Latest Post


 

SANCAnews.id – Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) berencana menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara, Jakarta. Aksi unjuk rasa itu akan digelar tepat di Hari Sumpah Pemuda atau 28 Oktober.

 

"Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda tahun 2021 di tengah catatan 2 Tahun kepemimpinan rezim Jokowi-MA, Pemerintah gagal mensejahterakan rakyat," kata Ketua Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN) M Yahya kepada wartawan, Selasa (26/10/2021).

 

Yahya mengungkapkan aksi unjuk rasa itu rencananya akan digelar pada pukul 11.00-17.00 WIB. Titik kumpul demonstran berada di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat.

 

"Massa aksi kurang-lebih 500 orang," ujarnya.

 

Sementara itu, Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) Nining Elitos mengatakan ada sejumlah tuntutan yang diusung dalam unjuk rasa itu. Pertama, tuntutan mencabut UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Cipta Kerja dan berbagai aturan turunannya.

 

Gebrak juga mendesak penghentian pemutusan hubungan kerja (PHK), setop kriminalisasi dan penangkapan aktivis, serta menjamin persamaan hak dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga dan buruh migran.

 

Mereka juga menuntut jaminan perlindungan bagi buruh di berbagai sektor, pengusutan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan, pengembalian 58 orang pegawai KPK, penghentian pembungkaman dan represifitas terhadap gerakan rakyat.

 

Selain itu, Gebrak menuntut penghentian kekerasan terhadap perempuan.

 

"Tuntutan Gebrak itu cabut omnibus law UU Cipta Kerja beserta turunannya, hentikan pembungkaman dan represifitas terhadap gerakan rakyat, usut kasus korupsi BPJS, usut kasus korupsi bantuan sosial, setop PHK sepihak, hentikan kekerasan terhadap perempuan. Rezim Jokowi-Amin gagal sejahterakan rakyat," tutur Nining.

 

Beberapa elemen masyarakat yang berencana ikut aksi di Istana pada 28 Oktober antara lain Kasbi, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), LBH Jakarta, YLBHI, SP-Perbankan, KPR, SEMPRO, LMND-DN, hingga GMNI-Presidium. (dtk)



 

SANCAnews.id – Pernyataan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut "Kementerian Agama (Kemenag) adalah hadiah untuk Nadhlatul Ulama (NU)" disarankan agar turut diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Saran tersebut disampaikan Direktur Pusat Riset Politik Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, lantaran menduga pernyataan Yaqut bisa berbuntut panjang.

 

Pasalnya, Yaqut pernah menyatakan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) adalah menterinya semua agama. Namun saat ini pernyataan yang bertolak belakang ia tunjukkan ke hadapan publik.

 

"Pernyataan tersebut akan bermakna ganda dan liar, tidak hanya bermakna seperti yang ia lontarkan," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (26/10).

 

Kemarin, Yaqut mengklarifikasi pernyataannya yang diklaim hanya ditujukan terbatas kepada kalangan NU dan internal Kemenag. Akan tetapi menurut Saiful, patut diperiksa oleh KPK yang dimaksud "Hadiah" oleh Menag.

 

"Kalau memang ada pemberian hadiah maka sudah memenuhi unsur korupsi, kolusi dan nepotisme di situ," katanya.

 

Jika Yaqut mengklaim Kemenag adalah hadiah untuk NU, Saiful menduga jabatan Menag juga merupakan hadiah. Sehingga, KPK harus memeriksa pemberi hadiah dan penerima hadiah.

 

"Kalau dari struktur ketatanegaraan yang memilih menteri itu adalah Presiden, maka bisa jadi yang memberi hadiah adalah Presiden dan yang diberi hadiah berdasarkan pernyataan Yaqut adalah NU, sedangkan Yaqut adalah hadiah itu sendiri," kata Saiful.

 

Sehingga, Saiful menilai bahwa Yaqut perlu diperiksa KPK untuk menelusuri apakah memang ada deal-deal tertentu terkait posisi Yaqut sebagai Menag.

 

Karena menrutnya, yang dikatakan Yaqut tidak hanya memiliki aspek politik dan sosial budaya, akan tetapi juga erat kaitannya dengan aspek hukum.

 

"Di mana kata-kata hadiah itu dilarang dan bertentangan dengan semangat pemberantasan tindak pidana korupsi," tuturnya.

 

Dari kaca mata Saiful, kejadian ini akan membuat rakyat semakin ragu dengan kinerja Yaqut, karena secara nyata mengumbar Kemenag adalah hadiah bagi NU.

 

"Jangan-jangan Yaqut sering menerima hadiah atau memberi hadiah. Maka untuk itu selain KPK harus memeriksa Yaqut, juga Jokowi sudah sangat kuat untuk kemudian melakukan pencopotan kepada Yaqut," katanya.

 

"Secara tidak langsung Jokowi sebagai orang yang mengangkat Menag dan merupakan orang yang harus bertanggung jawab atas pemberian hadiah kepada NU yang dimaksud Yaqut tersebut," pungkas Saiful. []



 

SANCAnews.id – Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Ustaz Fahmi Salim menilai bahwa Sukarno Center selaku panitia pelaksana acara kepindahan agama Sukmawati Soekarnoputri kerap melakukan provokasi terhadap umat Islam.

 

Awalnya Ustaz Fahmi membahas soal beredarnya kabar bahwa upacara kepindahan agama Sukmawati tersebut mengundang sejumlah tokoh publik.

 

Padahal sebagaimana yang ditegaskan pihak keluarga, Sukmawati pindah agama atas kemauannya sendiri alias pilihan pribadi.

 

“Karena acaranya bersifat personal sebaiknya tidak perlu membuat undangan-undangan itu. Ini kan menggunakan pilihan pribadi, menurut yang saya baca, undangan itu disebarkan oleh pihak panita, ya Soekarno Center. Jadi bukan pribadi bu Sukma, meski sudah dibantah keluarganya,” kata Ustaz Fahmi dalam saluran YouTube Hersubeno Point, dikutip Hops.id pada Selasa, 26 Oktober 2021.

 

Oleh sebabnya Ustaz Fahmi mengimbau agar umat Islam tak mudah terpancing dengan berbagai narasi yang beredar.

 

Terlebih, kata dia, sejumlah jajaran di Soekarno Center termasuk ketuanya kerap memprovokasi umat Islam.

 

Sehingga soal acara kepindahan agama Sukmawati yang dikabarkan mengundang berbagai pihak tak perlu dipermasalahkan.

 

“Kita juga harus berhati-hati ini kan ketua Soekarno Center terkenal ya, suka memprovokasi itu. Beberapa tingkatannya juga ada hal-hal yang provokatif. Jadi kita umat Islam juga tidak perlu terpancing, dengan adanya undangan-undangan itu,” tegasnya.

 

“Nah kalau boleh kita menilai undangan itu bersifat publik ya kita boleh mengkritik. Bahwa acara semacam itu tidak perlu dipublikasi, karena itu sifatnya individu dan personal. Tapi mungkin kalau dihadiri oleh keluarga saja ya silakan seperti misalnya non muslim masuk Islam ya itu dihadiri oleh kerabat dekat saja tidak diumumkan, anda harus berbondong-bondong masuk,” sambungnya. (*)



 

SANCAnews.id – Anggota Brimob dari Polda Jawa Barat Enggar Jati Nugroho mengaku melihat senjata tajam seperti samurai dan golok serta senjata api dikeluarkan dari mobil Chevrolet yang dipakai anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) ketika digeledah polisi. Penggeledahan itu terjadi di rest area Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek.

 

Hal tersebut diungkapkan Enggar saat menjadi saksi dalam perkara dugaan dugaan pembunuhan di luar proses hukum atau unlawful killing terhadap empat anggota laskar FPI.

 

"Ada semacam samurai, golok. Ada beberapa saya lihat," kata Enggar melalui sambungan virtual yang ditayangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/10/2021).

 

"(Senpi) ada dua," tambahnya.

 

Enggar sendiri saat itu bersama tiga anggota Brimob Polda Jabar lainnya tengah beristirahat di rest area Km 50 Tol Jakarta-Cikampek. Enggar mengatakan, mereka dalam tugas mengawal kedatangan vaksinasi Covid-19.

 

Ia sudah berada di rest area sejak pukul 18.00 WIB. Sementara itu, lanjut Enggar, sekitar pukul tengah malam tiba-tiba ada mobil Chevrolet yang masuk ke rest area.

 

Mobil Chevrolet itu dalam kondisi rusak. Menurut Enggar, dua ban mobil itu pecah. Mobil pun berhenti setelah menabrak sebuah mobil sedan.

 

Diketahui, mobil Chevrolet yang dibawa anggota laskar FPI itu sempat menyerempet mobil polisi hingga akhirnya terjadi kejar-kejaran sampai ke rest area Km 50 Tol Jakarta-Cikampek.

 

"Kami sedang ngopi di warung rest area. Tiba-tiba datang mobil Chevrolet. Dalam kondisi ban pecah. Mobil berhenti karena ada sedan yang mau keluar," tuturnya.

 

Tak lama kemudian, lanjut Enggar, datang seorang polisi. Polisi tersebut berteriak-teriak sambil mengetuk-ngetuk mobil Chevrolet, meminta para penumpang turun.

 

Enggar mengaku sempat bertanya dari mana asal satuan polisi itu, yang kemudian dijawab dari Polda Metro Jaya.

 

"Ada orang datang, berteriak, 'polisi, polisi'. Saya tanya, dari mana? Katanya, Polda Metro Jaya," tuturnya.

 

Setelah itu, dia melihat empat orang turun dari mobil Chevrolet. Sementara itu, ada dua orang lain di dalam mobil.

 

Menurutnya, dua orang itu ada di bagian depan dan tengah. Enggar mengatakan, salah satunya dalam posisi telungkup.

 

Empat orang yang turun dari mobil pun diminta tiarap. Mereka, kata Enggar, tiarap di bagian samping kiri mobil.

 

"Saat empat orang ditiarapkan, dua orang dibiarkan di dalam mobil," kata dia.

 

Polisi pun kemudian menggeledah mobil. Enggar mengatakan, ada beberapa orang polisi lagi yang datang dan ikut menggeledah.

 

Menurut Enggar, ketika peristiwa itu terjadi, masyarakat mulai berkerumun. Ia pun mencoba mencegah masyarakat mendekat.

 

Karena itu, Enggar mengaku tidak terlalu memperhatikan lagi apa yang terjadi kepada enam orang anggota FP baik yang tiarap maupun yang ada di dalam mobil.

 

"Saya tidak tahu. Saya mengamankan masyarakat. Karena saat ramai-ramai masyarakat datang," ucapnya.

 

Enggar mengungkapkan, penggeledahan di rest area tersebut berlangsung sekitar 15-20 menit.

 

Mobil Chevrolet pun diangkut menggunakan mobil derek. Sementara itu, ada sebuah mobil lain yang berhenti di bahu jalan dekat rest area.

 

"Akhirnya ada derek datang dan meninggalkan rest area. Yang diderek Chevrolet. Tidak tahu dibawa kemana, pokoknya keluar rest area," ujar Enggar.

 

Agenda sidang pada Selasa ini yaitu keterangan saksi dari pihak jaksa penuntut umum (JPU). Adapun terdakwa dalam perkara ini, yakni Ipda Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan.

 

Semestinya ada tiga, tetapi satu tersangka, yaitu Ipda Elwira Priadi Z, meninggal dunia pada 4 Januari 202. Penyidikan terhadap dirinya pun dihentikan.

 

Empat anggota Laskar FPI yang kemudian tewas ditembak dalam penguasaan Fikri, Yusmin, dan Elwira adalah Lutfil Hakim, Akhmad Sofiyan, M Reza, dan Muhammad Suci Khadavi Poetra. Penembakan terjadi di dalam mobil Daihatsu Xenia dengan nopol B-1519-UTI.

 

Jaksa mendakwa Yusmin dan Fikri telah melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Pasal 338 KUHP merupakan pasal tentang pembunuhan, sementara itu Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian. (kompas)


 

SANCAnews.id – Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat disebut menjadi orang yang memerintahkan tujuh anggota kepolisian untuk melakukan pembuntutan terhadap rombongan Muhammad Rizieq Shihab, dengan surat perintah penyelidikan (sprindik).

 

Hal itu terungkap, dalam kesaksian Toni Suhendar yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara yang menewaskan 6 anggota laskar FPI, Selasa (26/10/2021).

 

Toni sendiri merupakan anggota Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya yang juga mendapat mandat untuk melakukan pembuntutan tersebut.

 

Hal itu terungkap saat jaksa menanyakan kepada Toni terkait perintah untuk melakukan pembuntutan itu berdasar arahan siapa.

 

Toni menjawab, perintah itu datang dari pimpinan di Direktorat Kriminal Umum yakni Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat.

 

"Kombes Tubagus Ade Hidayat, itu yang memperintahkan? Memperintahkan untuk penyidikan dan penyelidikan?" tanya jaksa dalam sidang.

 

"Iya (dia yang memperintahkan)," jawab Toni yang dihadirkan secara daring.

 

"Tubagus Ade Hidayat Dirkrimum Polda Metro Jaya?" cecer jaksa.

 

"Iya," jawab lagi Toni.

 

Diketahui, perintah itu tertuang dalam Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik/5626/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 05 Desember 2020 perihal melakukan tindakan kepolisian dalam rangka penyelidikan berdasarkan informasi dari hasil Patroli Cyber tentang adanya rencana pergerakan jutaan massa PA 212 yang akan menggeruduk Polda Metro Jaya dalam menanggapi Surat Panggilan kedua dari Penyidik Polda Metro Jaya kepada Muhammad Rizieq Alias Habib Muhammad Rizieq Shihab.

 

Lebih lanjut, Toni menyebut, terdapat 7 anggota kepolisian yang mendapat tugas untuk mengikuti rombongan Muhammad Rizieq Shihab tersebut.

 

"Bertujuh, kami mengikuti rombongan, pakai tiga mobil," katanya.

 

Mengetahui hal itu, jaksa lantas menanyakan kepada Toni terkait kesiapan yang dilakukan timnya untuk mengikuti rombongan tersebut.

 

Kata dia, sehari sebelum melakukan pembuntutan tersebut, pihaknya melakukan perencanaan terlebih dahulu.

 

"Sebelum berangkat apa ada pengecekkan apa saja yang dibawa?" tanya jaksa.

 

"Masing-masing saja, persiapan masing-masing," kata Toni menjawab pertanyaan jaksa.

 

Adapun perlengkapan yang dibawa oleh masing-masing anggota pada saat itu kata Toni yakni smartphone dan senjata.

 

Senjata yang dibawa pun kata dia, merupakan senjata yang memang dipegang masing-masing rekannya.

 

"Yang dibawa HP, mobil, sama senjata api, masing-masing senjata api. Senjata pegangan, (memang) sudah lama pakai," katanya.

 

Saat melakukan pembututan tersebut, Toni mengaku sempat terpisah dari rombongan.

 

Tak lama, dia ditelepon Ipda Elwira Priadi (terdakwa yang sudah meninggal dunia) untuk datang ke KM 50 Cikampek.

 

"Sekitar jam setengah 1 kurang. Bahwa kami disuruh merapat ke rest area KM 50, saya berangkat ke sana, tiba di rest area berhenti di belakang mobil Chevrolet (mobil milik anggota Laskar FPI)," ujarnya.

 

Di lokasi, dirinya mengaku melihat ada 4 orang yang diketahui anggota Laskar FPI sedang tiarap dengan kondisi tangan tidak diborgol atau bahkan diikat.

 

"Waktu tempuh kurang lebih 1 jam, sampai sana di belakang mobil Chevrolet sudah ada orang yang tiarap 4 orang, yang tiarap orang lain bukan rekan," sambungnya.

 

Mendengar hal itu, Jaksa kembali melontarkan pertanyaan kepada Toni dengan menanyakan alasan tidak ada borgol saat melakukan pengamanan.

 

Lantas Toni menjelaskan, kalau pihaknya tidak membawa borgol saat itu karena bertugas hanya untuk mengamati.

 

"Karena untuk mengamati, jadi kita tidak membawa borgol," katanya. (tribun)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.