak yayasan," tukasnya.

 

Diberitakan sebelumnya, Ketua Panitia Reuni 212 Eka Jaya mengatakan, untuk reuni 212 yang semula akan dilaksanakan di Jakarta kini berpindah ke Masjid Az Zikra, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

 

Menurut dia, pelaksanaan tersebut akan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 di Masjid Az Zikra Sentul pada 2 Desember 2020 nanti.

 

"Panitia reuni memutuskan dilaksanakan di Masjid Az Zikra Sentul Bogor, sekaligus doa bersama untuk Almarhum Ust Ameer Azzikra putra alm. KH M Arifin Ilham," katanya kepada wartawan, Senin (29/11/2021). (*)



 

SANCAnews.id – Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, yakni Yusuf Martak, mengungkap bahwa pihaknya kapok alias tak lagi mau mendukung Prabowo Subianto jika maju dalam Pilpres (2024) mendatang.

 

Menurutnya, umat Islam tidak boleh masuk ke dalam lubang yang sama sebanyak dua kali, kecuali keleda

 

Ya, dengan tegas Yusuf Martak mengatakan bahwa pihaknya tak mau melakukan kesalahan untuk mendukung Prabowo seperti yang terjadi di 2019 silam.

 

Dirinya menjelaskan bahwa saat Pilpres 2019 lalu, GNPF memberikan dukungan penuh kepada Prabowo Subianto, tetapi enggan disebut sebagai pendukung murninya.

 

Pasalnya, menurut Yusuf Martak, saat 2019 silam, baik PA 212 atau GNPF Ulama hanya menginginkan adanya pergantian kepemimpinan.

 

“Kalau seandainya kita ini seperti di 2019, bukan hanya kita murni sebagai pendukung, tidak sebenarnya, kita hanya ingin pergantian kepemimpinan karena pengalaman di periode pertama kita merasa ada kekurangan yang tidak ada perubahan sama sekali,” terang Yusuf Martak dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, dikutip terkini.id via Kabarbesuki pada Minggu, 31 Oktober 2021.

 

Lantaran pada 2019 lalu hanya ada dua calon, yakni Presiden Jokowi dan Prabowo, maka GNPF Ulama akhirnya memutuskan untuk memberikan dukungan mereka kepada Prabowo.

 

Bukan tanpa alasan, Yusuf Martak mengatakan bahwa saat Pilpres 2019 lalu, Prabowo memberikan 17 janji untuk para ulama jika terpilih jadi presiden, salah satunya, yaitu berkaitan dengan pembebasan Rizieq Shihab.

 

“Seperti waktu Pilpres 2019, Pak Prabowo menandatangani fakta integritas 17 poin, tidak ada satu pun untuk Habib Rizieq dan untuk kita. Hanya poin ke-17, memulangkan Habib Rizieq, itu saja.”

 

Lebih lanjut, dalam diskusi wawancaranya dengan Refly Harun tersebut, Yusuf Martak juga disinggung soal ke mana arah dukungan GNPF Ulama pada Pilpres 2024 mendatang.

 

Menanggapi hal itu, ia pun membeberkan bahwa yang jelasnya pihaknya tidak akan lagi masuk lubang yang sama dua kali.

 

“Yang jelas, kita sebagai umat Islam tidak boleh masuk lobang dua kali, kecuali keledai,” tutur Yusuf Martak.

 

Ia menegaskan bahwa GNPF Ulama tidak akan meniru cara ‘keledai’ untuk masuk ke lubang yang sama dengan memberikan dukungan kepada Prabowo di Pilpres 2024.

 

“Kita gak mau meniru cara keledai untuk masuk lubang yang sama dua kali,” pungkasnya. (terkini)



 

SANCAnews.id – Menjelang akhir tahun, Reuni Akbar 212 yang digelar setiap 2 Desember akan tetap berlangsung pada tahun 2021 ini.

 

Ketua Umum (Ketum) Persaudaraan Alumni (PA) 212, Ustaz Slamet Ma'arif mengatakan, Reuni Akbar 212 insya Allah akan tetap dilaksanakan tahun ini seperti tahun-tahun sebelumnya dalam bentuk aksi unjuk rasa maupun pertemuan melalui virtual.

 

"Insya Allah (Reuni 212 tetap ada)," ujar Slamet kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (31/10).

 

PA 212 kata Slamet, saat ini tengah mempertimbangkan acara Reuni Akbar 212 akan dilaksanakan dengan cara turun ke jalan melakukan unjuk rasa lantaran saat ini khususnya di Ibukota Jakarta sudah banyak terjadinya aksi unjuk rasa.

 

"Masih dipertimbangkan (turun ke jalan aksi unjuk rasa," pungkas Slamet.

 

Aksi 212 merupakan aksi unjuk rasa dari umat Islam yang digerakkan oleh Habib Rizieq Shihab pada 2 Desember 2016.

 

Kala itu massa aksi 212 menuntut agar Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipenjarakan karena menistakan Alquran yang merupakan kitab suci umat Islam.

 

Setelah Aksi 212 pada 2016 itu dihadiri dengan jutaan orang dari berbagai daerah di seluruh Indonesia bahkan luar negeri, pada tahun selanjutnya di tanggal yang sama secata rutin digelar Reuni Akbar 212. (rmol)


 

SANCAnews.id – Mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan akhirnya buka suara soal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

 

Saat ini propyek tersebut banyak menuai kecaman karena biayanya terus menggelembung, tak sesuai dengan perkiraan awal.

 

Bahkan untuk menyukseskan proyek tersebut, pemerintah harus 'mengemis' pada APBN agar mendapatkan dana.

 

Menteri Perhubungan 2014-2016, Ignasius Jonan, beberapa kali mengungkapkan keberatannya soal keberadaan rencana proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

 

Jonan bahkan sempat menolak menerbitkan izin trase pembangunan kereta cepat karena dinilai masih ada beberapa regulasi yang belum dipenuhi, terutama terkait masa konsesi.

 

Sebagai Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan yang seharusnya menjadi penanggung jawab utama sektor perkeretaapian di Indonesia saat itu, juga diketahui tidak hadir saat acara groundbreaking proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Walini.

 

Padahal acara groundbreaking pada Januari 2016 tersebut dihadiri langsung oleh atasannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jonan belakangan juga tak lagi menjabat Menhub sejak Juli 2016 karena terkena reshuffle kabinet.

 

Alasan keberatan Jonan 

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 3 September 2015, Jonan kala itu menegaskan, selama ini tidak perlu ada moda transportasi semacam kereta cepat untuk rute Jakarta-Bandung.

 

Kata dia, secara teknis, kereta cepat yang memiliki kecepatan di atas 300 kilometer per jam tidak cocok untuk rute pendek seperti Jakarta-Bandung yang hanya kisaran 150 kilometer.

 

Perhitungan Jonan, jika di antara rute Jakarta-Bandung dibangun lima stasiun, jarak antar-satu stasiun dengan stasiun berikutnya sekitar 30 kilometer.

 

Apabila dibangun delapan stasiun, jarak antar-stasiun kurang dari 20 kilometer. Jonan lebih lanjut memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak 150 kilometer tersebut.

 

"Kalau Jakarta-Bandung itu total misal butuh 40 menit, berarti kalau interval tiap stasiun (jika lima stasiun) adalah delapan menit. Kalau delapan menit, apa bisa delapan menit itu dari velositas 0 km per jam sampai 300 km per jam? Saya kira enggak bisa," kata Jonan.

 

Lebih lanjut, mantan bos PT KAI (Persero) itu menyampaikan, apabila di antara Jakarta-Bandung dibangun delapan stasiun, waktu tempuh dari stasiun ke stasiun berikutnya adalah lima menit.

 

"Dari satu stasiun ke stasiun lainnya lima menit, enggak bisa akselerasinya. Kita menyarankan tidak perlu pakai kereta cepat. Itu saja," ujar Jonan.

 

Menurut Jonan, kereta cepat idealnya dibangun untuk rute-rute jarak jauh, misalnya Jakarta-Surabaya.

 

Terkait dengan keputusan pemerintah atas proposal Jepang dan Tiongkok, Jonan menegaskan, megaproyek tersebut akan diserahkan kepada BUMN dan investor secara komersial alias business to business (B2B).

 

Dia menuturkan, tidak ada dana APBN yang digelontorkan untuk proyek yang sifatnya B2B, baik langsung maupun tak langsung. Jonan menjelaskan, BUMN dalam proyek ini bertindak sebagai badan usaha, bukan mewakili pemerintah.

 

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, hanya bertindak sebagai regulator yang mengatur trase dan izin proyeknya.

 

Dia mengatakan, pihaknya hanya bertugas untuk mengatur trase yang akan dilalui proyek tersebut.

 

Jonan tak banyak dilibatkan 

Sedari awal, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung itu tidak banyak melibatkan seorang Jonan. Proyek ini murni proyek bisnis BUMN Indonesia dan China.

 

Tak ada dana APBN sesuai janji pemerintah saat itu. Programnya pun tak tercantum di Kementerian Perhubungan kala itu.

 

Triliun Jonan juga tidak banyak dilibatkan dalam memilih China untuk menggarap proyek kereta cepat itu. Keputusan itu diambil oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.

 

Rini adalah orang yang sedari awal ngotot mendorong realisasinya megaproyek itu. Bahkan, Rini pula yang mendukung keikutsertaan China ikut berpartisipasi dalam proyek tersebut.

 

"Soal kereta cepat Jakarta-Bandung, saya yang paling menentang. Itu tidak berkeadilan," kata Jonan dalam "CEO Speaks on Leadership Class" di Universitas Binus, Jakarta, pertengahan 2014. "Rohnya APBN itu NKRI. Kalau Jawa saja yang maju, ya merdeka saja Papua dan lainnya itu," ucap Jonan.

 

Sikap tegas itu terbawa hingga menjadi Menteri Perhubungan. Sebelum Presiden memutuskan bahwa proyek kereta cepat tak boleh menggunakan APBN, Jonan sudah lebih dulu menolaknya.

 

Pria asal Surabaya itu mengharamkan dana APBN digunakan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Polemik izin trase

 

Diberitakan Harian Kompas, 1 Februari 2016, izin trase dari Kementerian Perhubungan sempat terkatung-katung lantaran Jonan belum menerbitkan izinnya.

 

Menurutnya, alasan belum keluarnya izin, karena dirinya tegas mengikuti koridor regulasi.

 

"Saya kira publik tidak pernah memahami UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian dan peraturan menteri yang mengikutinya. Kalau mereka tahu, mereka akan mengerti saya hanya menjalankan undang-undang," kata Jonan saat itu.

 

"Mereka sebagai pengusaha tentu akan minta kemudahan sebanyak-banyaknya. Kementerian BUMN tentu minta sebanyak-banyaknya, kita yang harus mengaturnya," tambahnya.

 

Dia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak mempersulit perizinan kereta cepat. Asalkan, semua persyaratan bisa dipenuhi.

 

"Baca dong Perpres No 107/2015. Di situ tercantum Kemenhub harus menegakkan perundangan yang berlaku. Saya dukung kereta cepat agar cepat terbangun. Jika semua dokumennya siap, dalam waktu satu minggu, izin akan keluar. Pokoknya Kemenhub tidak akan mempersulit, tetapi juga tidak akan mempermudah," ungkapnya.

 

Waktu itu, menurut Jonan, PT Kereta Cepat Indonesia China atau KCIC belum sepakat dengan Kementerian Perhubungan dalam soal konsesi.

 

"Menurut laporan, belum ada kesepakatan. Prinsipnya memang harus ada konsesi. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, kereta yang dibangun bukan oleh pemerintah harus melakukan perjanjian konsesi," ujar Jonan.

 

Menurut dia, pemerintah memberikan hak pengoperasian dan pembangunan kereta. Menteri Perhubungan mewakili negara. Konsesi diberikan maksimum 50 tahun sejak ditandatangani kontrak konsesi, bukan sejak pertama kali operasi.

 

Kritik DPR 

Proyek tersebut dikritik karena nilai investasinya bengkak dari estimasi sebelumnya yakni Rp 86,5 triliun menjadi Rp 114 triliun.

 

Di mana pemerintah Indonesia rencananya akan menutup kekurangan melalui dana APBN agar tidak mangkrak.

 

Padahal pada awalnya, pemerintah tegas berjanji tidak akan menggunakan duit APBN untuk proyek tersebut.

 

Estimasi biaya pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung saat ini juga sudah jauh melampaui proposal penawaran biaya investasi kereta cepat dari Jepang melalui JICA.

 

Kritik salah satunya datang dari Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel. Ia berpendapat sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru, dibandingkan membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

 

“Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business (B to B),” kata Rachmat Gobel dikutip dari Antara, Minggu (31/10/2021).

 

Menurut mantan Menteri Perdagangan ini, agar Indonesia konsisten dengan skema business to business, maka pembengkakan biaya itu diserahkan ke perusahaan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

 

Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI.

 

Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

 

Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC.

 

“Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dan jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya," ucap Rachmat Gobel.

 

"Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN,” kata dia lagi.

 

Jokowi ralat janjinya 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

 

Dari beberapa pasal revisi, yang paling jadi sorotan publik adalah revisi Pasal 4, di mana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kini diizinkan untuk didanai APBN.

 

Padahal, saat perencanaan hingga awal pembangunan, baik Presiden Jokowi maupun para pembantunya, berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat seperser pun untuk membiayai proyek kerja sama dengan China tersebut.

 

"Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business. Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi," kata Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet pada 15 September 2015.

 

Lagi Sesuai dengan janji Jokowi dahulu, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung memang dilarang menggunakan uang APBN yang diatur dalam Perpres 107 Tahun 2015.

 

Dalam regulasi lawas itu, pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hanya boleh bersumber dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan. (tribun)



 

SANCAnews.id – Negeri Jiran Malaysia kembali melayangkan sindiran pedas kepada Indonesia terkait kondisi di Laut Natuna Utara saat ini.

 

Dilansir dari Pikiran Rakyat.com, baru-baru ini salah satu media Malaysia menyoroti penggunaan kapal China oleh pihak Indonesia di Laut Natuna Utara di tengah sengketa yang masih terjadi.

 

Tak hanya itu, Malaysia juga menilai sikap Indonesia yang terkesan diam saja saat kapal milik China justru menjadi ancaman kuat dengan bebas berlayar di zona Laut Natuna Utara .

 

Saat Malaysia langsung menyikapi tindakan China yang memasuki wilayah mereka, Indonesia malah berdiam diri tak beri perlawanan.

 

Tak cuma sikap Indonesia yang dianggapberdiam diri tanpa perlawanan, media Malaysia juga menyindir sebuah keanehan yang terjadi di Laut Natuna Utara.

 

Hal tersebut terkait perusahaan migas Indonesia, PT Medco Energi yang menyewa kapal pemboran milik perusahaan China untuk melakukan pengeboran minyak dan gas di Blok B di laut Natuna Utara.

 

Kapal pemboran Deepblue Explorer (Shen Lan Tan Suo) milik perusahaan China Oilfield Services Limited terdeteksi sedang beroperasi di Laut Natuna untuk melakukan pekerjaan atas nama PT Medco Energi.

 

Hanya saja, rig pengeboran perusahaan China tersebut tidak merambah ke wilayah perairan Indonesia di Laut Natuna seperti yang dilakukan kapal penjaga pantai. Hal tersebut dikarenakan rig pengeboran China sebenarnya dikontrak oleh perusahaan Indonesia sendiri.

 

Kesepakatan antara perusahaan China dan Indonesia itu ditandatangani sejak bulan Juni lalu.

 

Anehnya, Indonesia menggunakan keahlian dari negara-negara yang merambah perairannya,” tulis Defence Security Asia dalam artikelnya pada 27 Oktober 2021.

 

Di akhir artikel disebutkan “kapal Haiyang Dizhi akhirnya meninggalkan perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna beberapa hari yang lalu, kapal Dayang Hao juga meninggalkan perairan ZEE Malaysia”.

 

Sementara itu, upaya Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk membungkam isu keberadaan kapal China di Laut Natuna dengan alasan bahwa negara itu menghormati kebebasan navigasi di Laut Natuna sebelumnya telah mendapatkan kritik oleh beberapa pihak. (terkini)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.